Oleh: Djumriah Lina Johan (Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)
Halokaltim – Bupati Berau Sri Juniarsih, pastikan pihaknya tidak akan tinggal diam dengan adanya ancaman kehilangan 160 guru di tahun 2024.
Dia berjanji akan melakukan evaluasi dan pengawasan terkait proses permintaan solusi Dinas Pendidikan Berau kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) yang hingga kini belum memperlihatkan adanya titik terang.
Sementara Penjabat (Pj) Sekretaris Kabupaten Berau Agus Wahyudi, menyebut, dalam mengatasi persoalan ini langkah awal yang akan pihaknya lakukan ialah memantau distribusi tenaga pengajar apakah sudah merata atau tidak.
“Saya akan lihat lagi distribusi guru. Kita lihat apakah jangan-jangan justru menumpuk di perkotaan. Kalau memang didapati menumpuk, kita akan urai,” tuturnya.
Sebelumnya, Sekretaris Dinas Pendidikan Berau, Ambo Sakka, menjelaskan bahwa Berau akan mengalami defisit atau kekurangan guru. Setidaknya pada 2023 sebanyak 60 guru akan memasuki masa pensiun atau ada yang meninggal dunia. Pada 2024 mendatang pun, Berau kembali mendapat ancaman kekurangan guru sebanyak 100 orang. (Berau Post, Kamis, 6/4/2023).
Krisis guru sebagaimana pemberitaan di atas patut untuk dipertanyakan. Sebab, sejatinya guru bisa diambil dari P3K atau tenaga honorer yang selama ini mengabdi mendidik di sekolah namun tak kunjung diangkat sebagai PNS atau ASN.
Namun sayang, inilah realitas kehidupan ala sistem sekuler kapitalis. Nasib guru honorer dan guru P3K pun selama ini memperihatinkan. Penundaan gaji dan potongan honor terhadap honorer dan pegawai P3K bisa berlangsung berbulan-bulan lamanya. Padahal gaji yang dijanjikan pun kecil. Tak mampu mencukupi kebutuhan hidup. Alasannya karena anggaran daerah tidak cukup. Nampaklah jelas apabila negara telah gagal menyejahterakan guru.
Berbeda dengan sistem kapitalisme sekuler, dalam sistem Islam, Negara Khilafah Islamiyah memberikan penghargaan tinggi termasuk memberikan gaji yang melampaui kebutuhan guru.
Diriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah, dari Sadaqoh ad-Dimasyqi, dari al-Wadl-iah bin Atha; bahwasanya ada tiga orang guru di madinah yang mengajar anak-anak, dan Khalifah Umar bin Khaththab memberi gaji lima belas dinar (1 dinar = 4,25 gram emas; 15 dinar = 63.75 gram emas; bila saat ini harga 1 gram emas Rp800rb saja, berarti gaji guru pada saat itu setiap bulannya sebesar Rp51.000.000).
Subhanallah, dalam sistem Khilafah Islamiyah para guru akan terjamin kesejahteraannya. Ini tentu menjadikan guru bisa memberi perhatian penuh dalam mendidik anak muridnya tanpa dipusingkan lagi untuk mencari tambahan pendapatan, seperti banyak dialami guru honorer hari ini.
Ibnu Hazm dalam kitab Al Ahkaam menjelaskan, seorang kepala negara (Khalifah) berkewajiban memenuhi sarana-sarana pendidikan, sistemnya, dan orang-orang yang digaji untuk mendidik masyarakat.
Jika kita melihat sejarah kekhilafahan Islam, maka kita akan melihat perhatian para Khalifah terhadap pendidikan rakyatnya sangat besar, demikian pula perhatiannya terhadap nasib para pendidiknya.
Banyak hadis Rasul yang menjelaskan perkara ini, di antaranya: “Barang siapa yang kami beri tugas melakukan suatu pekerjaan dan kepadanya telah kami berikan rezeki (gaji/upah/imbalan), maka apa yang diambil selain dari itu adalah kecurangan.” (HR Abu Daud)
“Barang siapa yang diserahi tugas pekerjaan dalam keadaan tidak memiliki rumah, maka hendaklah ia mendapatkan rumah. Jika ia tidak memiliki istri, maka hendaklah ia menikah. Jika ia tidak memiliki pembantu, maka hendaklah ia mendapatkannya. Bila ia tidak memiliki hewan tunggangan, hendaklah ia memilikinya. Dan barang siapa yang mendapatkan selain itu, maka ia telah melakukan kecurangan.”
Dengan demikian jelaslah, kesejahteraan guru dalam naungan Khilafah Islam sangat dijamin. Selain mereka mendapatkan gaji yang sangat besar, mereka juga mendapatkan kemudahan mengakses sarana-prasarana untuk meningkatkan kualitas kemampuan mengajarnya.
Hal ini akan menjadikan guru bisa fokus menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pencetak SDM yang dibutuhkan negara untuk membangun peradaban agung dan mulia.
Hanya dengan Khilafah Islamiyahlah problematik pendidikan, termasuk mewujudkan kesejahteraan guru, dapat terwujud dengan baik dan sempurna. Dalam naungan Khilafah Islamiyah, Insya Allah derita para guru secara umum akan berakhir. Sehingga tak akan didapati pada sistem ini polemik krisis guru. Wallahu ‘alam. (*)