Opini oleh: Rahmi Surainah, M.Pd (Alumni Pascasarjana Unlam)
TEPAT pada 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh. Seperti biasa kaum buruh kembali bergemuruh menyuarakan nasibnya lewat demo. Di Kalimantan Timur demo terjadi di beberapa daerah, Balikpapan, Samarinda, Kukar, Berau, dan beberapa daerah lain.
Di Balikpapan ratusan buruh dari berbagai serikat, melakukan aksi orasi peringatan May Day di Depan Kantor DPRD Balikpapan, Senin pagi (1/5/2023). Dari aksi itu, para buruh meminta agar pemerintah merevisi nilai upah minimum kota (UMK) karena dinilai masih terlalu rendah. Para buruh juga menuntut penyerapan tenaga kerja lokal pada proyek strategis nasional yang dinilai masih sangat minim. (Beritasatu.co, 1/5/2023)
Di tengah tuntutan di atas, ada lagi nasib buruh yang memprihatinkan. Yakni di Kutai Barat, Kaltim. Dikabarkan PT Thiess Contractors Indonesia melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ratusan karyawan sejak beberapa bulan terakhir. Ini dilakukan menyusul menipisnya area tambang batu bara PT Teguh Sinar Abadi (TSA), selaku pemilik konsesi tambang yang mereka garap di Kubar. PHK tersebut dilakukan bertahap.
Anggota Komisi I DPRD Kubar Suharna yang hadir dalam pertemuan bersama manajemen PT Thiess membahas PHK, baru-baru ini menyebutkan, dari total seribu karyawan nantinya ada pengurangan 200 karyawan secara bertahap. Dalam pertemuan itu, manajemen PT Thiess menyepakati agar karyawan lokal tidak ada yang dilakukan PHK. Jika di-PHK akan dilakukan secara bertahap. (Kaltimpost.jawapost, 27/4/2023)
Nasib Buruh Semakin Terpuruk
Demikianlah demo buruh yang selalu bergemuruh menyuarakan nasib mereka. Setiap Kegemuruhan buruh lewat aksi May Day menunjukkan negara gagal mewujudkan kesejahteraan bagi buruh. Apalagi yang terjadi di Kubar, PHK di tengah kesulitan hidup tentu akan berdampak bagi ekonomi dan sosial masyarakat. Sungguh nasib buruh semakin terpuruk dalam sistem kapitalisme sekuler saat ini.
Sistem kapitalisme meniscayakan undang-undang yang dibuat berdasarkan hawa nafsu dan kepentingan pengusaha. Keberpihakan penguasa pun abai terhadap buruh, sebaliknya condong kepada para kapital.
Demikianlah sistem kapitalis yang berdasarkan asas manfaat, termaksud dalam pengurusan ketenagakerjaan. Dalam sistem ini pengusaha senantiasa memberikan upah seminim-minimnya dan memaksimalkan tenaga semaksimalnya. Begitupun dengan pembagian waktu, sehingga tidak ada keseimbangan antara upah, tenaga, dan waktu yang diberikan perusahaan kepada pekerjanya. Sungguh ironis nasib para pekerja dieksploitasi tanpa prestasi berupa kesejahteraan.
Sistem Islam Jamin Pekerja Sejahtera
Dalam Islam kewajiban bekerja ada pada suami. Negara akan menjamin kebutuhan setiap warganya, termasuk memberikan lapangan pekerjaan.
Syariah Islam menganggap pekerja (ajir) adalah setiap orang yang bekerja dengan gaji (upah) tertentu, baik yang memperkerjakan (musta’jir)-nya pribadi, jamaah, maupun negara. Karena itu pekerja mencakup orang yang bekerja dalam bidang kerja apa pun yang ada dalam pemerintahan Islam, tanpa membedakan apakah pegawai negara maupun pekerja lain.
Selain mengatur masalah waktu, Islam pun mengatur masalah upah. Upah dalam Islam disebut ujrah. Upah adalah hak pemenuhan yang harus dikeluarkan dan tidak boleh diabaikan oleh para majikan atau pihak yang memperkerjakan.
Rasulullah Saw bersabda:
“Berikanlah pekerja upahnya sebelum keringatnya kering” (HR. Ibnu Majah).
Hadits tersebut memerintahkan untuk bersegera menunaikan hak pekerja setelah menyelesaikan pekerjaannya. Jika menunda pembayaran gaji padahal mampu maka suatu kezaliman.
Upah adalah bentuk kompensasi atas jasa yang telah diberikan tenaga kerja. Islam memberi aturan terhadap pengupahan tenaga kerja secara baik, yakni harus memenuhi prinsip adil dan mencukupi. Islam menentukan proses pemberian upah berasal dari dua faktor, objektik dan subjektif. Objektif adalah upah yang ditentukan melalui penilaian tingkat upah di pasar tenaga kerja. Sementara Subjektif, upah ditentukan melalui pertimbangan-pertimbangan sosial. Maksud pertimbangan-pertimbangan sosial adalah nilai-nilai pertimbangan tenaga kerja.
Prinsip tersebut terangkum dalam hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan Imam Al-Baihaqi: “Berikanlah kepada pekerja sebelum kering keringatnya, dan beritahukan ketentuan gajinya, terhadap apa yang dikerjakan.”
Dengan diterapkannya sistem Islam dalam pengaturan urusan buruh dan tenaga kerja, maka bisa dipastikan tidak akan didapati perlakuan tidak adil, kebutuhannya pun tentu akan tercukupi.
Islam pun akan mengelola SDAE dengan benar sehingga bisa dinikmati oleh masyarakat berupa pendidikan, kesehatan dan layanan umum murah bahkan gratis berkualitas. Masyarakat termasuk buruh akan sejahtera tanpa menuntut para pengusaha atau yang memperkerjakan.
Selanjutnya, penguasa dalam Islam akan menjadi penengah jika terdapat perlakuan yang melanggar hukum Islam terkait muamalah. Sudah saatnya masyarakat termasuk kaum buruh menyadari bahwa hanya Islam solusi atas permasalahan dan menjamin kesejahteraan.
Wallahua’lam. (*)