Opini  

Gaya Hidup Hedonisme, Buah Sistem Kapitalisme

SIAPA sangka pemadaman listrik di Kalimantan Timur pada Kamis (27/5/2021) yang berlangsung sejak pukul 13.29 WITA hingga malam hari tak membuat masyarakat Samarinda kalang kabut? Masyarakat yang terkejut dengan padamnya listrik sejak siang hari dan mendapat informasi akan berlangsung hingga malam mau tak mau bersiap diri. (Koran Kaltim, 28 Mei 2021)

OPINI OLEH: Fani Ratu Rahmani (Aktivis dakwah dan Pendidik)

Masyarakat sibuk mencari lilin untuk penerangan pada malam hari. Alhasil, lilin laris manis bagi mereka yang tak memiliki lampu emergency saat listrik padam. Lilin pun “sold out” di beberapa tempat. Hingga ada yang tidak kebagian. Beberapa warung hingga minimarket kebanjiran konsumen yang mencari lilin untuk penerangan.

Namun, di sisi lain banyak masyarakat Kota Samarinda yang berbondong – bondong untuk menginap di hotel untuk melarikan diri dari rumah mereka yang mati lampu. Hotel jadi pilihan untuk menginap satu malam bagi beberapa warga.

Menurut keterangan Tiara Bulan selaku Marketing Communication Manager Aston Samarinda Hotel & Convention Center, okupasi kamar di Hotel Aston penuh atau 100 persen. Okupasi kamar penuh ini juga terjadi di Hotel Midtown jalan Hasan Basri. Ditemui secara langsung, Public Relation Hotel Midtown Zulmy Nizar menerangkan, 171 kamar yang dibuka sudah tereservasi pada pukul 17.30 WITA. (Samarinda Smart City, 28 Mei 2021)

Adanya kejadian pemadaman listrik yang berlangsung hingga 6 – 8 jam membuat keuntungan tersendiri bagi pemasukan perhotelan. Apakah hal ini cuma terjadi di perhotelan saja? Jawabannya tidak.
Mall dan kuliner atau tempat makan jadi sasaran lain masyarakat saat menunggu listrik nyala. “Mal penuh mulai dari Big Mall, SCP (Samarinda Central Plaza), Mal Lembuswana sampai Samarinda Square. Masyarakat datang karena menghindari listrik padam di rumah. (Koran Kaltim, 28 Mei 2021)

Yang menjadi pertanyaan, mengapa masyarakat justru beralih ke Hotel dan Mall saat mati lampu? Apa yang diinginkan oleh masyarakat? Apa yang menjadi gaya hidup masyarakat saat ini?

Sebenarnya, solusi praktis ‘ngadem’ ke mall dan hotel menunjukkan cerminan bagaimana masyarakat menghadapi sebuah permasalahan pemadaman listrik. Ternyata kecenderungan masyarakat masih pada hal-hal yang serba instan, serba ‘enak, dan serba materi. Bisa dikatakan, yang dicari hanya kenikmatan dunia saja.

Ini adalah wujud dari ide hedonisme. Ide yang memuja hal-hal duniawi, materialistik, dan konsumtif. Hedonisme merupakan buah dari sistem yang berasaskan sekulerisme. Sistem yang menyingkirkan peran agama dalam kehidupan. Justru, meninggikan kalimat ‘kebebasan’ untuk hidup di dunia.

Bayangkan ! masyarakat rela merogoh kocek yang tidak sedikit hanya untuk sekedar ‘ngadem’ atau stayvacation secara singkat. Habiskan waktu di Mall dengan beragam kuliner di tengah persoalan yang ada. Inilah wujud dari hedonisme. Dan hedonisme merupakan ide yang lahir dari kapitalisme, toh gaya hidup seperti ini mampu menggemukkan kantong para kapitalis. Lantas, bolehkah muslim mengambil ide hedonisme?

Hedonisme sendiri bertentangan dengan Islam. Ide yang memuja dunia ini tidak mencerminkan hakikat seorang muslim. Dunia bagi seorang muslim harusnya hanya seperti kehidupan yang sementara dan kebahagiaan semu untuk manusia.

Allah SWT berfirman :
”Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan, dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (TQS Al Hadid ayat 20)

Gaya hidup hedonisme seharusnya jauh dari seorang muslim. Ini bertentangan dengan hakikat keimanan pada Allah yang meniscayakan ketaatan total pada-Nya. Gaya hidup muslim seharusnya bercorak ketaqwaan, standar halal haram, memenuhi kebutuhan hidup dengan dasar taqwa.

Contoh gaya hidup muslim sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW. Di masa Rasul, Para Sahabat telah dibina oleh beliau agar memiliki gaya hidup yang penuh dengan ibadah. Tidak lepas dari misi penciptaan manusia, siang-malam dihabiskan untuk taqarrub kepada Allah. Meski demikian, bukan berarti para sahabat tidak mencari nikmat dunia, tetap dicari tapi paham porsinya bahwa nikmat tersebut untuk disyukuri dan dipersembahkan demi meraih ridho Allah saja.

Mereka yakni para sahabat tidak lepas dari standar halal-haram. Bahkan, mereka rela memuntahkan apabila memakan atau meminum sesuatu yang tidak halal baginya. Sebagaimana kisah Abu Dujanah yang menjaga anak-anak dan istrinya yang memakan kurma milik tetangganya. Begitu wara’ seorang Abu Dujanah, yang memperhatikan sekali kaidah perbuatan seorang muslim.

Oleh sebab itu, jika masalah menimpa kaum muslim, meski sekadar pemadaman listrik maka seharusnya masyarakat tidak tergiur dengan gaya hidup hedonis. Tapi, berfikir bagaimana menyelesaikan masalah tersebut, menasehati penguasa agar paham akar masalah tersebut dan mengajak semua untuk kembali pada Islam. Itulah seorang muslim yang mata, telinga, lisan, dan perbuatannya semata-mata untuk Islam. Semoga kondisi masyarakat menjadi lebih baik dengan upaya penyadaran kita yang tak henti tentang Islam. Wallahu a’lam bish shawab. (*)

Billy Bets – Join Billy Bets for non-stop action, big wins, and an unforgettable betting experience anytime, anywhere.