CUACA mendung belakangan ini menyelimuti beberapa wilayah di Indonesia termasuk Kalimantan Timur (Kaltim). Curah hujan yang turun dengan durasi waktu yang cukup lama mengakibatkan banjir di beberapa titik wilayah Kaltim seperti Kutai Kartanengara (Kukar), Kutai Timur (Kutim), Berau, Samarinda dan lainnya.
OPINI OLEH : Annisa Putri (Mahasiswi)
Dikutip dari Tribunkaltim.co, Hujan deras yang mengguyur Kota Samarinda dari pagi buta hingga siang hari Jumat lalu (22/5/2020) mengakibatkan sejumlah titik mengalami tanah longsor dan banjir. Diantara wilayah yang terkena banjir yaitu di Mugirejo, Gunung Kapur, Purwodadi dan Pemuda. Ketinggian air bervariasi dikisaran 30 hingga 50 centimeter.
Selanjutnya dikutip dari Kaltimtoday.co, Banjir dan tanah longsor juga terjadi di kecamatan Sangasanga, Kutai Kartanegara rabu lalu , yang menjadi perhatian khusus oleh pemerintah setempat. Wakil Bupati (Wabup) Kukar Rendi Solihin. Dalam kunjungannya menyebutkan, lubang eks tambang di Sangasanga banyak ditinggalkan. Tidak direklamasi. Tidak ada penghijauan. Hal itu jadi sumber pemicu terjadinya banjir di wilayah Sangasanga.
Alasan yang hampir mirip juga dialami Kabupaten Berau, Pradarma Rupang Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim mengungkap,” Analisa kami setelah melihat sejumlah foto, citra satelit, dan peta, dugaan kami bahwa banjir itu dipicu karena pembukaan kawasan hutan yang merupakan daerah resapan air yang dialihfungsikan menjadi kegiatan pertambangan,” katanya saat dihubungi IDN Times melalui telepon pada Rabu (19/5/2021).
Kapitalisme Gagal Menangani Banjir
Dengan melihat fakta diatas, terulangnya bencana banjir dengan sebabnya yang kurang lebih sama, hendaknya menyadarkan kita bahwa sistem kapitalisme yang saat ini menguasai, dalam pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) bukan diberikan untuk rakyat, melainkan lebih berpihak kepada pihak swasta alias asing. Memberikan izin perusahaan asing mengeruk SDA untuk meraup keuntungan pribadi. serta tidak memikirkan dampak kerusakan lingkungan dari kegiatan proyek tersebut.
Penyalahgunaan lahan hutan yang berfungsi untuk menyerap air, justru dipakai untuk membangun perumahan atau perkantoran. Alhasil, semakin sedikitnya lahan untuk menyerap air, menjadi salah satu pemicu munculnya banjir ketika hujan turun.
Tak bisa dipungkiri, bahwa dalam sistem kapitalisme akan banyak dijumpai kerusakan alam yang disebabkan bekas proyek asing yang tidak bertanggung jawab dan kejadian itu dibiarkan oleh pihak negara. Karena memang tabiatnya kapitalisme hanya diperuntukkan untuk para pemilik modal besar termasuk para investor asing. Sedangkan permasalahan masyarakat yang justru akan mengeluarkan biaya akan terabaikan.
Sehingga wajar ketika terjadi bencana alam dan musibah yang menimpa masyarakat terlihat tidak ditanggapi atau ditangani dengan serius. Terbukti dengan solusi yang diberikan tidak mampu menyelesaikan suatu permasalahan negeri, salah satunya bencana banjir yang selalu ada tiap tahunnya seperti tamu rutinan pada musim penghujan.
Itulah berbagai kerusakan dan kebobrokan sistem kapitalisme, yang membuat negara terbalik memperlakukan warga dengan para investor asing. Masyarakat yang seharusnya menjadi tanggungan utama negara, diayomi serta dipenuhi segala kebutuhannya. Bukan justru menjadi bagian yang terabaikan. Maka, jelas sudah kegagalan sistem kapitalisme untuk mengelola SDA yang justru menyengsarakan rakyat dengan tidak mampu mengatasi permasalahan akibat kesalahan mengelola Sumber Daya Alam.
Islam Solusi Hakiki
Hujan merupakan rahmat dari Allah SWT untuk manusia, hewan dan tumbuhan. Adapun rahmat itu menjadi musibah adalah akibat ulah tangan manusia sendiri, yang tidak bisa memanfaatkan alam yang telah Allah titipkan dengan benar bahkan menyelisihi syariatnya, akibatnya bencana dan musibah pun datang silih berganti.
Dalam Islam, negara akan menjalankan roda perekonomian sesuai dengan syariah Islam. mengelola kekayaan alam yang telah Allah berikan untuk rakyat. Kekayaan alam tersebut harus dikelola mandiri oleh negara tanpa merusak lingkungan yang menyebabkan berbagai bencana alam, dan tidak dimiliki oleh segelintir individu atau negara asing. Hasilnya sepenuhnya dikembalikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dan sisanya menjadi salah satu pos pemasukan keuangan negara untuk membiayai sejumlah layanan yang dibutuhkan rakyat.
Pun negara tidak memakai lahan-lahan yang berfungsi dalam penyerapan air, jika tanah yang ada kurang untuk menampung jumlah air ketika hujan, maka negara akan membuat bendungan-bendungan yang mampu menampung air hujan. Tak lupa sistem penanggulangan sampah juga akan diperhatikan, agar tidak terjadinya penumpukkan sampah yang menimbulkan banjir.
Selanjutnya, negara akan membuat aturan tegas terkait kepemilikan lahan dengan memberikan syarat-syarat tertentu ketika individu hendak membangun rumah atau bangunan lainnya diatas tanah. Serta, negara akan memberikan sanksi yang tegas apabila individu melanggar aturan yang telah ditetapkan negara.
Ketika terjadi bencana alam, dalam Islam negara akan cepat dan sigap untuk mengerahkan seluruh pasukan yang sudah dipersiapkan untuk mengevakuasi dan membantu korban. Selain itu tentu negara memenuhi kebutuhan mereka seperti: menyediakan tenda atau tempat huni sementara, makanan, bantuan kesehatan yang layak kepada korban agar tidak menderita berbagai penyakit. Tak lupa kholifah juga mengirimkan para ulama untuk memberikan nasihat pada korban untuk bersabar atas apa yang mereka alami dan memetik hikmah dari pristiwa yang menimpa mereka serta meningkatkan keimanan pada para korban.
Setelah itu negara terus mensosialisakan dan menekankan kepada seluruh warga negara untuk menjaga lingkungan yang telah Allah titipkan, dengan menanamkan pada diri mereka menjaga kebersihan merupakan bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Dibarengi dengan penjagaan SDA oleh negara dengan baik, dan membuat berbagai kebijakan untuk menangani banjir, serta mencegah segala sesuatu hal yang dapat mendatangkan bencana banjir.
Begitulah sistem Islam, dalam setiap kebijakannya selalu terikat dengan hukum syara, sehingga menghasilkan solusi-solusi efisien untuk menyelesaikan permasalahan dengan tuntas. Dengan begitu hanya dengan sistem Islam, permasalahan banjir ataupun yang lain akan selesai dengan tuntas dan akan minim muncul bencana-bencana alam lainnya yang disebabkan kerusakan lingkungan. Wallahu’alam bisshawab. (*)