Halokaltim – Desa Wisata Bonjeruk menjadi pilihan kunjungan studi tiru pegiat wisata bersama Dinas Pariwisata (Dispar) Kutai Timur (Kutim) di hari kedua. Rombongan bertolak dari Kota Mataram menuju desa wisata itu. Tepatnya di Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Jumat, (01/11/2023) pagi.
Sesampai di lokasi, rombongan disambut minuman khas Jamu Serbuk sebagai welcome drink sebelum berkeliling desa dengan berjalan kaki, sambil melihat secara dekat denyut kehidupan dan ekonomi Desa Bonjeruk.
Sepanjang perjalanan rombongan pegiat wisata Kutim berkesempatan melihat kegiatan sehari-hari masyarakat, ada yang menenun kain, ada yang beraktifitas di sawah, mengambil pakan ternak. Warga setempat menyambut dengan sapaan ramah dan mengajak berinteraksi langsung oleh para pengunjung. Di sini, rombongan Kutim benar-benar merasakan penerapan sapta pesona dari warga desa.
Ketika melihat dan mempraktekkan cara menenun kain, rombongan Kutim pun bergantian mencoba mempraktekan. Mereka dipandu langsung oleh ibu-ibu penenun, didampingi gaet lokal yang akrab disapa Lia. Produk rumah tenun yang dihasilkan oleh pengrajin di antaranya, selendang, sarung, kain, ikat kepala dan produk turunan kain lainnya.
Lia dengan fasih menjelaskan detail apa saja yang disuguhkan dari paket wisata Desa Bonjeruk. Lia – serapan Sesilia Dwi merupakan mahasiswa Universitas Mataram yang sedang menjalankan tugas magang di desa tersebut. Menariknya lagi, gadis ini merupakan penduduk lokal yang tergabung dalam Pokdarwis Bonjeruk Permai sebagai pegiat wisata di desa itu sendiri.
Didampingi rekannya Gunadiusahawan, Lia mengajak rombongan studi tiru Kutim ke galeri UMKM Pokdarwis Bonjeruk Permai. Di galeri ini, ia menjelaskan produk makan khas yang sediakan. Produk UMKM berupa kue aling-ali berbahan dasar gula merah, jamu serbuk (welcome drink) keciprut, tape uli dan jaje ragi, stik duri ikan, sari rempah gula aren, jahe gulung dan banyak lagi lainnya. Nampak rombongan Kutim berbelanja sambil menikmati aneka penganan yang tersedia.
Antraksi berikutnya, rombongan studi tiru disuguhkan cara menyangrai kopi khas Bonjeruk, yakni proses tumbuk manual untuk menghasilkan serbuk kopi yang akan disuguhkan kepada rombongan sambil santai menikmati suguhan kopi panas di pendopo yang tersedia. Dari proses manual ini melahirkan 3 varian rasa kopi yang dihasilkan, yakni kopi orisinil, kopi kayu manis, dan kopi gula.
Sembari menunggu santap siang, rombongan Kutim disuguhkan pementasan seni berupa tarian tradisional diiringi musik gamelan, dua gadis muda menari mengikuti irama gamelan yang hasilkan oleh alat musik tradisional yang dimainkan. Sesekali penari menggoda pengunjung ikut menari dan bahkan ada sesi khusus bagi wisatawan atau pengunjung untuk menari dan mempraktekkan gerakan tarian yang baru saja disajikan.
Menurut keterangan pengurus kelompok sadar wisata (Pokdarwis) Bonjeruk Permai, Gunadiusahawan bahwa angka kunjungan di Desa Bonjeruk berkisar 10-15 kali rombongan setiap bulannya. “Artinya setiap 2 hari sekali ada wisatawan yang hadir tempat ini. Baik itu wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara,” ungkapnya.
Joko Padmowadi pengurus Pokdarwis Bumi Indah Jaya, Kecamatan Kaubun juga merupakan peserta tour studi tiru Kutim memberikan apresiasi dan penilaian tersendiri atas apa yang didapatkan di Desa Bonjeruk.
Ia menilai masyarakat di desa ini memiliki kesadaran yang sangat tinggi dalam hal pariwisata. Menurutnya, hal tersebut butuh proses panjang untuk membentuknya.
“Kita bisa lihat dari cara mereka memperlakukan wisatawan, adat budayanya sangat kental sehingga terbentuk sebuah kultur yang dapat kelola menjadi sebuah sajian dalam bentuk paket wisata,” tuturnya.
Joko Padmowadi mengaku kagum dengan Desa Wisata Bonjeruk yang dinilai sukses mengembangkan produk wisata budaya, alam pedesaan dan kuliner, sehingga memberikan kesan hidup damai di pedesaan dengan nuansa alam yang asri dan budaya yang luhur.
“Contohnya saja di sekitar kita saat ini baik anak-anak, orang tua, lingkungan desa dan bahkan hewan ternak mereka pun tak sekedar objek pelengkap dalam tradisi mereka, tetapi nyata adanya menjadi faktor pendukung yang tak terpisahkan dari satu dan lainnya, dan ini sesuatu yang luar biasa,” sebutnya.