Oleh: Djumriah Lina Johan (Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)
KEBERADAAN bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite dan bio solar di Kabupaten Kutai Timur (Kutim), bisa dikatakan langka. Pasalnya, kedua BBM yang kini ditetapkan sebagai jenis bahan bakar khusus penugasan (JBKP), setiap harinya tidak selalu tersedia. Bahkan dari 4 (empat) Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) yang ada di kota Sangatta, stok ketersediaan pertalite dan bio solar hanya tersedia di jam-jam tertentu saja.
Menyikapi kelangkaan tersebut, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kutim menginisiasi pertemuan dengan sejumlah stakeholder yang berkaitan dengan penyediaan BBM pertalite dan bio solar. Di antaranya, Polres Kutim, Satpol PP Kutim, Bagian Ekonomi Setkab Kutim, Pertamina dan perwakilan SPBU yang ada di Sangatta, bertempat di kantor Bupati Kutim, Rabu (11/5/2022).
Dalam rapat koordinasi tersebut, beberapa poin penting diambil dan dianggap mampu menjadi solusi dalam mengatasi permasalahan kelangkaan pertalite dan bio solar di Kutim.
“Sudah ada kesepakatan, Disperindag bersama bagian ekonomi setkab Kutim akan mengeluarkan surat edaran terkait BBM bersubsidi dan pertalite ini. Khususnya bagi SPBU tidak boleh menjual solar subsidi dan pertalite kepada pengetap dan pertamini. Selain itu, kita meminta agar Pertamina dan BRI (Bank Rakyat Indonesia, red) untuk bisa menerbitkan fuel card, sebagai kartu kendali konsumsi BBM bersubsidi jenis solar dan pertalite di Kutim,” ucap Kepala Disperindag Kutim, Zaini saat ditemui IDCFM.
Tak selesai di sini, Zaini melanjutkan jika pihaknya bekerjasama dengan kepolisian akan melakukan penertiban terhadap Pertamini yang cukup menjamur di Kutim dan ilegal.
Sebagaimana diketahui, setiap harinya di setiap SPBU di kota Sangatta terjadi antrian panjang kendaraan roda empat (R4), truk roda enam dan roda 10 yang menunggu untuk bisa mengisi BBM jenis solar subsidi dan pertalite. Meski di setiap SPBU tertulis pengumuman bahwa BBM jenis solar baru dijual pada pukul 07.30 pagi, namun antrian panjang kendaraan ini sudah terjadi sejak pukul 18.00 sore hingga pagi harinya. Bahkan meski sudah mengantri berjam-jam, tidak semua kendaraan tersebut terlayani mendapatkan BBM. (Radio IDC FM)
Pertanyaannya, mampukah solusi yang ditawarkan menjadi solusi polemik BBM? Tentu tidak. Sebab, pada dasarnya polemik antrian dan kelangkaan BBM adalah masalah berulang yang terjadi akibat kesalahan tata kelola SDAE negeri ini yang bersumber dari penerapan ekonomi kapitalisme liberal. Sistem ekonomi kapitalisme liberal meniscayakan kebebasan kepemilikan SDAE kepada individu/swasta.
Hal ini bertentangan dengan syariat Islam. Dalam tinjauan syariat Islam, BBM adalah salah satu sumber daya alam milik umum karena jumlahnya yang terhitung masih melimpah dan masyarakat membutuhkannya. Dengan demikian, Islam melarang kepemilikan dan pengelolaannya diserahkan kepada swasta/asing. Nabi saw. bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Berserikatnya manusia dalam ketiga hal tersebut atas bukan karena zatnya, tetapi karena sifatnya sebagai sesuatu yang dibutuhkan orang banyak (komunitas) yang jika tidak ada, mereka akan berselisih atau terjadi masalah dalam mencarinya. Artinya, berserikatnya manusia itu karena posisi air, padang rumput, dan api sebagai fasilitas umum yang dibutuhkan secara bersama oleh suatu komunitas. (Al-Waie, 2019)
Dengan demikian, apa pun yang memenuhi sifat sebagai fasilitas umum dan masyarakat membutuhkan dan memanfaatkannya secara bersama, pengelolaannya tidak boleh dikuasai individu, swasta, ataupun asing. Negaralah pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan harta milik umum tersebut.
Dalam hal minyak bumi, negara berkewajiban mengelola dan mendistribusikan hasilnya kepada masyarakat secara adil dan merata, serta tidak mengambil keuntungan dengan memperjualbelikannya kepada rakyat secara komersial. Kalaupun negara mengambil keuntungan, itu untuk menggantikan biaya produksi yang layak dan hasilnya dikembalikan lagi kepada rakyat dalam berbagai bentuk.
Dengan tata kelola minyak yang berlandaskan pada syariat Islam, negara akan mampu memenuhi bahan bakar dalam negeri untuk rakyat. Negara juga memberikan harga yang murah bahkan gratis. Dalam Islam, minyak bumi dan gas alam adalah harta milik umum yang pengelolaan dan ketersediaannya dikelola langsung oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Wallahu a’lam bish shawab. (*)