Opini  

BLT Subsidi BBM  Sebagai Sarana Peredam Kekecewaan Masyarakat

Fuaidil Anwar

Opini Oleh: Fuaidil Anwar (ASN pada Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kalimantan Timur)

DUARRR. Harga BBM resmi diumumkan naik pada hari Sabtu tanggal 3 September 2022, berita ini tersebar di seluruh media baik media online dan media sosial di seluruh Indonesia membuat  masyarakat yang sudah cemas di minggu-minggu sebelumnya langsung merasakan kecewa.                 Kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga BBM  merupakan kebijakan yang terbilang berani, terlebih menjelang tahun politik. Banyak yang berspekulasi apakah ini kebijakan ini diambil karena memang belanja subsidi APBN sudah sangat menipis sehingga sangat mendesak atau karena sudah tidak ada beban psikis untuk keterpilihan pemerintahan dalam pilpres mendatang.

Kebijakan ini  menjadi topik utama  pembicaraan yang berujung pada pro kontra di kalangan  masyarakat. Seperti kota besar lainnya di Indonesia, di Kota Samarinda,  efek kebijakan kenaikan BBM ini  membuat masyarakat meluapkan kekecewaan melalui beberapa kali demonstrasi baik dari kalangan mahasiswa maupun pekerja.

Dikutip dari situs kemenkeu.go.id, Pemerintah telah mengambil kebijakan kenaikan BBM agar beban pengeluaran dari sumber APBN tepat sasaran, terutama untuk belanja subsidi, secara total belanja subsidi untuk BBM naik dimana Pemerintah telah menaikkan anggaran subsidi dan kompensasi BBM tahun 2022 lebih dari tiga kali lipat, dari Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun. Namun, jika konsumsi BBM melebihi kuota subsidi, diperkirakan anggaran tersebut tidak akan cukup lagi. Anggaran subsidi dan kompensasi BBM akan membengkak lebih besar lagi.

Mirisnya, Belanja APBN berupa Belanja subsidi dan Belanja kompensasi yang sangat besar itu justru lebih banyak dinikmati oleh masyarakat mampu. Dilansir dari media keuangan Kementerian Keuangan, Rumah Tangga Mampu menyerap 80% konsumsi pertalite, sedangkan Rumah Tangga Miskin dan Rentan hanya menyerap 20% saja artinya, subsidi yang diberikan salah sasaran. Langkah pemerintah untuk memperbaiki subsidi salah sasaran menjadi tepat sasaran dilakukan dengan cara mengalihkan anggaran subsidi dan kompensasi BBM menjadi BLT BBM bagi masyarakat yang rentan dan miskin. Pengeluaran APBN untuk Belanja kompensasi dapat dinikmati oleh mayoritas Rumah Tangga Miskin dengan memberi kebijakan berupa bantuan subsidi BBM sebesar Rp. 600 ribu rupiah yang dibagikan selama 3 bulan dengan pelaksanaannya sudah dimulai dari Bulan September 2022 di seluruh kota-kota provinsi di Indonesia termasuk Kota Samarinda. Dikutip dari TVOnenews.com, di Kota Samarinda ada delapan kelompok masyarakat yang berhak menerima bantuan, diantaranya masyarakat miskin yang terhimpun dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial ( DTKS) sebanyak 19.559 orang, Ojek Online dan Pangkalan 6.000 orang, Supir Angkot 600 orang, Buruh terkena PHK 128 orang, Nelayan 778 orang, Pembudidaya 786 orang,  Pedagang 150 orang dan motoris tambangan di Pelabuhan Pasar Pagi 50 orang.

Dari sisi masyarakat, dengan bantuan 600 ribu selama empat bulan dimana perbulan masing-masing hanya Rp. 150 ribu, jadi apabila dibagi rata-rata perhari hanya memperoleh Rp. 5 ribu , memang terkesan amat kecil dan sudah pasti masih menyisakan kekecewaan masyarakat dengan alasan uang sejumlah tersebut tidak dapat menutupi sepenuhnya dari berbagai kenaikan harga barang yang terjadi mulai harga barang pokok, transport sebagai imbas kenaikan BBM.

Angka tersebut merupakan jumlah yang sama masing-masing provinsi , dimana harga kebutuhan belanja rumah tangga di tiap-tiap provinsi atau wilayah sangat berbeda. Hal tersebut seharusnya menjadi kajian pemerintah berikutnya dalam mengambil kebijakan dimana seharusnya memperhatikan beberapa komponen, bukan dengan besaran yang sama , misalnya : individu yang telah berkeluarga atau yang belum berkeluarga, begitu juga lokasi di mana harga-harga produk terutama pangan yang terkadang berbeda antara satu provinsi dengan provinsi lainnya begitu juga kota dengan kota lainnya.

Namun mari kita sadari, bahwa tujuan pemerintah menaikkan harga BBM dan memberikan kompensasi adalah meringankan bukan membantu kebutuhan masyarakat dari A sampai Z, program ini sekaligus  sebagai sarana peredam kekecewaan yang beriringan dengan proses edukasi secara perlahan agar tidak timbul gejolak di masyarakat.  Di sisi lain, diharapkan kita kembali kepada sense of belonging terhadap negara tercinta, dimana kita sama-sama menjaga APBN agar tidak collapse karena terlalu banyak belanja untuk subsidi atau kekeliruan pengalokasian belanja subsidi yang tidak tepat sasaran. (*)