Hauling Batubara Meresahkan, Akibat Kesalahan Kelola SDAE

Yuni Yartina

Opini Oleh : Yuni Yartina (Aktivis Muslimah)

Hauling atau aktivitas pengangkutan batu bara, sempat menimbulkan gejolak di tengah masyarakat. Dikarenakan hauling batu bara di Kabupaten Paser menggunakan jalan umum. Namun, kini sudah beraktivitas kembali. Ada mediasi dan beberapa hal yang disepakati, termasuk aktivitas pengangkutan bisa beroperasi saat malam hari mulai dari pukul 20.00 Wita hingga pukul 05.30 Wita. Selain pembatasan jam operasional, kendaraan yang digunakan untuk mengangkut hasil bumi itu hanya truk roda enam. Kesepakatan lainnya terkait adanya kompensasi untuk masyarakat yang ada di Desa Batu Kajang. (Tribun Kaltim, 26 Januari 2024)

Kisruh yang terjadi tidak sekali dua kali ini selalu redam dengan kesepakatan dan kompensasi. Selama ini, kondisi demikian selalu dipandang karena anggapan “masyarakat minta duit” dan sebagainya. Beginilah kesalahan sudut pandang ketika semua hal disandarkan kepada materi. Dalam sistem ekonomi kapitalis, yang utama adalah keuntungan. Ketika merasa dirugikan, dianggap cukup jika diberikan uang kompensasi atau uang damai. Namun, hal ini akan terus terjadi secara berulang jika tidak dituntaskan dari akar permasalahannya. Tentu saja, jika masih dengan sistem yang bersudut pandang sekuler yakni memisahkan agama dari kehidupan, akar permasalahan akan sulit didapat.

Sebab, permasalahan utamanya bukan sekedar jalan yang dilalui hauling batu bara ataupun masyarakat yang menuntut kompensasi. Melainkan peran negara dalam hal mengelola SDAE dan layanan berupa jalan. Selama ini yang terjadi negara hanya menjadi mediator antara para kapital dan rakyat, dengan solusi permasalahan yang temporal. Yang mana seharusnya, peran negara besar dalam mengelola SDAE, tetapi menjadi minim peran karena pengelolaan SDAE diserahkan kepada swasta, korporasi, asing maupun individu. Kita bisa membandingkan, jika negara menerapkan konsep ekonomi Islam, tak akan ada hak rakyat yang terenggut.

Pertama, terkait jalan umum adalah hak pengguna jalan yakni rakyat. Bahkan, pada masa kekhilafahan Umar bin Khattab, jalan umum diperhatikan bukan hanya untuk manusia, melainkan juga agar kuda dan unta tidak terjatuh karena jalan berlubang. Dari sini dapat kita telaah, jika demikian saja Khalifah Umar sangat jeli, apalagi jika berhubungan dengan hauling.

Maka, aktivitas lain yang mengganggu jalan umum harus disolusikan. Semisal hauling batu bara, sudah ada mekanisme hauling yang aman dan sesuai prosedur pertambangan. Negara memastikan, aktivitas pertambangan tidak boleh sedikitpun mengganggu ruang hidup masyarakat baik jalan umum, udaranya dan lahannya.

Kedua, Allah Taala telah menyediakan bumi dengan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya agar dapat dikelola dan dimanfaatkan manusia untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran hidup secara bersama.

Aktivitas pertambangan tidak dilarang dalam Islam. Dari sisi kepemilikan Islam menetapkan bahwa hasil tambang dikembalikan untuk kemaslahatan umat, bukan untuk keuntungan korporasi dan penguasa. Bahkan negara hanya akan diberikan hak mengelola saja yang hasilnya wajib dikembalikan untuk ummat dengan penuh pertanggungjawaban.

Sebagaimana dalam Hadist Riwayat Ibnu Majah bahwa kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yakni air, padang rumput, dan api, dan harganya adalah haram. Alhasil, kepemilikan tambang haram diserahkan kepada individu atau korporasi.

Hal ini secara otomatis mencegah munculnya penambang-penambang ilegal, sebab semua kekayaan tambang dikelola oleh negara. Negara yang mengelola tambang dengan asas Islam tidak akan menjadikan aktivitas tambang berbahaya bagi lingkungan ataupun masyarakat sekitar. Karena hal tersebut adalah perbuatan dzalim yang sangat merugikan.

Ketiga, tugas penguasa dalam Islam adalah sebagai pengurus rakyat. Dalam hal ini, segala hal yang berhubungan dengan hak dan ruang hidup rakyat menjadi tanggung jawabnya. Penguasa tidak boleh berkompromi dengan pengusaha untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu. Sebab, penguasa yang mengingat Allah senantiasa takut jika berkhianat kepada rakyat apalagi menambah kesengsaraan rakyat dibawah kebijakan-kebijakannya. Karena ia sadar, kepemimpinannya akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah.

Demikianlah dalam Islam, segala aspek diatur dengan sangat baik dan sesuai hak tanpa ada yang dirugikan. Semua semata-mata dijalankan demi meraih ridho Allah, bukan karena merasa diuntungkan oleh aturan yang ada. Tentunya, solusi segala permasalahan atas kehidupan saat ini ada pada aturan Islam. Wallahualam bisa shawwab.