Opini  

Dilema PPKM, Antara Kesehatan Rakyat Atau Masalah Ekonomi

OPINI OLEH : Andi Putri Marissa
(Praktisi Pendidikan dan Aktivis Muslimah)

COVID-19 kembali menggila, Jumlah kasus positif semakin bertambah seakan tak ingin kalah. Bahkan tergambar enggan untuk beranjak pergi dari bumi. Indonesia, mengalami gelombang kedua penyebaran covid-19 dengan varian terbaru. Indonesia akhirnya kembali menjalankan karantina wilayah meski dengan sebutan yang berubah, yaitu PPKM. Meski kalau dilihat sering menimbulkan dilema antara kesehatan dan permasalahan ekonomi rakyat.

Ketika diawal peningkatan covid cukup tinggi, pemerintah mengambil kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Diharapkan dari kebijakan tersebut mampu mengurangi aktivitas masyarakat diluar rumah, sehingga kemungkinan terpapar covid akan menurun. Lalu, tak lama kasus covid kembali meningkat tajam. Pemerintah kembali mengambil tindakan yang serupa namun dengan nama yang berbeda, yaitu PPKM skala mikro. Darinya diharapkan mampu menekan peningkatan kasus positif covid, namun aktivitas ekonomi masih bisa berjalan meski ada pembatasan.

Dikutip dari merdeka.com, (01/07/2021) Presiden Jokowi mengatakan bahwa Pemerintah melihat bahwa kebijakan PPKM mikro masih menjadi kebijakan yang paling tepat untuk konteks saat ini, untuk mengendalikan Covid-19 karena bisa berjalan tanpa mematikan ekonomi rakyat. Namun tak lama itu kebijakan kembali berubah menjadi PPKM darurat, situasi benar-benar mengharuskannya.

Sayangnya kondisi PPKM darurat menjadi batu sandungan bagi para pencari rupiah di negeri ini. Pembatasan besar-besar, peraturan yang cukup ketat, bahkan media sosial diramaikan dengan celetukan ojek online sebab tempat usaha dibatasi. Petugas kemanana dikerahkan, jalan ditutup pada waktu tertentu. Disatu sisi, peningkatan kasus covid yang tak terkendali harus segera dihentikan, disisi lain tak berani memakai atau menerapkan istilah lockdown sebab terhalang kemampuan dalam menanggung kebutuhan rakyat jika dilockdown.

Dilema memang, hal ini menyadarkan bagaimana rapuhnya ekonomi negara untuk mengatasi pandemi. Mitigasi yang terkesan “galau” untuk mengambil tindakan tegas yang bertanggungjawab. Sebab negeri ini hanya bisa bergantung kepada pajak sebagai pemasukan utama, padahal berpangku padanya tidak akan mampu bertahan kuat ditengah korupsi dan hukum yang tak membuat jerah mereka, para kapitalis yang berbuat curang diluar sana.
Belum lagi sistem perekonomian dengan sumbernya adalah sistem kapitalisme, keberpihakan lebih banyak pada kapitalis, sumber daya alam yang kaya harus dikuasai mayoritas oleh swasta atau individu. Negara hanya bisa mengisap jari memandang kekayaannya dikuasai oleh pihak lain.

Walhasil, perekonomi negeri minim biaya termasuk dalam penangangan pandemi. Kita sudah mengetahui bersama, untuk masalah pandemi saja masih harus berutang pada negara lain. Belum lagi masalah Utang Luar Negeri (ULN) yang terus saja meningkat, bahkan sudah bersiap untuk mewariskan tumpukan ULN pada calon pemimpin masa depan negeri.

Sang Pencipta sejatinya menurunkan makhluk ciptaanNya yang kecil ini untuk menyadarkan betapa kuasanya Ia akan segala sesuatu. Bahkan perkara mudah jika hanya untuk menghancurkan sebagian dunia ini. Manusia dengan segala kehebatan teknologi yang dibanggakan sangat kesulitan menghadapi ini, bahkan nyawa manusia sangat mudah berjatuhan.

Allah juga memiliki maksud dengan adanya islam sebagai agama bahkan islam adalah rahmatan lil’alamin. Ketika diambil dan diterapkan dalam kehidupan. Bagi Allah mudah untuk memulihkan dan mengatasi covid sebagaimana Ia mudah menciptakannya di muka bumi.

Islam hadir sebagai solusi atas masalah umat manusia, sebab itulah tujuan Allah ciptakan islam. Hadirnya menjadi rahmat dan membawa kesejahteraan. Bagaimana kita melihat pada catatan sejarah di masa kekhilafahan, saat islam diterapkan.

Contohnya saja pada masa Khalifah Umar bin Khattab, bagaimana mencontohkan ketika ada wabah segera menindak dengan cepat dan tegas namun penuh pertanggungjawaban dan perisapan matang. Ia ambil kebijakan dengan berlandaskan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ekonomi yang berbasis sistem islam pun mampu mengatasi pemenuhan kebutuhan rakyat saat lockdown diterapkan.

Coba kita resapi bersama firman Allah, “”Dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memperdayakan engkau terhadap sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sungguh, kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Maidah: 49).

Pada dalil diatas kita mendapati bagaimana kewajiban atas setiap umat menggunakan aturan Allah, begitupula atas apa yang terjadi itu dikarenakan kesalahan umat sendiri. Harusnya ini menjadi muhasabah bersama, bisa jadi sudah terlalu lama jauh dari islam sebagai aturan dan banyak diabaikan saat ini. Sebab Allah sendiri sudah menjanjikan kepada umatnya yang beriman dan bertaqwa, akan adanya berkah yang diturunkan.

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan”. (QS. Al-A’raf : 96).

Semoga pandemi covid-19 segeraa berakhir dan kita semua menjadi umat yang beriman dan bertaqwa sebagaimana yang disampaikan pada surah Al-A’raf di atas. (*)