Opini  

Penjara Overkapasitas, Perlu Efektifitas Sanksi Menjerakan

Rahmi Surainah, M.Pd

Oleh: Rahmi Surainah, M.Pd (Alumni Pascasarjana Unlam Banjarmasin)

TEMPAT tinggal dan makanan gratis meski pengap, bau, dan overkapasitas ya itulah penjara. Saat ini semua tindak kriminalitas berujung sanksi penjara, akibatnya lapas overkapasitas. Hukuman penjara juga tak menjerakan, buktinya ada yang berulang kali masuk penjara.

Overkapasitas penjara seharusnya membuat pemerintah berpikir ulang akan sistem sanksi yang efektif. Bukan malah oper ke sana ke mari memindahkan mereka ke lapas lain. Seperti yang terjadi di Lapas Bontang, Kalimantan Timur dikabarkan Lapas di sana overkapasitas.

Lapas Bontang berupaya untuk mengurangi kelebihan warga binaan. Salah satunya dengan memindahkan WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan) ke Lapas lain. WBP dibawa dari Lapas Bontang ke Lapas Narkotika Teluk Bayur Samarinda 20 WBP, kemudian di Lapas Samarinda 20, dan Lapas Tenggarong ada 6 orang.

Baru beberapa waktu lalu terdapat 46 WBP yang dipindah. Belum juga lama informasinya pekan depan akan kembali dapat WBP dari luar jumlahnya sampai 90 WBP. Dari Samarinda ada 50, dan Balikpapan 40 WBP.

Tidak salah kalau Lapas Bontang merupakan penjara paling padat di Kaltimtara, bahkan peringkat pertama paling padat di Kaltim. Kapasitas yang harusnya diisi 300an orang, kini membengkak 4 kali lipat. Kapasitas ideal di Lapas hanya 376 orang, namun kini sudah dihuni 1.635 narapidana. Membludaknya WBP memaksa petugas memutar otak. Selain rawan penularan penyakit, ongkos operasional juga membengkak.(Klikkaltim.co, 25/5/2023)

Akibat Penjara Tak Menjerakan

Dalam negara demokrasi kapitalis memang tindak kejahatan semakin subur. Paham sekulerisme, asas kebebasan dan materialistik membuat sebagian masyarakat jatuh dalam tindak kriminalitas. Hukuman pun ringan, hanya masuk penjara tetapi tidak membuat efek jera. Akhirnya ada napi yang berulang keluar masuk mengulang kasus kejahatan yang sama.

Masyarakat pun sangsi akan sistem hukum saat ini. Di dalam Lapas pun tindak kejahatan bisa terjadi, bahkan polisi yang dipercaya kadang sebagai pelaku kejahatan. Sistem kepolisian yang korup dan peradilan ribet kadang berujung kejanggalan, akibatnya kasus berlalu tanpa keadilan.

Apalagi kasus korupsi sering ditemui pemberlakuan spesial. Tak heran Lapas overkapasitas dan berkelas sesuai status tindak kejahatan. Jika demikian bagaimana Lapas tidak overkapasitas?

Dalam sistem sekuler, pengertian dan standar keadilan ditentukan oleh akal manusia. Mereka menetapkan ketentuan hukum dan sanksi bagi pelakunya berdasarkan kemauan nafsu dan tidak sedikit pesanan. Sistem peradilan juga memberikan hak berupa grasi, amnesti, dan abolisi serta rehabilisasi.

Dalam sistem peradilan sekuler, baik presiden, gubernur, dan para mentri tidak dapat didakwa atas kesalahan atau kekeliruan kebijakan mereka. Masyarakat tidak dapat mengajukan mereka ke pengadilan meski kebijakannya nyata keliru. Masyarakat hanya bisa mengeluh, andai bersuara untuk mengkritik pun sudah mulai ditindak karena ujaran kebencian atau penghinaan.

Sistem Peradilan dalam Islam

Berbeda dengan sistem sanksi (peradilan) dalam Islam yang dapat memberikan keadilan bagi seluruh umat manusia. Muslim atau nonmuslim, kaya atau miskin, rakyat atau pejabat termasuk pemimpin negara sekalipun.

Dalam Islam, syariah menjadi standar untuk menentukan kejahatan dan sanksinya. Dengan pijakan hukum syara’ para hakim (Qadhi) akan memberikan putusan hukum yang adil kepada seluruh anggota masyarakat.

Dalam Daulah Khilafah tidak ada pemisahan antara peradilan sipil dan syariah karena semua putusan hukum diberikan dengan menggunakan dasar Syariah Islam. Maka jelas keadilan akan terwujud di tengah masyarakat hingga seluruh Undang-undang tekait peradilan, definisi kejahatan dan sejenisnya, hukum pembuktian, jenis sanksi, hak pengampunan, dll semuanya didasarkan pada Syariah Islam.

Sistem peradilan dalam Islam tidak berbelit. Seseorang pun tidak bisa dianggap bersalah sampai terbukti. Terlebih dalam sistem Islam tidak ada seorang pun yang tidak bisa diajukan ke pengadilan termasuk penguasa. Qadhi Madzalim dari Mahkamah Madzalim akan menyidang kasus-kasus yang melibatkan penguasa atas kekeliruan kebijakan yang diambil. Qadhi Madzalim juga berhak menghukum dan memberhentikan penguasa.

Daulah Khilafah akan membangun masyarakat dengan dasar akidah Islam yakni takwa kepada Allah. Masyarakat akan senantiasa diliputi nuansa ketaatan pada Syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan, baik individu, keluarga, masyarakat, dan bernegara. Masyarakat akan terhindar dari tindak kriminalitas karena sistem peradilan yang bersifat preventif dan kuratif.

Di samping itu, Khilafah menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok bagi setiap warganya sehingga dorongan untuk melakukan tindakan kriminal berkurang dengan sendirinya. Hukuman dalam Islam seperti potong tangan bagi pencuri, qishas bagi pembunuhan disengaja, rajam bagi pezina muhshan, jilid bagi pezina ghairu muhsan, dll akan membuat orang berpikir ribuan kali sebelum bertindak. Efek jera sekaligus menjadi pencegah tentu akan membuat tindak kriminal minim. Rakyat pun tenang dan aman karena pemerintah yang adil. Wallahu’alam. (*)