Halokaltim – Riuh, sibuk dan euforia akan persiapan menyambut Hari Kemerdekaan Indonesia tahun ini membuat banyak mata terbelalak. Biasanya, Istana Negara (lama) kerap menjadi tempat yang membanggakan bagi anak bangsa dari perwakilan setiap provinsi di tanah air untuk mengibarkan sang pusaka, ya, mereka-mereka yang terpilih menjadi Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka). Namun kali ini, semua rangkaian itu mesti dipindah di Kabupaten Penajam Paser Utara sebagai Ibu Kota Negara (IKN) yang baru.
Kemewahan itu nyatanya berbanding terbalik dengan perayaan kemerdekaan negara yang “diupayakan” secara mandiri, di belahan Kalimantan lainnya.
Desa Sekaduyan Taka, Kecamatan Sei Menggaris Kabupaten Nunukan, lokasinya masih cukup jauh dari kantor bupati. Namun semangat 45 itu nampak bergelora, mengabaikan asa pada kemegahan acara. Masyarakatnya hanya peduli akan rasa. Rasa kebersamaan, rasa kemerdekaan. Besarnya rasa cinta tanah air terbukti nyata, membuat semuanya setia pada ideologi negara. Tidak terbujuk akan layaknya kehidupan di negara tetangga, Malaysia.
Masyarakat lokal di Sekaduyan Taka sangat berantusias merayakan juga hari kemenangan bangsa. Juga sibuk dalam menjalankan rangkaian agenda untuk memeriahkan serta memberi warna dalam semarak HUT ke-79 Kemerdekaan RI.
Kendati demikian, persiapan perayaan Upacara HUT ke-79 RI di wilayah itu berhasil dimaknai di hati setiap orang. Mulai dari persiapan yang dilakukan secara gotong-royong, inisiatif warga, dukungan kepala desa, keterlibatan pelajar hinggga dedikasi dari para tentara yang sigap melatih putra-putri bangsa di batas negara ini, dengan sukarela. Semuanya inisiatif saja.
Pengibar Pusaka Termuda
30 hari, upaya mencari putra-putri lokal sini. Relawan TNI menyambangi Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang baru diresmikan sekira satu bulan lalu. Memang belum cukup umur, tapi hal itu mampu membuktikan yang muda yang berupaya. Meski masih kekurangan personel, tapi kendala bisa disiasati.
Mencari bibit di kalangan pelajar bukan hal mudah, ada juga yang susah. Terlebih, usia dini di pedesaan berbeda dengan anak-anak di kota. Biasanya di kota besar, animo persaingan cukup ketat. Berlomba bisa menjadi Paskibraka. Berbeda dengan daerah sini, cari dulu saja, yang penting ada. Kemudian, baru menggembleng mental agar menjadi perkasa. Sama dengan mental anak-anak di luar sana.
Bukan kali pertama, ternyata Paskibraka usia muda ini merupakan proses pelaksanaan kali kedua, setelah tahun lalu dilaksanakan juga.
17 Agustus 2023 lalu, Bupati Nunukan Asmin Laura Hafid bahkan menjadi inspektur upacara di desa ini. Seluruh anak desa dilibatkan untuk mengambil andil. Bahkan, anak SD saat itu ikut bagian menjadi personel Paskibraka. Saat ini, murid itu telah lulus dan duduk di bangku SMP. Lagi, dirinya kembali ikut berperanserta menjadi Paskibraka 2024 ini.
Sejumlah personel yang tahun lalu masih SMP, kini mereka resmi menjadi pelajar SMA. Kendati baru satu bulan lamanya, namun status mereka terdengar lebih dewasa. Mereka kembali berkiprah menjadi pasukan inti, bersama murid-murid SMP.
Mencari Talenta Muda, Sukarelawan
TNI Pos Kanduangan, dari Satgas Pamtas RI-Malaysia Batalyon Arhanud 8/MBC sangat proaktif membantu membangun peradaban desa anyar ini. Banyak kegiatan positif yang digenjot para tentara dengan melibatkan warga.
TNI kita, bukan hanya bekerja semata. Semua agenda turut dilakoni. Dari menjaga kondusifitas wilayah, membersamai kegiatan warga, bahkan termasuk juga menanamkan moral dan Pancasila.
TNI juga yang berupaya membuat pengibaran di desa ini tetap ada. Pihaknya, meminta kepala desa agar menggelar kegiatan serupa, rutin di setiap tahunnya. Syarat akan seleksi telah dilaksanakan di tahun lalu. Hingga menghasilkan bibit muda, walau terpaksa meminang usia yang terlampau jauh di batas standard usia paskibraka sesungguhnya.
Saat disambangi di markas Batalyon Pos Kanduangan, pasukan baju loreng ini tengah melengkingkan suara memandu para pelajar muda mengatur barisan. Nampak, peserta nurut saja, hasilnya, meski dari jarak dekat pun formasi “kerucut” yang dibentuk itu sangat elok dipandang.
Komandan Pos (Danpos), Serka Ronaldo Steven Nanlohy menyebut pihaknya berinisiatif menyiasati kekurangan jumlah personel muda yang terpilih menjadi anggota Paskibraka tersebut. Jika normalnya formasi barisan diisi sekira 70 personel, di desa ini hanya diisi oleh 24 orang saja.
“Sebab kami kekurangan orang. Namanya desa baru, jumlah penduduknya masih minim. Jadi kami akali saja formasinya sesuai dengan jumlah peserta,” beber ia di tengah kesibukan melatih pelajar.
Silih berganti, para tentara yang mengabdi di wilayah ini tidak pernah menetap lama. Paling-paling hanya berkisar satu hingga dua tahun saja. Sehingga, wajar saja jika Sersan Kepala itu mengaku tidak menahu persis perihal prosesi perekrutan dan seleksi peserta yang kini menjadi pasukan pengibar bendera pusaka tersebut. Sebab, Paskibraka kali ini merupakan petugas tahun lalu yang kembali mengambil peran.
“Belum setahun saya bertugas disini, jadi kurang paham proses penerimaan Paskibraka. Karena mereka merupakan purna tahun lalu. Kami hanya melatih kembali mereka,” ujar perwira yang berasal dari Kodam V Brawijaya itu.
Kendati masih kekurangan orang, pihaknya tetap mengatur strategi yang menyesuaikan dengan kondisi lapangan. Formasi “kerucut” yang menjadi inisiatifnya itu digencarkan selama nyaris satu bulan lamanya. Membiasakan pasukan berbaur menjadi satu-kesatuan. Bahkan dia juga menilai, meski jauh dari perkotaan, paskibraka usia belia ini dapat diandalkan.
“Kami bentuk formasi seperti segitiga, yakni penggabungan pelajar dan tentara menjadi pasukan inti di pengibaran nanti. Saya melihat banyak talenta muda yang berbakat disini. Hanya ada beberapa aspek yang masih memerlukan penyempurnaan sedikit saja,” imbuh Serka Ronaldo.
Desa yang masih seumur jagung ini dianggap memiliki bibit dan generasi penerus yang memegang teguh akan kecintaannya pada negara. Ia juga mengapresiasi akan upaya adanya pengibaran bendera dan perayaan hari kemerdekaan bangsa. Terlebih, desa ini sangat dekat dengan Negara Malaysia, satu jam ditempuh sudah bisa mendapat kehidupan yang laik. Jika mudah tergoda, mungkin status warna negara Indonesia sudah digantungkan hanya untuk kilauan mata.
“Tapi kami percaya, pada mereka yang akan setia pada ideologi bangsa dan negara. Saya juga melihat meski Sekaduyan Taka ini tergolong desa baru, tapi banyak sekali perkembangan yang pesat, termasuk juga upaya pak kepala desa. Saya harap desa ini bisa semakin maju dan berkembang,” tutur dia.
Desa Baru Berupaya Maju
Kemerdekaan terus digenjot, kemerdekaan pada kondisi. Kondisi yang masih sangat terbelakang diupayakan diubah oleh Putra Sinar Jaya. Dia lah putra daerah asli yang hidup di daerah itu jauh sebelum tempat itu menjadi sebuah desa. Dulu hanya disebut “Kanduangan” saja.
Namun, 2010 lalu, Kanduangan dalam proses pemekaran. Diusung menjadi desa baru. Dua tahun berproses, Putra Sinar Jaya menjabat sebagai Plt Kepala Desa (Kades) dengan sebutan desa baru, Desa Sekaduyan Taka. Desa ini merupakan hasil pemekaran dari Kelurahan Nunukan Utara. Dinamika pembangunan masyarakat Desa Sekaduyan Taka menunjukkan pertumbuhan yang positif. Hingga diresmikan menjadi desa defenitif pada 2012, yang resmi dinahkodai oleh Putra Sinar Jaya sebagai Kades pertama hingga saat ini.
12 tahun perjalanannya memimpin wilayah ini, “Konsep Swadaya” menjadi kebiasaan yang diunggulkan oleh Sinar Jaya untuk menyatukan seluruh masyarakatnya agar menjunjung toleransi antar umat beragama dan mempersatukan perbedaan adat istiadat yang ada.
Desa Sekaduyan Taka memiliki luas wilayah sekira 38 ribu dengan populasi penduduk sekira 3.385 jiwa, terdiri dari 1.842 laki-laki dan 1.543 perempuan. Penyebaran penduduk mendiami 14 Rukun Tetangga (RT), dengan jumlah penduduknya yang mencapai ribuan KK. Serta memiliki mata pencaharian yang beragam, namun perkebunan sawit menjadi komoditi unggulan.
Bangunan berdinding kayu ulin, khas adat Bugis yang sudah familiar di Kalimantan menjadi hunian warga setempat. Rumah beton disini masih sangat jarang. Paling baru sekira beberapa rumah saja.
Meski masih sangat sederhana, namun Kades Sinar Jaya memastikan, rakyatnya mendapat fasilitas yang memadai, terutama untuk fasilitas dasar laiknya kebutuhan air bersih, listrik, kesehatan, pendidikan hingga perkebunan serta jalan tani, juga infrastruktur jalan umum. Lagi-lagi, ia tidak pernah menggantukan harapan pada keuangan negara mau pun anggaran CSR.
“Saya selalu berupaya untuk membangun desa dengan dana swadaya, terutama dana pribadi. Susah jika mau seperti desa lain. Kami tidak mau berharap banyak pada DD/ADD. Jika ada dana desa, kami pergunakan seadil-adilnya, dibagi rata untuk pembangunan merata di 14 RT yang ada di Sekaduyan Taka. Intinya saya memiliki tiga sumber untuk membangun desa, yaitu kemauan, bekerja dan berkorban,” ungkap ia saat disambangi di kediamannya.
Dia itu juga menekankan tentang kepeduliannya terhadap nasionalisme dan partiotisme pada masyarakat luas, terutama generasi penerus. Dimana Sekaduyan Taka merupakan desa yang berada di gerbang perbatasan negara Indonesia-Malaysia. Menurutnya, jika tidak ditanamkan sejak awal, maka penduduk desa bisa dengan mudahnya berpindah-haluan meninggalkan kewarganegaraan. Ia sangat mengkhawatirkan perihal itu.
“Ini hanya kepedulian dan saya sebagai masyarakat pertama di desa ini mengajak seluruh tokoh masyrakat, tokoh agama juga peran pemuda untuk mendorong nasionalisme dan partiotisme. Karena, jika tidak ditanamkan, saya takut masyarakat berpindah kiblat ke Malaysia,” ujarnya.
1061 patok batas negara melingkari Sekaduyan Taka. Hal itu menjadi dasar dirinya ingin seluruh masyarakat menanamkan cinta akan negara di hati setiap orang. Ke depan, ia juga menginginkan agar desa ini bisa berkembang pesat menjadi Kecamatan terbaru. Untuk itu, segala aspek dipersiapkan olehnya sedini mungkin, seperti pembangunan fasilitas kesehatan yang laik, area pendidikan yang mumpuni hingga pembangunan yang mendongkrak standard kelayakan, salah satunya seperti persiapan pembangunan markas koramil.
“Beberapa aspek pendukung sudah kami siapkan. Seperti beberapa titik lokasi yang sudah dihibahkan dari warga, akses jalan dan beberapa segmen penting lain. Targetnya harus rampung sebelum habis masa jabatan,” tegas Putra Sinar Jaya.
Dari desa di pelosok ini, ternyata nama Putra Sinar Jaya pernah tayang di layar kaca Indonesia. Dirinya bahkan beberapa kali menjadi tamu di layar tv nasional. Didatangkan dari Sekaduyan Taka ke Jakarta. Menempuh beberapa hari perjalanan darat, laut dan udara. Semua ingin mengetahui prestasi pembangunan upaya pendidikan di desa kecil ini hingga menjadi lebih maju. Beberapa prestasi lain juga bershasil disabet olehnya. Sembari mengingat masa lampau, ia merunutkan rangkain cerita dari tahun-tahun sebelumnya. Banyak mata mencoba menyimaknya. Pasalnya, malam itu, harian ini menemuinya di kala banyak tamu bertandang ke kediamannya.
Waktu itu, sekira 2011, pihaknya pernah membuat kegiatan pembentangan bendera merah-putih terpanjang pertama, yaitu 3000 meter dan mendapat rekor muri. Desanya juga pernah mengibarkan bendera di atas air. Serta dirinya pernah mewakili Kabupaten Nunukan untuk menerima sertifikat tanah dari Presiden Jokowi pada 2016 lalu di Dome Balikpapan. Di tahun yang sama itu, Sinar Jaya juga pernah diundang ke Jakarta, membahas tentang pendidikan di batas negara yang bersumber dari dana swadaya masyarakat. Terbukti, dirinya mampu mendirikan PAUD, TK, SD, SMP hingga SMA yang notabenenya sangat sulit jika menunggu dibangunkan oleh pemerintah. Sehingga ia bertekad membangunnya dengan dana swadaya dan upaya pribadi.
“Karena bagi kami pendidkan merupakan ujung tombak pertama. Sehingga biar pun bangunan tidak berdinding, tidak berlantai mau pun tidak beratap, saya pastikan, pendidikan harus tetap ada. Akan saya upayakan,” pungkasnya.