Opini  

Dari Gitaris sampai Menyoal Islam Mendudukkan Negarawan Kompenten

Opini Oleh : Dewi Murni (aktivis dakwah muslimah Balikpapan)

SOSOK Abdi Negara Nurdin atau Abdee “Slank” menuai polemik tajam sejak ia ditunjuk sebagai komisaris PT Telkom Indonesia (Persero). Hal itu karena rekam jejaknya sebagai musisi.

Pengamat kebijakan publik dari universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai pengangkatan musisi Abdee Slank sebagai komisaris PT Telkom Indonesia merupakan bagian dari praktik bagi-bagi kue untuk pendukung presiden Joko Widodo selama masa kampanye. (kompas.com 29/5/2021)

Anggota komisi IV DPR Amin AK mengkritik keputusan menteri BUMN Erick Thohir mengangkat musisi Abdee Slank sebagai komisaris PT Telkom Indonesia.
Amin menilai keputusan tersebut hanya didasarkan pada kontribusi abdi memenangkan presiden Joko Widodo dalam 2 pemilihan presiden bukan karena kompetisinya. (kompas.com 29/5/2021)

Pada dasarnya latar belakang sebagai musisi tidak masalah jika yang bersangkutan memiliki keahlian di bidangnya dan amanah. Namun mengingat saat ini kita berada dalam lingkaran sistem kapitalisme yang menjadikan manfaat materi sebagai asas perbuatan. Sehingga muncullah slogan tidak ada makan siang gratis. Semua ada ongkos atau konsekuensinya. Belum lagi adanya politik demokrasi yang setiap pestanya membutuhkan mahar yang begitu mahal. Berangkat dari keadaan tersebut wajar jika lahir opini atau analisa politik bahwa penunjukan Abdee Slank merupakan acara ‘bagi-bagi kue’ atau balas jasa.

Selain Abdee, ada sejumlah nama pendukung Jokowi yang telah lebih dulu menjadi komisaris perusahaan pelat merah, antara lain Fadjroel Rachman selaku komisaris utama Adhi karya, Andi Gani Nena Wea selaku presiden komisaris PT Pembangunan Perumahan, dan Ulin Yusron sebagai komisaris di PT Pengembangan Pariwisata Indonesia. (kompas.com, 29/5/2021)

Fenomena ‘bagi-bagi kue” tidak boleh dibiarkan, sebab ke depannya akan jadi contoh buruk untuk pemilu-pemilu selanjutnya. Orang-orang akan berlomba menjadi relawan demi mendapatkan posisi di negara yang menjanjikan kehidupan duniawi. Berpotensi merusak negara dan menyuburkan pemerintahan yang korup. Jabatan profesional diisi oleh orang yang ditunjuk bukan karena kompetensinya melainkan sekedar balas budi. Pengelolaan negara tidak berorientasi pada kemaslahatan rakyat melainkan kepentingan pihak tertentu.

Sebagai pemimpin negara, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sangat piawai mengatur berbagai kemaslahatan masyarakat. Ketika kemaslahatan masyarakat semakin luas dan bertambah banyak maka beliau merekrut para profesional yang ahli di bidangnya untuk mempermudah menjalankan berbagai urusan negara dan memenuhi berbagai kepentingan masyarakat.

Islam mempunyai cara, misalnya mendirikan departemen departemen, jawatan jawatan dan unit-unit. Strategi dalam mengatur kepentingan masyarakat dilandasi dengan kesederhanaan aturan, kecepatan pelayanan dan profesionalitas orang yang menjalankannya. Berkaitan dengan profesionalitas Rasulullah shalallahu wassalam bersabda, “apabila suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya” (HR. Bukhari).

Oleh karena itu dalam Islam menyerahkan suatu urusan kepada yang bukan ahlinya adalah hal yang ditentang karena dapat menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat.

Islam memerintahkan penguasa atau pemimpin agar menyerahkan urusan masyarakat kepada orang-orang yang memiliki kelayakan kemampuan dan kecakapan, memiliki ilmu dan yang sangat penting adalah dikenal ketakwaannya. Bahkan ia mampu mengairi hati rakyat dengan keimanan dan keagungan (kemuliaan) negara.

Rasulullah shallallahu salam itu jika mengangkat seorang Amir pasukan atau detasemen, senantiasa berpesan khususnya kepada mereka agar bertakwa kepada Allah, dan kaum muslim yang ikut bersamanya agar berbuat baik. (HR Muslim)

Di sisi lain mekanisme pemilihan pemimpin dalam Islam tergolong murah dan efektif. Islam memberikan sebuah pemahaman bahwa kepemimpinan adalah amanah yang dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Tiada mampu dipikul kecuali oleh ia yang bertakwa kepada Allah. Sehingga calon-calon pemimpin yang maju bukanlah sosok yang gila jabatan, namun orang yang memiliki azzam fastabiqul khairat atau berlomba-lomba dalam kebaikan.

Sistem aturan islam tersebut mencegah adanya praktik money politik, suap menyuap, dana besar untuk membayar buzzer dan relawan, dan bagi-bagi kekuasaan selepas pemilu. Batas waktu pemilihan pemimpin sangat singkat. Islam menetapkan batas paling lama yakni 3 hari kosongnya kepemimpinan. Dengan demikian tidak ada istilah balas jasa atau balik modal setelah kemenangan pemilu baru.

Itulah sebagian sisi sistem Islam dalam menjaga kehidupan negara yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu salam sebagai penyampainya. Dalam diri Rasul terdapat suri teladan, contoh kepemimpinan yang agung. Sudah sepatutnya kita bergembira menerima semua risalah yang dibawanya. Sebab risalah yang dibawanya berasal dari Allah yang Maha Raja dan Maha Kuasa.

Sebagaimana kita senang bershalawat padanya dengan keyakinan akan mendapatkan syafaatnya, begitu pula seharusnya terhadap seluruh ajaran yang dibawanya. Kita tentu sangat lebih bergembira lagi karena seluruh ajaran atau sistem Islam yang dibawa oleh Rasulullah merupakan petunjuk hidup yang melahirkan kebaikan di dunia dan akhirat, sejahterakan umat dan dan terbukti mampu memelihara urusan-urusan umat dengan kemuliaan. (*)