Opini  

Sungai Bangai Mahakam: Fenomena Alam Biasa atau Tak Biasa?

Opini Oleh: Rahmi Surainah, M.Pd (Alumni Pascasarjana Unlam)

FENOMENA musiman air bangai kembali terjadi pada air Sungai Mahakam dalam kurun waktu sepekan di Samarinda, beberapa waktu lalu. Fenomena tersebut sempat menyebabkan kehebohan bagi warga Kota Samarinda, dikarenakan munculnya ikan-ikan yang mabuk di tepi Sungai Mahakam.

Tak heran jika beberapa hari yang lalu media sosial diramaikan dengan aksi beberapa masyarakat Kota Tepian turun untuk menangkap ikan-ikan dan udang yang muncul di tepi sungai yang membelah Kota Samarinda.

Selain kehebohan yang terjadi, fenomena air bangai juga meninggalkan dampak negatif bagi persediaan dan distribusi air bersih di Kota Samarinda khususnya di Kutai Kartanegara.

Direktur Utama (Dirut) Perumda Tirta Mahakam Kukar menerangkan, air bangai memang menjadi resiko bagi Perumda air bersih di Kaltim yang menggunakan Sungai Mahakam sebagai sumber air baku. Terlebih ucap Suparno, semakin tahun tingkat pencemaran juga semakin meningkat. Suparno memperkirakan adanya pengaruh tambang maupun kelapa sawit. Jadi kualitas air baku semakin tahun semakin jelek. (Tribunkaltim.co, 10/6/2021)

Tidak hanya persoalan air bersih, fenomena sungai bangai di Mahakam Kukar kali ini tak biasa. Pasalnya ikan-ikan tidak sekedar mabuk tetapi mati, akhirnya para nelayan keramba ikan banyak mengalami kerugian.

Tercatat, sekitar 1.643 pembudidaya keramba ikan disepanjang Tenggarong sampai Loa Kulu mengalami kerugian akibat air sungai menjadi bangar. Dari jumlah tersebut, lebih banyak kerugian dialami para pembudidaya di Loa Kulu yakni sekitar 1.055 pembudidaya, disusul penambak ikan di Tenggarong sekitar 855 pembudidaya. (Tribunkaltim.co, 13/6/2021)

Fenomena Bangai

Bangai diambil dari tuturan Banjar. Sementara dalam bahasa Kutai, fenomena ini disebut bangar. Bangai adalah fenomena khas di ekosistem lahan basah. Fenomena ini muncul pada masa pancaroba atau peralihan musim seperti permulaan awal musim hujan atau musim panas.

Menurut aktivis dan pegiat sungai di Samarinda, Yustinus Sapto Hardjanto, menjelaskan bangai sebenarnya fenomena alami tetapi bisa diperparah kondisi dan sanitasi lingkungan. Ikan dan udang yang diambil dari air sungai yang bangai tidak berbahaya dikonsumsi manusia. Yustinus mengatakan, biota sungai itu mabuk bukan karena keracunan melainkan kesulitan bernapas.

Sependapat dengan Akademikus dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Mulawarman, Samarinda, Prof Esti Handayani Hardi, memberikan pendapatnya. Dalam kondisi normal, fenomena bangai tidak menyebabkan kematian massal ikan.

Ikan di dalam perairan yang kekurangan oksigen biasanya hanya megap-megap, seperti mabuk, dan berenang tepat di bawah permukaan air. Bangai yang normal seperti ini disebabkan perbedaan antara suhu permukaan dan suhu di dasar sungai. Selisih suhu tersebut biasanya dipicu perubahan iklim sungai. Perbedaan suhu ini menyebabkan kadar oksigen dalam permukaan air berkurang.

Akan tetapi, Esti menduga, bangai yang melanda Sungai Mahakam sejak 7 Juni 2021 berbeda dari yang biasanya. Ikan-ikan mati secara bertahap. Hal tersebut disebabkan bukan hanya penyusutan kadar oksigen, ada perubahan tingkat keasaman sungai yang ekstrem. Sehingga apabila terjadi kematian biota secara massal, air bangai berpotensi mengancam keberlangsungan ekologi sungai.

Esti menduga ada yang tidak biasa dari bangai di Sungai Mahakam kali ini. Biasanya, air sungai yang bangai bersifat asam, kali ini justru basa. Lagi pula, sambungnya, kondisi bangai biasanya tidak sampai menimbulkan kematian massal ikan. Esti mengatakan, masih menunggu hasil uji laboratorium untuk mengetahui faktor-faktor yang memperparah bangai di Sungai Mahakam tahun ini. (Kaltimkece.co, 9/6/2021)

Akibat Ulah Manusia

Fenomena alam adalah sesuatu yang alamiah terjadi. Panas dan hujan tidak bisa disalahkan. Artinya, jika ada kerusakan lingkungan akibat panas atau pun hujan berati ada ketidakseimbangan alam karena ulah manusia.

Bisa dikatakan penyebab sungai bangai kali ini akibat fasad atau kerusakan manusia terhadap alam yang mengakibatkan pendangkalan sungai dan meningkatnya suhu di bumi.

Hal ini dibuktikan dari beberapa peneliti yang mengungkapkan fenomena sungai bangai Mahakam kali ini bukan fenomena alam biasa.

Ada campur tangan manusia sehingga fenomena alam berbuah kerusakan. Sebagaimana Firman Allah Swt.

Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (TQS. Ar-rum: 41)

Semoga peristiwa sungai bangai yang tidak biasa jika terbukti bukan faktor alam biasa akan menjadi peringatan bagi kita. Lebih baik lagi dalam menjaga lingkungan dan melaksanakan atas apa yang Allah perintahkan dan menjauhi segala larangan-Nya.

Allah memerintahkan agar kita manusia untuk mengatur kehidupan termasuk SDA yang melimpah. Jangan sampai pengelolaan SDA hanya difokuskan untuk mengejar materi atau pertumbuhan ekonomi tanpa mempertimbangkan sisi lingkungan.

Negara harus memperhatikan keberlangsungan kehidupan agar tidak terjadi kerusakan lingkungan. Pengelolaan alam seharusnya untuk kebutuhan dan kemaslahatan manusia dengan memanilisir kerusakan lingkungan dengan panduan syariat.

Apa jadinya jika manusia terus lalai dan menjauhi syariat? Ingat jangan salahkan fenomena alam apalagi Sang Pengatur alam. Nauzubillah kita berlindung dari kerusakan dan peringatan yang lebih lagi.
Wallahu’alam. (*)