Opini  

JK, Mantan Wapres Jadi Juru Bicara Taliban?

Opini Oleh : Uce Prasetyo

KAGET. Tanda tanya besar. Ketika JK di wawancarai live oleh TV One. Topiknya tentang Taliban. Tentang Afganistan. Kenapa Pak JK yang jadi narasumber.

Ada apa hubungan Taliban dan JK? Apa kapasitasnya? Apa kah JK simpatisan Taliban? Atau JK jadi juru bicara Taliban? Banyak pertanyaan itu, yang ada di kepala.

Ketika baca komentar, di pemberitaan media. Ternyata, banyak yg berpikiran sama. Bukan lagi bertanya. Langsung menuduh JK sebagai juru bicara Taliban.

Pertanyaan dan tuduhan itu. Mulai terjawab. Ketika browsing. Mencari jejak digital.

Betul, JK berkali kali menemui dan ditemuin Taliban. Baik di Indonesia dan luar negeri. Terakhir, bulan Januari 2021 lalu. Di DOHA Qatar, JK bertemu dengan pimpinan Taliban. Pertemuan itu adalah ke empat kalinya. 2x di Doha dan 2x di Indonesia.

Namun JK bukan hanya bertemu dengan Taliban saja. 24 Desember 2020, JK bertemu dengan Presiden Afganistan, di Kabul. Presiden Afganistan itu, secara resmi meminta JK memimpin perundingan damai. Antara pemerintah Afghanistan dan Taliban. Permintaan itu bukan pertama kalinya. Jejak digital menunjukan, Presiden Afganistan. Secara resmi meminta kepada Pemerintah Indonesia. Agar menjadi juru damai bagi Afganistan. Waktu itu dipimpin, Jokowi Presiden dan JK wakil presiden.

Jusuf Kalla.

Tahun 2017, permintaan itu diutarakan Presiden Afganistan saat berkunjung ke Indonesia. Dan diutarakan kembali, saat Presiden Jokowi bertandang ke Afganistan.
Tgl 29 Januari 2018. Presiden Jokowi dianugerahi, Medal of Ghazi Amanullah. Atas sumbangsihnya untuk bersedia mendamaikan kelompok kelompok dan pemerintah Afghanistan.

Pada Februari 2018, komitmen perdamaian yg diprakarsai Indonesia. Pemerintah Indonesia langsung bertindak. Dengan menugaskan wapres JK dan Menlu. Untuk berpartisipasi di Konferensi Kabul Peace Process. JK aktif berkomunikasi dengan pemerintah, ulama dan kelompok kelompok di Afganistan.

Mendamaikan negara yang bergejolak. Perlu proses panjang. Tak cukup satu atau dua kali pertemuan. Pada 11 Mei 2018. Pemerintah Indonesia, memprakarsai adanya pertemuan ulama tiga negara yaitu Pakistan, Afganistan dan Indonesia. Dilaksanakan di Istana Bogor.

Ulama Pakistan dan Afghanistan, berkunjung ke beberapa pesantren di Indonesia. Indonesia meyakinkan, bahwa prinsip prinsip Islam bisa sejalan, dengan damai dalam kemajemukan.

Pertemuan demi pertemuan banyak kali di lakukan JK. Baik dengan pemerintah Afghanistan, ulama dan pimpinan Taliban.

Tercatat tgl 27 Juli 2019, Taliban diterima oleh JK dan Menlu RI di rumah dinas wakil presiden. Itu dilakukan dalam konteks untuk mendamaikan.

Pun setelah tidak jadi wakil Presiden. JK masih dipercaya oleh pihak pihak yang bergejolak di Afganistan untuk jadi juru damai.

Walau tidak jadi wapres lagi. JK tetap aktif mengadakan pertemuan dengan Taliban, dengan pemerintah Afganistan, dll untuk mendamaikan mereka.

Ini bukan hal baru bagi JK. JK terbukti sukses mendamaikan banyak konflik. Konflik yang telah memakan ribuan jiwa. Antar kelompok masyarakat yaitu konflik Ambon dan Poso.

Pun juga konflik antara negara dengan kelompok separatis yaitu konflik Aceh.

Negara telah mengeluarkan biaya tak terhitung. Bertahun tahun dari generasi ke generasi. Ribuan tentara dikirim pun tak bisa menyelesaikan konflik Aceh. Menguasai wilayah mudah bagi negara, tapi mendamaikan masyarakat dan mengamankan wilayah. Itu yang tidak mudah, bila belum ada kedamaian di hati para pihak yang berkonflik.

JK memahami itu. Akar masalah dari konflik. Konflik apapun adalah ketidaksatu pemahaman serta tidak sehati. Maka ketika JK menginisiasi perundingan damai, dengan fokus pada hal hal persamaan dan fokus untuk menyatukan hati. Aceh akhirnya damai, hingga sekarang.

Pun dengan Afganistan. Negara super power, Amerika serikat, dengan alat militer, jumlah tentara dan biaya yang luar biasa. Dengan mudah menguasai wilayah Afganistan. Namun tidak bisa mengamankan, apalagi mendamaikan. Serangan demi serangan selalu terjadi. Dan untuk menguasai Afganistan selama 20 tahun. Amerika Serikat telah mengeluarkan biaya 31.000 Trilyun.

Biaya sebesar itu adalah total APBN Indonesia selama 25 tahun terakhir. APBN yang digunakan untuk seluruh kementerian. Termasuk kementerian pertahanan Indonesia, anggaran nya yang sekitar 6 % saja. Tapi AS menggunakan seluruh nya untuk biaya militer dan pendudukan di Afganistan. Begitu woww, perbandingan nya.

Konflik Aceh, Timor Timur, Afganistan, Irak, Syria, dll. Memberikan pelajaran, sehebat apapun militer, sebanyak apapun biaya. Tak bisa mengamankan sepenuhnya dan mendamaikan pihak yang berkonflik.

Dan JK membuktikan telah banyak menjinakkan Taliban. Saya yakin tanpa peran serta JK. Untuk membuka wawasan Taliban, menyentuh hati nya dan mendapatkan kepercayaan Taliban. Sehingga JK bisa mempengaruhi pandangan Taliban. Maka Taliban dalam penguasaan di Afganistan sekarang. Jauh lebih keras, radikal dan brutal.

Taliban akan jauh lebih lunak. Lebih bersahabat. Dan lebih minim resiko bagi keamanan dan ketertiban Indonesia. Bila Indonesia terlibat aktif dalam perdamaian bagi Taliban dan bagi Afganistan.

Pemerintah Indonesia, yaitu Presiden Jokowi dan dulu wakil presiden JK telah melakukan itu. Sekarang tokoh Indonesia, JK tetap melakukan itu.

Dengan resiko JK. Dituduh jadi juru bicara, atau jadi simpatisan Taliban. Biarlah. Yang menuduh itu. Hemat saya karena dua hal yaitu :
Kurang literasi atau kurang paham konstitusi.

Yaitu tujuan negara Indonesia salah satunya adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia, berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Presiden Jokowi dan pak JK pasti paham hal itu. (*)