Menakar Berantas Kekerasan Seksual dengan Satgas PPKS di Dunia Kampus

Rahmi Surainah, M.Pd alumni Pascasarjana Unlam Banjarmasin. (*/ist)

Halokaltim – Demi mencegah kekerasan seksual di Kampus Universitas Mulawarman (Unmul) Kalimantan Timur (Kaltim), Satgas PPKS (Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual) punya program memberikan sosialisasi dan edukasi. Dalam program tersebut, satgas memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang cara menghadapi kekerasan seksual, termasuk melakukan proses hukum.

Satgas PPKS Unmul menggelar roadshow bertajuk “Sosialisasi Mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus”. Agenda tersebut dilakukan secara hybrid sejak Kamis lalu (25/5) hingga Rabu (31/5) yang terbagi ke dalam empat tim pelaksana. Selain bertandang ke Rektorat Unmul, terhitung sebanyak tiga belas fakultas telah mereka sambangi selama kegiatan tersebut berlangsung.

Haris Retno selaku pimpinan Satgas sekaligus dosen Fakultas Hukum (FH) juga menjadi advokat di Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) FH Unmul. Dia menyerukan seluruh warga Unmul yang merasa menjadi korban atau melihat kekerasan seksual, untuk tidak ragu melapor ke Satgas PPKS. Satuan tersebut telah menandatangani surat pernyataan bermaterai untuk menjaga kerahasiaan identitas korban. Para saksi mata pun diharapkan dapat membantu korban dalam menyelesaikan masalahnya.

Urgensi Satgas PPKS di Kampus

Unmul membentuk Satgas PPKS pada September 2022 lalu. Bermula sejak kasus Unmul pernah diterpa isu miring mengenai kekerasan seksual. Isu itu mencuat setelah salah seorang oknum dosen Fakultas Kehutanan dipolisikan karena diduga melakukan tindakan amoral kepada tiga mahasiswinya. Peristiwa ini terjadi pada April 2022. Kini, dosen tersebut tengah diproses hukum.

Penanganan kasus tersebut disebut sempat menemui banyak kendala. Salah satu masalahnya adalah tidak ada Satgas PPKS. Padahal, satuan tersebut merupakan amanat dalam Permendikbudristek 30/2021 tentang PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Salah satu tugas Satgas PPKS di kampus adalah memastikan mahasiswa yang menjadi korban kekerasan seksual melanjutkan pendidikan. Satgas PPKS juga bisa merekomendasikan penghentian tugas terduga pelaku kekerasan seksual di Unmul. Rekomendasi tersebut disampaikan kepada rektor Unmul melalui surat. Upaya ini dilakukan untuk menghindari penyalahgunaan jabatan yang dapat menghalang-halangi penangan kasus. Kepastian kerja terduga pelaku diperoleh setelah penyelidikannya rampung. Jika terbukti melakukan kekerasan seksual, pelaku dapat diberhentikan selamanya.

Retno menyebutkan, kasus kekerasan seksual di kampus mayoritas terjadi saat bimbingan skripsi. Pasalnya, pada momen ini, dosen pembimbing kerap merasa berkuasa atas kelulusan mahasiswa. Oleh karena itu, Permendikbud 30/2021 memberikan arahan tentang tata kelola khusus terkait bimbingan skripsi. Yakni bimbingan skripsi tidak boleh dilakukan di luar jam dan area kampus kecuali untuk situasi-situasi tertentu. Senat Unmul tengah membentuk regulasi turunan mengenai peraturan tersebut. Jika sudah rampung, regulasi tersebut diemplementasikan dalam bentuk peraturan akademik.

Persoalan Sistemik

Demikianlah runtuhan terbentuknya Satgas PPKS di kampus. Pelecehan atau kekerasan seksual di kampus tentu menjadi catatan hitam bagi dunia pendidikan. Apalagi pelaku seksual tersebut merupakan pendidik alias dosen di perguruan tinggi. Sungguh integritas dosen dipertanyakan. Termasuk perguruan tinggi yang mencetak generasi sebagai agend pengubah masyarakat. Akankah dengan dibentuknya Satgas PPKS dalam dunia kampus maka pelecehan atau kekerasan seksual berhenti?

Kekerasan atau pelecehan seksual di kampus sebenarnya merupakan persoalan sistematis. Bermula dari asas pendidikan yang memisahkan nilai agama dari kehidupan membuat kurikulum dan proses belajar mengajar jauh dari nilai agama. Mata kuliah agama sedikit, dunia kampus lebih berfokus pada nilai sehingga orientasi pendidikan bergeser hanya pada materi.

Sepatutnya kasus kekerasan seksual yang semakin marak apalagi masuk dalam dunia kampus mendorong negeri ini untuk memperbaiki tata pendidikan dan sistem pergaulan di masyarakat. Jangan sampai negara salah dalam membuat aturan dan mengambil langkah terhadap pencegahan kekerasan seksual. Misalnya, melarang pelecehan atau kekerasan seksual tapi membolehkan seks bebas karena tidak ada unsur paksaan.

Satgas PPKS hanya sebagai wadah ketika sudah terjadi pelecehan atau kekerasan seksual. Andai pencegahan dilakukan dengan sosialisasi atau edukasi namun bagaimana dengan rangsangan yang berasal dari media. Belum lagi kondisi keluarga, masyarakat, dan negara turut andil dalam upaya pencegahan pelecehan atau kekerasan seksual tersebut. Oleh karena itu, dibentuknya Satgas PPKS tidaklah cukup. Perlu solusi sistematis dalam hal ini, yakni aturan yang benar-benar melindungi manusia, yakni Islam jawabnya.

Islam Cegah Pelecehan dan Kekerasan Seksual

Kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang semakin marak termasuk dalam dunia kampus sepatutnya mendorong negeri ini untuk memperbaiki tata pergaulan dan menghapus beragam nilai liberal. Seperti aturan bergaul yang membolehkan pacaran dan gaul bebas. Cara berpakaian yang tidak senonoh, serta berbagai nilai kebebasan lainnya termasuk atas nama HAM tidak melarang zina jika suka sama suka.

Jangan sampai negara hanya seakan masuk dalam ranah pelecehan atau kekerasan seksual jika sudah mengadu tetapi penyebabnya awal mulanya tidak dihilangkan. Perlu peran negara dalam hal preventif dan kuratif tidak hanya mencegah kekerasan seksual terjadi tetapi juga pelecehan dan penyimpangan seksual (LGBT).

Di dalam Islam laki-laki dan perempuan diperintahkan untuk sama-sama menjaga kehormatan diri dari segala perbuatan maksiat. Sebagai contoh, Islam memiliki aturan menutup aurat bagi wanita, memerintahkan untuk tetap berada di dalam rumah jika tidak memiliki keperluan syar’i, melarang bertabarruj (berhias berlebihan) dan khalwat (berduaan dengan lawan jenis yang bukan muhrim).

Kemudian pihak laki-laki Allah perintahkan untuk menundukkan pandangan dan bersegera menikah atau berpuasa. Semuanya adalah bukti bahwa hanya Islam agama sekaligus sistem yang memiliki aturan pergaulan mencegah kekerasan dan pelecehan seksual.

Permasalahan seksual perlu solusi sistemik baik dari keluarga, masyarakat, dan negara. Dalam kehidupan sekuler berbagai regulasi termasuk Satgas yang dibentuk tidak akan mampu mengurangi apalagi mencegah pelecehan, kekerasan dan penyimpangan serta kejahatan seksual.

Sesungguhnya hanya Islam yang akan memberikan perlindungan dari berbagai kasus kejahatan seksual. Melalui upaya preventif dengan menerapkan sistem pergaulan Islam. Melalui langkah kuratif yang akan memberikan sanksi sehingga membuat jera para pelaku termasuk mencegah munculnya kasus serupa. Tidak hanya itu, Islam pun akan mengkondisikan sistem lainnya (ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan, media, dsb) agar berjalan sesuai dengan aturan Ilahi.

Dengan diterapkannya aturan Islam secara sistemik melalui negara maka polemik kekerasan berupa pelecehan, kekerasan, dan penyimpangan seksual akan terselesaikan termasuk dalam dunia kampus. Kampus akan kembali kepada hakikatnya, yakni menjadi mercusuar pengubah masyarakat dan kontrol bagi negara.
Wallahu’alam…