Halokaltim, Kutai Timur – HMI cabang Sangatta menggelar agenda Dialog Publik bertajuk “Pengaruh Tambang Galian Golongan C Terhadap Pendapatan Kutai Timur” , yang berlangsung di Cafe Kampong Loka, Sangatta Utara, Rabu (25/6) sore.
Terlibat sebagai narasumber dalam kesempatan tersebut, hadir dua Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Arfan dan Apansyah, serta Pejabat Fungsional ESDM Kaltim, Rini, dan Ketua DPRD Kutim, Jimmi.
Ketua HMI Sangatta, Siswandi, bertindak sebagai pemantik untuk menggiring alur pembahasan dari ketimpangan yang terjadi terkait penghargaan yang seharusnya didapatkan suatu daerah dari usaha pertambangan di atasnya, khususnya aktivitas galian c di Kutim yang masih dipersoalkan.
Siswandi mengatakan, dibalik inisiasi penyelenggaraan dialog publik ini bertujuan untuk memunculkan kesadaran bagi publik sebagai penerima pajak secara tidak langsung. Kemudian juga sebagai pengingat kepada pengusaha-pengusaha lokal khususnya di sektor Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB).
Kendala soal perizinan yang kerap jadi alasan terhambatnya penyaluran PAD dari sektor MBLB, diharapkannya dapat jadi bahan evaluasi pemerintah dalam mencari solusi. “Banyak usaha (Galian C) yang tidak memiliki izin. Alasan kuat mereka adalah ketika mereka tidak memiliki izin berarti mereka tidak melakukan pembayaran pajak,” papar Siswandi.
“Ini jadi wadah untuk mendorong pemerintah supaya bagaimana pendapatan asli daerah hasil daripada tambang MBLB tersebut itu bisa menjadi penambahan kas daerah” imbuhnya.
Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Arfan: Kendala Perizinan
Hadir sebagai salah satu narasumber dalam dialog publik tersebut, Arfan yang seyogyanya dijadwalkan terbang ke Surabaya dalam agenda pansus DPRD Kaltim, mengaku lebih pilih menghadiri undangan dialog publik dari HMI cabang Sangatta.
Bukan tanpa alasan, dengan terbuka Arfan mengutarakan sebab mengalihkan jadwalnya ke Kutim. “Tentu hari saya beriming-iming hadir, karena terkait dengan galian C ini, kita pelaku usaha atau pengusaha juga.
“Nah, kita harus terbuka, yang intinya pingin juga yang punya izin galian C itu sebenarnya. Saya sudah 1 tahun lalu berusaha mengurus, supaya kita punya kontribusi kepada daerah. Tapi sampai sekarang (Izin Galian C) belum juga saya dapatkan,” ungkap Arfan.
Arfan mengaku telah mengurus izin usaha tambang galian c, setahun yang lalu. Namun kerap terbentur dengan berbagai alasan. “Setelah mau finish, ditetapkan enggak boleh, karena itu wilayah konsesi perkebunan. Tidak boleh kita keluar izin,” ulasnya.
“Padahal di situ ada material yang dibutuhkan warga, yang dibutuhkan perusahaan, yang memberikan kontribusi banyak, tapi ternyata ya, kandas di tengah jalan. Boleh dibilang ini Simalakama, karena kalau tidak dilakukan tidak jalan juga ini pembangunan,” urai Arfan.
Lebih lanjut Arfan berharap hal itu dapat didiskusikan bersama kawan-kawan HMI dan semua yang hadir, sesuai dengan judul dialognya tentang bagaimana Kutim memperoleh PAD dengan adanya Galian C agar mendapatkan kemudahan untuk pelaku-pelaku usaha.
Pejabat ESDM Kaltim, Rini: PerPres No 55 Tahun 2022
Dalam hal kewenangan atas izin tambang dan lain-lain, telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2022 tentang pendelegasian pemberian perizinan berusaha di bidang pertambangan mineral dan batubara. Perpres ini memuat ketentuan mengenai pendelegasian wewenang, penyelenggaraan pemberian izin, pembinaan, pengawasan, pelaporan, dan pendanaan terkait perizinan usaha pertambangan.
Pejabat Fungsional ESDM Kaltim, Rini, mengatakan bahwa kewenangan terkait pengawasan dan sebagainya ada di pemerintah pusat, dalam hal ini inspektur tambang. “Jadi galian c itu yang awasi, inspektur tambang. Kami di provinsi hanya diberikan kewenangan mengelola perizinan,” bebernya.
“Seharusnya diundang juga dari PTSP, karena perizinan itu dikeluarkan oleh Dinas PTSP (Prov.Kaltim). Kami dari ESDM hanya sebatas memberikan rekomendasi secara teknis,” sambungnya.
Ketua DPRD Kutim, Jimmi: Tarik Keuntungan PAD Melalui Sektor PAJAK!
Jimmi mengatakan bahwa setiap proyek fisik yang menggunakan material dari galian c, secara langsung itu menjadi objek pajak. Sebagai contoh materai pasir sekian kubik yang dihasilkan dan digunakan dengan perhitungan biaya, secara langsung memberikan PAD melalui pajak PPN.
Semua material yang menggunakan agregat dan sebagainya harus diperoleh nilai pajaknya, dan itu terlepas dari ilegal atau legalnya barang tersebut. “Jadi pajak ini sifatnya netral tapi proaktif, mau ini legal atau ilegal tetap harus dipajaki. Mau itu pasir curian atau apa pokoknya enggak mau tau, pajak 11 persen itu harus ditarik,” terang Jimmi.
“Kalo kita mau buat regulasi terkait dengan pendapatan, ya pajak itu yang harus kita galakkan. Itu bentuk penarikan keuntungan langsung pendapatan daerah melalui sektor pajak,” jelasnya.