Kulit mulus dan wajah cantik tidak lagi semata-mata identik dengan perempuan. Dunia panggung hiburan dan media perlahan memperluas gambaran tersebut tidak hanya melekat pada tubuh perempuan.
OPINI OLEH : Zulfatun Mahmudah (Mahasiswa S3 Doktor Kajian Budaya dan Media, Universitas Gadjah Mada)
Pergeseran tersebut nampak begitu nyata ketika kita melihat penampilan personil boyband Korea. Sebut saja boyband Bangtan Sonyeondan atau yang kerap disingkat BTS. Beranggotakan tujuh personil, penampilan mereka baik di panggung pertunjukan maupun dalam poster iklan, terbilang sangat cantik sebagai sosok laki-laki. Kemunculan personil boyband Korea dengan tampilan kulit mulus dan wajah cantik, menandai adanya pergeseran konsep femininitas dan maskulinitas.
BTS hanyalah satu dari sekian banyak group boyband Korea dengan tampilan fisik ramping, lembut, fashionable dan bahkan sarat make up. Pada awal kemunculannya, penampilan lembut dan cantik tersebut terkesan kompleks. Namun pada perkembangan berikutnya, masyarakat menjadi terbiasa dengan standar ketampanan ala boyband Korea. Publik bahkan menerima dengan baik hal tersebut. Ini terbukti dari sejumlah penghargaan yang mereka terima. Perpaduan antara suara, gerak, dan rupa yang terkesan feminin, mengantarkan BTS meraih predikat Top Social Artist dari Billboard Music Award yang diterima BTS tiga tahun berturut-turut, 2017, 2018, dan 2019, seperti dikutip kompas.com. (https://entertainment.kompas.com/read/2019/05/02/102241210/bts-raih-penghargaan-top-duogroup-di-billboard-music-awards-2019).
Jung dalam tulisan Ainslie (2017, p. 610) menyebut tampilan baru para personil boyband Korea itu sebagai soft masculinity. Dalam konsep ini, laki-laki tidak lagi digambarkan dengan tubuh yang kekar, alami (tanpa make up), dan garang, seperti gambaran yang kerap ditemui di sejumlah iklan dan film. Publik tidak hanya menemukan sosok maskulin seperti dalam iklan rokok dan produk minuman berenergi yang menampilkan laki-laki berotot dan perkasa. Khalayak juga tidak lagi hanya disuguhi maskulinitas ala film “Rambo” dan “Terminator”, yang identik dengan senjata. Louie (2012, p. 934) menyebutkan bahwa saat ini gagasan maskulinitas direpresentasikan dengan persahabatan dan penuh cinta. Laki-laki tidak lagi tampil dengan konotasi mengancam, tapi lebih digambarkan sebagai sosok lembut dan baik hati.
Soft Masculinity Sebagai Resistensi Konstruksi Sosial
Persoalan maskulinitas, tidak bisa dilepaskan dari perbincangan tentang gender. Fakih (2013, p. 8) menjelaskan konsep gender adalah, suatu sifat yang dilekatkan pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya, perempuan dikenal lemah dan lembut, cantik dan emosional. Sedangkan laki-laki sering dianggap kuat dan perkasa, gagah dan rasional. Ciri dari sifat di atas merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan.
Sebagai sebuah konstruksi, gender kerap dikaitkan dengan identitas feminin dan maskulin. Berdasar pandangan non esensialis, konsep maskulinitas sangat mungkin untuk berubah. Ciri maskulinitas yang sebelumnya hanya diidentikkan dengan tubuh kekar bergeser dengan maskulinitas yang dicitrakan dalam kelembutan. Artinya, konsep maskulinitas juga bisa berubah, tidak selamanya sama persis dengan gambaran umum maskulinitas yang ada, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam representasi media. Konstruksi maskulinitas yang telah dipertontonkan oleh para personil boyband Korea menjadi sebuah resistensi terhadap konsep maskulinitas yang telah dianggap mapan sebelumnya.
Representasi Soft Masculinity dalam Boyband K-Pop
Chafetz (1974) menjelaskan bahwa secara fisik maskulinitas cenderung jantan, atletis, kuat, berani, dan tidak peduli dengan penampilan dan penuaan. Jika dikaitkan dengan penampilan boyband K-pop ciri tersebut memiliki perbedaan. Hal ini bisa dilihat dari berbagai pertunjukan panggung yang ada, baik dalam live show di panggung, di kanal youtube, maupun poster. Ada keseragaman bentuk fisik, meski mereka berasal dari group dan agenci yang berbeda.
Umumnya secara fisik mereka ramping, memiliki wajah tirus dan imut, dan berkulit mulus. Para boy band Korea juga memiliki tata rambut yang hampir sama, memakai ‘poni’ dan berwarna warni sebagai hasil proses pewarnaan. Mereka sangat memperhatikan penampilan dengan warna fashion yang feminine, seperti pink dan berbunga-bunga. Ciri lainnya adalah polesan make up, seperti lipstick dan eyeshadow, serta pemakaian aksesories seperti anting, bahkan bunga untuk riasan kepala. Representasi maskulinitas tersebut bisa dilihat pada sejumlah group band, seperti BTS, SuperM, NCT, Seventeen yang saat ini tengah naik daun di kalangan penggemar musik K-pop.
Penampilan mereka yang jauh berbeda dengan standar ketampanan maskulin pada umumnya, justru mendapatkan animo publik yang luar biasa. Sebut saja V BTS. Penampilannya yang sangat feminine dan cantik, mengantarkan V BTS meraih penghargaan The Best Face in The World 2020, versi Starmometer, sebuah media hiburan yang berbasis di Filipina. Ia bahkan dinobatkan sebagai pria tertampan versi majalah The Independent Critics List by TC Candler. Seperti ditulis kompas.com, berdasarkan data Annual Independent Critics Lists, dua personal BTS, Kim Taehyung atau yang dikenal V BTS dinobatkan sebagai Most Handsome Faces of 2017, sedang Jungkook meraih penghargaan yang sama tahun 2019. (https://www.kompas.com/hype/read/2020/01/11/205004666/v-dan-jungkook-bts-masuk-daftar-30-pria-tertampan-dekade-ini).
Representasi soft masculinity yang menjadi trendsetter baru konsep maskulinitas saat ini, merupakan bentuk percampuran dari berbagai konsep maskulin yang ada sebelumnya. Jung (2011) mengatakan soft masculinity merupakan penggabungan konsep maskulinitas seonbi tradisional Korea Selatan, maskulinitas bishonen Jepang, dan maskulinitas metroseksual global. Bishonen yang biasanya terdapat dalam komik Jepang menggambarkan pria pesolek yang tampan dan menggemaskan.
Sementara metroseksual menggambarkan laki-laki yang tidak garang, mereka lembut, fashionable, dan trendi. Pemunculan feminitas metroseksual ditekankan pada penampilan fisik yang memperindah penampilan laki-laki. Buchbinder (2012, p.iii) mengatakan seorang metrosexual menjaga bentuk tubuhnya agar tetap terlihat bagus dengan pergi ke gym, dan mereka mengeluarkan pendapatan mereka untuk biaya pakaian, dan perawatan tubuh. Mereka tidak lagi takut menggunakan produk kecantikan untuk kulit, wajah, dan rambut. Mengunjungi salon untuk melakukan perawatan tubuh merupakan bagian hidup mereka.
Metroseksual dikenal sebagai maskulinitas yang ditampilkan oleh bintang-bintang Hollywood. Mereka adalah pria dari kalangan atas, rajin berdandan, dan mengagungkan fashion. Selain dipengaruhi oleh dunia global, soft masculinity boyband K-Pop juga mengadopsi dari budaya tradisional Korea Selatan sendiri. Terminologi seonbi dilekatkan pada para pelajar yang belajar teks konfusius untuk membentuk kepribadian sebagai pria yang bijak. Seonbi lebih mengindikasikan ketampanan secara mental bukan tertumpu pada fisik. Hingga saat ini, seonbi masih menjadi gambaran ideal maskulinitas Korea Selatan, yang bertumpu pada gambaran laki-laki yang sopan, berintegritas, terpercaya, loyal, dan juga menggambaran budaya terpelajar.
Pria Cantik dalam Pusaran Industri Budaya
Berbicara ‘pria cantik’ sebagai representasi soft masculinity, tidak bisa dilepaskan dari persoalan industri budaya. Penampilan cantik para personil boyband K-Pop, tidak sekedar terkait visualisasi dunia hiburan di atas panggung. Keberadaan mereka telah menjadi komoditas budaya yang menghasilkan begitu banyak keuntungan finansial.
Dorongan wajah sempurna berkontribusi terhadap peningkatan operasi plastik di Korea Selatan. Survey International Society on Aesthetic Plastic Surgeon terhadap 30 negara di tahun 2016 mengindikasikan, Korea Selatan menduduki peringkat ke-empat dengan jumlah operasi plastik untuk estetika terbesar. Soft masculinity yang direpresentasikan melalui berbagai riasan, juga berdampak signifikan terhadap industri kosmetik laki-laki. Kosmetik yang awalnya banyak dikonsumsi perempuan, kini banyak dikonsumsi laki-laki. Korea Selatan pun menjadi surga baru bagi pria berbagai manca negara yang ingin memanjakan tubuhnya dengan berbagai produk skin care. Pria ‘cantik’ sebagai representasi soft masculinity bukan sekedar terkait dengan dunia panggung dan dunia hiburan, tapi menjadi bagian penting dari persoalan ekonomi dan bisnis. (*)