Halokaltim.com – Dari barisan massa warga yang melakukan aksi penolakan penggusuran bangunan di bantaran Sungai Karang Mumus (SKM) Samarinda, ada satu sosok yang mencuri perhatian. Dia adalah nenek berusia 120 tahun yang rupanya sudah hidup puluhan tahun di kawasan yang akan digusur Pemkot Samarinda itu.
Aksi massa melakukan penolakan penggusuran berlangsung di SKM segmen 1, Jl dr Soetomo, Kelurahan Sidodadi, Kecamatan Samarinda Ulu, Samarinda, Kaltim, Rabu (8/7/20).
Nenek berusia 120 tahun itu adalah WA Ma’jang. Dengan tubuhnya yang renta karena termakan usia, dia tampak tetap bersemangat ikut berjejer dalam barisan massa untuk melakukan penolakan penggusuran.
“Dia (Wa Ma’jang) sudah dua hari disini. Disuruh pulang enggak mau, disuruh makan enggak mau,” kata Sume (40), cucu perempuannya yang saat itu turut mendampingi Wa Ma’jang, Rabu (8/7/20).
Dari mulut cucunya ini, Wa Ma’jang disebutnya terkejut mendengar bahwa Pemkot Samarinda akan menggusur bangunan yang telah puluhan tahun menaungi hidupnya dari hujan dan panas, di Gang Tempurung, RT 28, Kelurahan Sidodadi itu.
Sementara, santunan yang dijanjikan Pemkot Samarinda belum juga diterima oleh Wa Ma’jang maupun cucu dan cicit yang tinggal bersamanya.
“Namanya orang tua ya, mendengar diiming-imingi begini, dia semangat,” ungkapnya.
“Mau kemana kita kalau dibongkar, kita sudah lama disini,” tambahnya lagi.
Sebelum kabar pembongkaran ini sampai ke telinganya, Wa Ma’jang mengaku harus membayar uang sewa Rp 7.500 kepada seorang bernama Haji Wahab. Namun, setelah Haji Wahab meninggal, Wa Ma’majang tak lagi membayar uang sewa tersebut.
“Dulu, di sini masih hutan belantara. Saya bayar Rp 7.500 ke Haji Wahab,” ungkapnya.
Hingga tuntutan mereka dipenuhi, Wa Ma’jang bersama ratusan warga lainnya mengaku akan bertahan memperjuangkan hak mereka dan menolak Pemkot Samarinda untuk membongkar huniannya.
“Kami siap rumah kami dibongkar, asal janji itu segera diberikan,” pungkasnya. (ash)
