Oleh: Annisa Fatimah (Aktivis Mahasiswa)
GUBERNUR Kaltim dan Bupati Berau menjadi Narsum COP 26 untuk menyampaikan komitmen Kaltim mengurangi emisi karbon di Glasgow, Skotlandia. Sebagaimana yang terlansir di kaltimprov.go.id dengan tajuk Gubernur dan Bupati Berau Bicara di COP26 Glasgow.
Melansir dalam Selasar.co dengan judul Pegiat Lingkungan: Kaltim Jadi Wilayah Pengerukan Dan Penghancuran Hutan Yang Masif. Hal tersebut di atas kontra dengan protes pegiat lingkungan yang menyatakan bahwa COP 26 adalah solusi palsu perubahan iklim dan Kaltim sendiri terus menjadi wilayah pengerukan dan Penghancuran hutan yang masif dari tahun ketahun, padahal penyebab utama Krisis iklim adalah pembongkaran Hutan dan Pembakaran Energi dan 71% penyebab krisis Iklim hanya disebabkan oleh 100 Perusahaan dan sebagian diantaranya ada di Kaltim.
Disisi lain, PM Inggris juga menyebutkan COP 26 terancam gagal diantaranya karena cina sebagai negara penghasil emisi terbesar dunia menolak untuk mengurangi emisinya, terlansir di Cakaplah.com dengan tajuk PM Inggris Boris Johnson Sebut COP26 Terancam Gagal.
AKAR MASALAH LINGKUNGAN
Pada kenyataannya manusia mulai menyadari bahwa lingkungan sudah mulai menimbulkan berbagai macam dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia yang merusak lingkungan itu sendiri. Akan tetapi, akar masalah sesungguhnya adalah apa yang mempengaruhi manusia dapat bertindak sehingga tidak memperhatikan tingkah lakunya yang dapat merusak lingkungan.
Hal tersebut banyak kita jumpai kala ini karena seluruh manusia dibalut dengan sistem yang lebih mengutamakan keuntungan materi semata. Sistem Sekuler-Kapitalis itulah yang mempengaruhi manusia yang pada hakikatnya memiliki kesadaran terhadap tindakannya dan lingkungan. Kemudian, berubah menjadi apa yang diinginkan oleh pencetus sistem ini. Manusia yang sudah tersuasanakan dengan sistem sekuler-kapitalis akan merasa acuh tak acuh, merasa tidak memiliki tanggung jawab baik di dunia bahkan di akhirat atas seluruh perbuatannya baik kepada manusia lain bahkan kepada lingkungan itu sendiri.
Bagaimana tidak? Asas dari sistem tersebut adalah sekuler dimana segala sesuatu terpisahkan dari Agama (kecuali ibadah kepada tuhan). Selain daripada itu, maka seluruhnya diatur oleh manusia itu sendiri. Manusia memiliki peran dalam membuat aturan karya makhluk dan tidak menggunakan aturan yang berasal dari Allah Al Khalik wa Mudabbir. Aturan yang manakah yang lebih baik? Apakah yang berasal dari manusia yang lemah dan terbatas? atau apakah yang berasal dari Allah tuhan Alam semesta?
Kapitalisme global bukanlah aturan yang bersumber dari Allah, sehingga tidak heran akan menimbulkan banyak sekali masalah yang bahkan hingga saat ini belum terselesaikan secara sempurna. Walaupun seluruh manusia sedunia mencari-cari solusi yang paripurna untuk mengatasi sebuah permasalahan terkhusus lagi terkait dengan lingkungan, maka takkan mencapai sebuah solusi yang solutif serta berkah jika masih berkutat dengan sistem kapitalisme global.
ISLAM SOLUSI SISTEMIS ATASI KERUSAKAN LINGKUNGAN
Lain halnya jika Sistem Islam yang memimpin dunia global. Maka, manusia seluruhnya akan merasakan rahmat. Sebagaimana Firman Allah subhanahu wa ta’ala “Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (TQS Al A’raf : 96)
Berdasarkan ayat tersebut, maka semakin kuat bukti bahwa keadaan lingkungan yang semakin menurun kualitasnya kala ini adalah akibat tidak maunya mengambil Islam sebagai aturan kehidupan manusia. Padahal Rasulullah shalallahualaihi wa sallam diutus agar menjadi rahmat bagi seluruh Alam dan juga sebagai suri tauladan yang sesungguhnya. Empat sumber hukum islam selalu siap setiap saat di sekitar kita untuk mengatasi seluruh problematika ummat.
Hal tersebut sudah menjadi warisan yang telah berikan Allah subhanahu wa ta’ala kepada manusia. Akan tetapi, kebanyakan manusia belum menyadari hal ini, bahwa ternyata Islam mengatur dari yang kecil hingga yang besar, dari bangun tidur hingga bangun negara, aturannya untuk seluruh aspek kehidupan manusia dan tidak hanya mengatur dalam perkara hubungan antara manusia dengan Allah (Hablu minallah) saja. Akan tetapi juga mengatur hubungan antara manusia dengan manusia (Hablu minannas) dan bahkan hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri (Hablu minafsih) juga bahkan diatur di dalam Islam.
Sebagai contoh dalam menyelesaikan permasalah Lingkungan yang dibahas pada COP 26 adalah pengurangan emisi gas kaca rumah kaca. Islam dalam bingkai negara dapat menyelesaikan permasalah ini dengan mengambil para pakar lingkungan untuk merembukkan teknis yang tepat. Menurut penulis, jika masalah utamanya adalah akibat penggunaan energi bahan bakar yang digunakan berpotensi merusak lapisan ozon. Maka, negara dapat mengatur kembali penggunaan Bahan Bakar Kendaraan yang ramah Lingkungan.
Saat ini sudah ada beberapa opsi penggunaan bahan bakar untuk menggerakkan kendaraan baik itu dari listrik bahkan berasal dari air. Bukankah kita sudah memiliki kuncinya? Adapun jika mengalami kendala maka, negara tidak akan berpangku tangan dan membuat janji belaka dengan permasalah yang ada tanpa bertindak, akan tetapi negara semakin berusaha mencari solusi yang konkret untuk mengatasi masalah tersebut. Karena pemerintahnya mengetahui bahwa segala sesuatu akan dimintai pertanggung jawaban, termasuk juga dengan cara, keputusan, serta kebijakan yang diambil maka seluruhnya dimintai pertanggungjawaban.
Negara yang memiliki otoritas yang sangat kuat dapat membuat aturan yang sejalan dengan keberlangsungan lingkungan. Tentunya aturan tersebut tetap berlandaskan dengan Islam. Karena hanya negara yang berasaskan Islam sajalah yang dapat berdaulat (berdiri tegak tanpa adanya intervensi dari pihak lain). Wallahu’Alam. (*)