Opini  

Blue Economy Benarkah Menguntungkan Pribumi?

Diana Damai P, S.Hut

Oleh : Diana Damai P, S.Hut

PENGEMBANGAN ekonomi biru di kabupaten Berau tentu menjadi harapan baru bagi warga setempat akan peningkatan ekonomi dan kesejahteraan rakyat lokal mengingat jaraknya yang cukup jauh dengan kota lain di Kaltim. Selain potensi wisata alam yang indah dan exotic bertaraf dunia kabupaten Berau juga memiliki sumberdaya kelautan melimpah  Seperti terumbu karang, hutan mangrove dan Padang lamun.

Melihat potensi SDA dan wisata bahari yang besar ini kabupaten Berau ditetapkan sebagai kawasan blue economy bahkan kepulauan  Maratua di kabupaten ini dipilih sebagai pilot project dalam program pengembangan ekonomi biru oleh kementrian kelautan dan perikanan (KKP). Gagasan konsep dari Tim Percepatan Pengembangan Strategis Kepariwisataan Kepulauan Maratua ini diluncurkan sejak 17 Januari 2023 yang dihadiri Utusan Khusus Presiden Seychelles untuk ASEAN Nico Barito dan Bupati Berau Sri Juniarsih, di Samarinda. Konsep usaha yang dianggap nir limbah ini diharapkan akan menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat pesisir dengan pemanfaatan berkelanjutan sumber daya laut untuk pertumbuhan ekonomi, peningkatan mata pencaharian dan pekerjaan, dan kesehatan ekosistem laut.(antaranews.com 17/01/2023)

Konsep pembangunan ekonomi biru yang sejatinya sudah dirancang sejak 2021 pada konferensi perubahan iklim (COP26) ini juga mengundang kekhawatiran dari sejumlah kalangan akan timbulnya dampak negatif dari aspek sosial dan politik yang sering luput dari perhatian negara.

Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dani Setiawan mengingatkan penerapan konsep ekonomi biru dalam beragam program sektor kelautan jangan berorientasi hanya kepada pembangunan materi atau fisik semata,tetapi konsep blue economy harus mempertimbangkan kondisi ekologi dan daya dukung lingkungan pesisir dan laut. Menurutnya implementasi ekonomi biru tersebut harus berpegang pada sejumlah hal penting, antara lain keterlibatan rakyat dalam penguasaan wilayah pesisir, sehingga mengelolaannya sesuai dengan karakteristik dan nilai-nilai lokal. (Antaranews.com 09/11/2021)

Pemerintah mengharapkan penetapan kabupaten Berau sebagai kawasan blue economy ini dapat menjadi sumber pendapatan daerah bahkan sekala nasional. Karena konservasi  terumbu karang  mangrove dan lamun yang melimpah yang dimiliki Berau dapat dimanfaatkan untuk menurunkan emisi karbon dalam jumlah besar. Sehingga memiliki nilai jual yang tinggi bagi negara lain yang membutuhkan. Terumbu karang sendiri diketahui mampu menurunkan emisi karbon 11 kali lebih tinggi dibandingkan hutan tropis. Sedang Kaltim pernah menjadi satu satunya daerah yang mendapat dana hibah dari bank dunia karena berhasil menurunkan emisi karbon dari hutan tropis.

Kekhawatiran akan dampak kerusakan sosial dan ekologi masyarakat lokal sangatlah beralasan bila orientasi keuntungan materi seperti ini yang menjadi acuan pengembangan ekonomi biru yang digalakkan oleh pemerintah. Karena meskipun pengembangan ekonomi biru ini dianggap sebagai bidang usaha zero waste oleh gubernur Isran Noor namun tidak bisa dipungkiri bahwa pembangunan pariwisata dikawasan ini akan membawa dampak kerusakan lingkungan dan tatanan sosial masyarakat sekitar. Penebangan hutan dan pembukaan lahan mangrove untuk pembangunan hotel – hotel apung dan resort-resort seta sarana wisata lainnya akan merusak kawasan mangrove dan lamun.

Selain itu dengan program pengembangan ekonomi biru ini pemerintah akan melakukan perluasan wilayah konservasi terumbu karang hal ini akan mempersempit wilayah tangkapan ikan bagi para nelayan setempat, jarak tangkapan akan semakin jauh sementara kapasitas dan fasilitas yang dimiliki nelayan sekitar kepulauan Maratua masih terbatas. Pendapatan para nelayan akan makin menurun karena alat tangkap dan penggunaan kapal pun akan dibatasi. Padahal hingga saat ini banyak nelayan yang tergolong ekonomi miskin.

Pengelolaan SDA kelautan dalam syariat Islam 

Sumber Daya Alam Kelautan memiliki manfaat jangka panjang dan sangat penting kelestarian ekologi didalamnya bagi kehidupan manusia. Karena itu Islam menggolongkan laut sebagai kekayaan milik rakyat ( umum) yang tak boleh diprivatisasi atau diserahkan pengelolaannya kepada pihak swasta atau investor asing. Dalam hadist Rasulullah bersabda: “Kaum muslimin berserikat pada 3 perkara  : Padang rumput, air dan api ” (HR.Abu Daud dan Ahmad)

Dalam syariat Islam pengelolaan SDA kelautan dan perikanan harus dibawah tanggung jawab negara secara langsung tidak boleh diserahkan kepada pihak swasta atau pihak asing dalam hak penguasaannya. Karena seluruh hasil pengelolaan ini akan dikembalikan kepada rakyat untuk kesejahteraan dan kemakmuran kehidupan masyarakat luas.

Negara akan menjalankan pengelolaan ini sebagai wakil dari pemilik kekayaan bahari ini yaitu rakyat nya sendiri sekaligus sebagai pengayom rakyat. Tidak boleh ada privatisasi swasta atau kerjasama komersil dengan pihak asing.

Asas kelestarian lingkungan dan menjaga ekologi laut juga akan diperhatikan oleh negara dalam konsep syariat Islam , bila tidak ada kebutuhan mendesak untuk pembukaan lahan mangrove dan lamun atau  eksplorasi besar sumber daya laut  maka tidak perlu dilakukan.

Sudah saatnya mengembalikan pengelolaan sumberdaya laut dengan prinsip mewujudkan pemeliharaan karunia dari Allah SWT. Karena mengelola laut adalah perintah mulia dari sang Khaliq dan mandat yang harus dijalankan dengan kesadaran keimanan bukan sekedar orientasi ekonomi mengambil keuntungan materi semata.

“Dan dialah Allah yang menundukkan lautan ( untukmu) , agar kamu dapat memakan darinya daging yang segar (ikan) , dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari ( keuntungan)  dari karunia-Nya , dan supaya kamu bersyukur ” ( Q.s An-Nahl (16):14 ). Wallahua’lam. (*)