Aktivasi Budaya Daerah, Mampukah Imbangi Globalisasi ?

Dinnar Fitriani Susanti, Aktivis Muslimah Balikpapan (*/ist)

Halokaltim, Kutai Kartanegara – Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Edi Damansyah mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk berpartisipasi aktif memajukan kebudayaan di Kukar. Pernyataan itu disampaikan Edi melalui Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Ahyani Fadianur Diani, dalam acara Grand Final Pemilihan Sadi Sengkaka Duta Budaya Kukar Tahun 2024, di halaman Kedaton Kukar, Sabtu 22 Juni 2024.

Dalam sambutan yang dibacakan Ahyani, Bupati Edi menekankan pentingnya peran masyarakat dalam melestarikan dan memajukan kebudayaan lokal, sebagai bagian dari identitas dan kebanggaan daerah. https://www.niaga.asia

Ancaman Sekuler Kapitalis terhadap Budaya dan Kesejahteraan

Pemerintah berupaya untuk menambah dan memajukan pemasukan daerah dengan berbagai cara, salah satunya dengan menonjolkan budaya khas daerah dan budaya luhur. Tak bisa di pungkiri bahwa saat ini potensi budaya daerah di Indonesia begitu beragam, karena negeri ini berbentuk kepulauan yang sangat memungkinkan untuk memiliki ragam budaya.
Pemerintah pun serius dalam melestarikan, mengembangkan, dan memajukan kebudayaan.

Komitmen itu diwujudkan dengan penyediaan Dana Abadi Kebudayaan di setiap Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN). Tak kurang sekitar 2 Triliun Rupiah disiapkan untuk dana abadi kebudayaan dialokasikan dari APBN. Selain potensi, ternyata tantangan pun harus di hadapi negeri ini. Budaya globalisasi begitu deras menghampiri. Hedonisme, K-Pop, Liberalisme, Sekulerisme dan Kapitalis begitu deras masuk atas dasar perkembangan teknologi dan kemajuan.

Melihat potensi dan tantangan yang ada saat ini, pemerintah salah arah. Potensi dan tantangan ini masih pada sudut pandang globalisasi itu sendiri, atau sekuler kapitalis. Sekuler Kapitalis yang menjadi sumber aturan hidup saat ini, menjadikan salah arah dalam mengatur sumber pendapatan pemasukan negara dan kepemilikan negara. Sehingga berdampak pada kesejahteraan seluruh masyarakat. Yang terjadi  negeri – negeri yang mengikuti aturan ini kewalahan mencari sumber pendapatan, salah satunya dengan memajukan budaya daerah. Ini tidaklah pernah imbang.

Negeri ini kaya secara kekayaan sumber daya alamnya, namun kapitalis memiliki konsep kebebasan kepemilikan inilah yang akhirnya kekayaan sumber daya alam tidak dimiliki secara langsung dan berkelanjutan oleh rakyatnya. Inilah bahayanya jika rakyat dialihkan pada pandangan kapitalis sekuler, rakyat hanya tersibukkan mencari sumber pendapatan yang lain, padahal kekayaan sumber daya alam mereka di miliki oleh kapitalis.

Islam Mengatur, Kesejahteraan Teratur

يٰۤاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقۡنٰكُمۡ مِّنۡ ذَكَرٍ وَّاُنۡثٰى وَجَعَلۡنٰكُمۡ شُعُوۡبًا وَّقَبَآٮِٕلَ لِتَعَارَفُوۡا ؕ اِنَّ اَكۡرَمَكُمۡ عِنۡدَ اللّٰهِ اَ تۡقٰٮكُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيۡمٌ خَبِيۡرٌ‏ ١٣

Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti. (QS Al Hujurat ayat 13)

Allah jadikan manusia secara penciptaan Nya adalah sebagai makhluk sosial, yang terwujud darinya berbagai suku, bangsa dan bahasa. Hal ini menunjukkan kekuasaannya dari sisi Penciptaan Nya.

Dengan demikian, butuh pengaturan agar semua bisa bersosialisasi dan sejahtera di mana pun manusia berada.
Allah menurunkan Syariah Islam sebagai aturan kehidupan untuk mengatur keberlangsungan keberagaman ini. Dan ternyata hal ini mampu membawa pada kemajuan, kesejahteraan dan kedamaian bagi seluruh manusia.

Sejak diutus Nya, Rasulullah Muhammad sampai Daulah Utsmaniyah mampu menguasai sepertiga dunia. Dan hal ini adalah sesuatu yang luar biasa, karena terbukti mampu, dengan berbagai suku, bangsa, agama dan budaya, Islam di terapkan.

Syariah Islam mengatur bahwa sumber pemasukan Negara untuk meraih kesejahteraan, harus berlandaskan pada konsep kepemilikan ekonomi. Salah satu kepemilikan ekonomi, yaitu kepemilikan umum yang mencakup fa’i, kharaj, ghanimah, jizyah, tambang, akan digunakan untuk kepentingan umum atau rakyat.

Peran negara sebagai pengelola, akan menjalankan tugas ini karena ketaatan pada Syariah Islam yang mulia. Melalui peran ini, negara dilarang memberikan kepemilikan umum ini kepada individu rakyat atau kepada asing. Dan dari hasil ini, di berikan untuk menjalankan kebutuhan pokok jama’ah, seperti pendidikan, kesehatan, transportasi, keamanan dan fasilitas umum lainnya.

Sehingga ketika pun ada budaya khas di suatu negeri atau daerah, ini bukanlah sebagai sumber pendapatan negara. Budaya di posisikan harus dengan Syariah Islam. Jika Syariah Islam memandang boleh, maka boleh untuk tetap ada.