Halokaltim – Etika Jurnalis dalam menyajikan informasi berimbang kepada khalayak umum sudah menjadi kewajiban para insan pers ketika memberitakan suatu peristiwa yang jelas-jelas membuat kita harus objektif, dikarenakan polemik yang terjadi pada kasus yang terjadi.
Makna keberimbangan ini lebih dekat kepada memberikan kesempatan setara atau sama kepada setiap narasumber, korban, dan pelaku untuk memberikan keterangan kepada wartawan, sebagaimana ditekankan dalam Kode Etik Jurnalistik.
“Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah,” tulis salah satu poin pada Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik yang dilansir dari laman resmi Dewan Pers Indonesia.
Atas dasar Kode Etik Jurnalistik, keberimbangan informasi merupakan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme.
Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan. Wartawan selain dibatasi oleh ketentuan hukum, seperti Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, juga harus berpegang kepada kode etik jurnalistik.
Dalam pengalaman saya bergelut dalam bidang jurnalistik, tidak jarang saya sebagai reporter yang bertugas melakukan peliputan berita di lapangan dihadapkan dengan peristiwa yang mengharuskan adanya upaya lebih keras oleh pewarta untuk melakukan crosscheck informasi yang lebih intens.
Seperti sejumlah peliputan aksi unjuk rasa misalnya, yang pernah saya hadapi selama terjun dalam dunia pewarta. Dikarenakan dalam aksi massa tersebut sering terjadi aksi provokatif, kerusuhan, bentrok, bahkan tindakan represif, baik dari kubu demonstran maupun aparat pengamanan, hingga menimbulkan kerusakan fasilitas umum.
Hal tersebut mengingatkan saya pada aksi unjuk rasa mahasiswa yang berdampak pada pecahnya pintu kaca kantor DPRD Kutim yang menimbulkan polemik di media sosial dari perbedaan pendapat dan sudut pandang sejumlah pihak, dikarenakan peristiwa yang berlangsung memanas antara mahasiswa dan aparat keamanan saat itu.
Kali ini kembali awak media dihadapkan dengan hal serupa, yaitu aksi unjuk rasa oleh sekelompok mahasiswa dan aktivis yang mengatasnamakan Koalisi Masyarakat Sipil pada saat HUT ke 24 Kabupaten Kutim, yang tidak berlangsung efektif sebagaimana maksud dan tujuannya dalam mensejahterakan bangsa.
Alih-alih menuai hasil yang diinginkan, aksi tersebut justru menciptakan permasalahan baru yang berdampak pada internal kelompok itu sendiri, bahkan membuat kekacauan dalam tubuh organisasi.
Namun saya tidak akan mengulas terlalu dalam terkait masalah yang terjadi dalam internal suatu organisasi, dikarenakan ada batasan kode etik jurnalistik yang harus ditaati.
Unjuk Rasa di Momen HUT ke 24 Kabupaten Kutai Timur
Sangatta, Kamis (12/10/2023) rombongan massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kutai Timur (Kutim) Menggunggat menggelar aksi unjuk rasa yang berisikan sejumlah tuntutan terkait persoalan daerah hingga nasional yang dinilai kurang maksimal penanganannya dan tidak kunjung diselesaikan oleh pemerintah.
Sebelumnya pada Rabu (11/10/2023) melalui edarannya via sosial media, Koalisi Masyarakat Sipil Kutim Menggugat bersama sejumlah organisasi
kemahasiswaan dan kemasyarakatan menggaungkan seruan aksi unjuk rasa tepat pada momen upacara hari jadi Kabupaten Kutim ke 24, Kamis (12/10/2023).
“Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998 tentang kebebasan menyampaikan pendapat dimuka umum, dengan ini kami mengajak kepada seluruh Anggota yang tergabung dalam gerakan Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Kutai Timur Menggugat bersama dengan organisasi Mahasiswa serta Organisasi Masyarakat HMI, PMII, GMNI, BEM STAIS, BEM STIPER, BEM STIE, FRK Serta SELURUH Mahasiswa dan Masyarakat berbasis Sipil yang ada di Kabupaten KUTIM, agar berpartisipasi dalam Aksi unjuk rasa untuk menyambut HUT Kabupaten Kutai Timur,” jelas isi edaran yang diberi tanda, TTD Jendral Lapangan.
Sebagaimana diketahui aksi unjuk rasa digelar bertepatan dengan momen HUT ke 24 Kutim, yang hari itu Kamis (12/10/2023) pagi sedang dilangsungkan upacara di Halaman Sekretariat Kabupaten, di Kawasan Pusat Perkantoran Pemkab Kutim di Bukit Pelangi, Sangatta.
Namun ditengah perayaan hari jadi Kabupaten Kutim dianggap sebagai waktu yang tepat oleh para demonstran Koalisi Masyarakat Sipil untuk melayangkan tuntutan atas sejumlah isu lokal maupun nasional yang dinilai tidak mendapat penanganan serius dari pihak pemerintah setempat.
Aksi unjuk rasa dalam pelaksanaannyai diawali dengan orasi secara bergiliran dari masing-masing perwakilan kelompok organisasi dalam koalisi yang berlangsung di Simpang 3 Pendidikan, yang dalam tuntutannya secara garis besar mendesak Pemkab Kutim menyelesaikan tanggung jawabnya terhadap permasalahan daerah yang belum tertangani.
Selain isu daerah, demonstran juga menyertakan 2 isu persoalan nasional, sebagaimana dibeberkan Zambohari selaku Jendral Lapangan (Jenlap) Aksi Koalisi Masyarakat Sipil Kutim Menggugat.
“Tuntutannya ada 2 isu nasional dan 10 isu lokal,” ungkap Zambohari.
Berikut 2 poin tuntutan isu nasional dan 10 tuntutan isu lokal yang dilayangkan para demonstran :
Isu Nasional
1. Tolak pergeseran /perpindahan/relokasi/penggusuran/pengosongan Pulau Rempang dan Galang
2. Mendorong Kapolri untuk mencopot Kapolda Kalteng dan Kapolres Seruyan yang bertanggung jawab atas penembak di Desa Bengkal.
Isu Lokal
1. Mendesak pemerintahan ASKB penuhi 7 komitmennya.
2. Segera akui masyarakat hukum adat di Kabupaten Kutai Timur
3. Mendesak Pemerintah Kabupaten Kutai Timur agar menghentikan dan merelokasi TPST
4. Menuntut pemerintah untuk mewujudkan keadilan pendidikan di perguruan Kutai Timur
5. Hentikan seluruh proses revisi RTRW Kutim yang melibatkan publik
6. Pemerintah harus menindak tegas perusahaan pengrusak lingkungan
7. Segera penuhi hak korban banjir Sangatta
8. Hentikan serapan ALBD di Pemerintah Kabupaten Kutai Yimur yang terbuang sia-sia bukan untuk kemaslahatan masyarakat
9. Atur ulang tata kelola kebijakan publik yang partisipatif, terbuka dan bertanggung jawab
10. Menuntut Pemerintah Kabupaten Kutai Timur agar segera melakukan reformasi birokrasi untuk efektivitas pelayanan publik.
Aksi Unjuk Rasa Memanas! Kericuhan Terjadi.
Lanjut ke titik aksi berikutnya situasi berubah tegang dan memanas tat kala para demonstran yang tiba di Simpang 4 Kawasan Perkantoran Bukit Pelangi mendapat halangan dari aparat keamanan yang tidak memperkenankan massa aksi untuk terus bergerak menuju ke Kantor Bupati Kutim.
Selanjutnya seluruh demonstran memutuskan meninggalkan kendaraan dan melakukan long march sejauh ratusan meter, dikarenakan mendapat halangan dari aparat kepolisian yang menghalangi massa untuk terus melakukan aksinya.
Bahkan sempat beredar video kericuhan antara aparat dan para demonstran yang terus memaksa bergerak melewati aparat keamanan yang berjaga, menuju area perkantoran Sekretariat Kabupaten Kutim.
Aksi saling dorong dan tarik menarik antara kedua belah pihak pun tidak dapat terhindarkan, sehingga memaksa aparat kepolisian mengamankan beberapa demonstran ke Kantor Polres Kutim.
Jendral lapangan Muh Zam Bohari saat dikonfirmasi membenarkan bahwa sejumlah lima anggota masa aksi dibawa ke Polres Kutim, “Ada lima teman kami yang ditarik ke Polres, tapi gak tau juga apa alasan mereka,” ungkap Zambohari.
Zambohari menyampaikan tujuan mereka melakukan aksi itu hanya untuk menyampaikan aspirasi bukan untuk membuat kegaduhan pada acara perayaan HUT Kutim di kawasan perkantoran Bukit Pelangi hari itu.
“Tujuan kami aksi itu damai, hanya sekedar untuk menyampaikan aspirasi saja bukan keributan. Kami tidak mengganggu acara tersebut, kami sudah bicarakan kalau aspirasi yang akan kami sampaikan itu setelah agenda Hut Kutim,” ujarnya.
Sementara itu Kapolres Kutim AKBP Ronni Bonic menjelaskan bahwa aparat kepolisian tidak menghalangi atau menahan para demonstran, hanya saja pihaknya mengamankan sejenak aksi demonstran agar tidak mengganggu momen sakral upacara peringatan HUT Kutim yang ke-24.
“Nggak ada (yang ditahan), karena sedang momen sakral nanti dulu, silahkan sampaikan aspirasi kami fasilitasi,” jelasnya, dilansir melalui Bujurnews.com. pada edisi pemberitaan Jum’at (14/10/2023).
Dinilai Bertindak Represif, Aparat Kepolisian Tuai Sejumlah Kecaman
Jenderal Lapangan (Jenlap) Koalisi Masyarakat Sipil Kutai Timur Menggunggat, Muhammad Zambohari, menyesalkan tindakan aparat keamanan yang dinilai bertindak represif terhadap massa aksi unjuk rasa hingga membawa paksa sejumlah demonstran untuk diamankan.
Ia menekankan sepatutnya aparat negara harus mengedepankan nilai-nilai prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan alias presisi, bukan justru bertindak keras dan represif.
“Tetapi saat aksi tadi alih-alih menegakkan presisi, teman-teman aparat malah terkesan masih jalan di tempat mengimplementasikan hal itu,” tegasnya.
Tidak sampai disitu berbagai kecaman dan protes juga dilayangkan sejumlah pihak terhadap tindakan aparat kepolisian saat mengawal aksi unjuk rasa, yang telah dirangkum melalui berbagai sumber.
“Itu para aparat tak pantas melakukan tindakan represif kepada masa aksi, karena hak untuk mengemukakan pandangan di muka umum itu dilindungi oleh UUD,” tegas Kader GMNI Deo Datus Feran Kacaribu mengecam tindakan aparat kepolisian yang telah melanggar UUD tentang kebebasan berpendapat.
“Kami mengecam tindakan represif dari kepolisian karena telah tidak mengindahkan UUD 28 E,” sebutnya – (Bujurnews.com).
“Tugas kepolisian adalah untuk melindungi dan mengayomi masyarakat, bukan melakukan tindakan yang represif terhadap masyarakat,” ujar Jimi Saputra, Ketua KP-PGRD – (Corong Demokrasi).
“Menyampaikan pandangan di muka umum adalah bentuk ekspresi warga negara yang dijamin secara hukum, harusnya hal ini seperti ini tidak terjadi,” ungkap Ketua DPD GMNI Kaltim Andi Muhammad Akbar – (KaltimNusantara.com).
“Tindakan yang dilakukan oleh oknum kepolisian tersebut sangat disayangkan. Ini adalah langkah yang keliru dan merugikan masyarakat Kabupaten Kutai Timur. Aksi damai merupakan hak konstitusional yang patut dihormati,” kata Aleks Bhajo Ketua IKA Stiper Kutim – (SuaraKutim.com)
HMI Sangatta Kunjungi Kantor Polres Kutim, Mediasi Pasca Aksi
Jum’at (13/10/2023), Ketum HMI Cabang Sangatta Moh Ali B Musa beserta sejumlah mahasiswa melakukan kunjungan ke Mapolres Kutim memenuhi panggilan Kapolres AKBP Ronni Bonic atas aksi ricuh aksi unjuk rasa yang berujung tindakan tegas oleh aparat kepolisian.
Moh Ali B Musa mengaku kedatangan tersebut untuk menghadiri mediasi yang difasilitasi oleh Mantan Ketua Umum (Mantum) HMI Cabang periode 2019-2020 juga pengurus Pengurus Besar (PB) HMI pusat periode 2021-2023.
Dalam mediasi itu, ia menuntut ketegasan Kapolres terhadap oknum kepolisian yang dianggap melakukan tindak represif terhadap massa aksi.
“Betul kami menghadiri panggilan mediasi itu untuk menuntut ketegasan Kapolres Kutim terhadap oknum kepolisian yang melakukan tindak represif terhadap masa aksi,” jelasnya.
Sementara itu Kapolres Kutim AKBP Ronni Bonic membenarkan bahwa kunjungan HMI itu atas insiden bersitegang yang terjadi antara aparat kepolisian dan demonstran aksi unjuk rasa.
Panggilan itu sekaligus mendengar klarifikasi serta permohonan maaf Polres ke mahasiswa atas insiden pada 12 Oktober 2023 lalu.
“Saya yang undang HMI ke kantor mas. Kami juga akan mengundang yang lain untuk bertemu kalau mereka berkenan meluangkan waktu,” terangnya saat di konfirmasi melalui via WhatsApp oleh awak media, Sabtu (14/10/2023).
Polemik Internal Dalam Tubuh Organisasi HMI Sangatta Hingga Koalisi Masyarakat Sipil Kutim
Kunjungan silaturahmi rombongan Ketua HMI Cabang Sangatta Moh Ali B Musa dalam menghadiri mediasi ke Mapolres Kutai Timur pasca aksi demo menuai polemik internal di kepengurusan HMI Cabang Sangatta, hingga protes keras dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kutim Menggugat.
Hal itu berawal dari beredarnya foto kunjungan yang melibatkan Ketua HMI Cabang Sangatta Kutim, Moh Ali B Musa itu bersama beberapa rekannya ke Mapolres Kutim yang diupload akun resmi Instagram (IG) Polres Kutim pada pukul 10:00 WITA, Jum’at, (13/10/2023)
Kunjungan Ketua HMI tersebut menjadi sorotan banyak pihak, khususnya oleh pengurus komisariat HMI Cabang Sangatta itu sendiri yang merasa tindakan yang diambil oleh pimpinannya itu tak elok terhadap Koalisi Masyarakat Sipil Kutim yang menggelar aksi demo pada, Kamis 12 Oktober 2023 Kemarin.
Sejumlah Ketum Komisariat HMI cabang Sangatta, yakni Ketum Komsat Stais Azizah Nur Aprilia, Ketum Al-Amin, Ardiansyah, perwakilan Komsat Agroteknologi, Saenal dan Ketum Komsat Teknik Pertanian, Wahyu geram terhadap apa yang dilakukan pimpinannya.
Ketum HMI Komisariat Al-Amin Ardiansyah, mengaku, apa yang dilakukan itu mencoreng citra dan nama baik HMI Cabang Sangatta di mata rekan aksi atau organisasi lain, yang bisa saja dianggap jika HMI menghianati gerakan massa aksi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kutim.
“Karena kunjungan ini, kita mendapat asumsi buruk dari rekan lain. Bakal muncul opini kenapa tidak libatkan rekan-rekan yang mendapat tindakan reseprentatif. Kami minta yang terkait (Pimpinan HMI,red) untuk menjelaskan atau mengklarifikasi hal ini,” tegasnya.
Sementara itu perwakilan HMI Stais Adrian mendesak agar Ketum HMI untuk mengeluarkan serta menunjukkan surat perintah PB HMI yang mengharuskan HMI Cabang Sangatta mengagendakan silahturahmi ke Mapolres Kutim.
Tapi jika sebaliknya, Ketua HMI Cabang Sangatta Moh Ali B Musa harus mundur dari jabatannya atau membuat video klarifikasi jika agenda kunjungan tersebut bukan mengatasnamakan HMI Cabang Sangatta.
“Dalam video itu sampaikan jika itu bukan membawa nama HMI Cabang Sangatta, tapi personal. Serta sampaikan apa yang dibahas hari itu,” tegas Adrian.
Bahkan Koalisi Masyarakat Sipil Menggugat sempat mengeluarkan edaran yang menyatakan memboikot organisasi HMI cabang Sangatta dalam keanggotaan koalisi aksi unjuk rasa menyampaikan aspirasi terhadap pemerintah daerah.
“KAMI KOALISI MASYARAKAT SIPIL KAB. KUTAI TIMUR DENGAN INI MENGELUARKAN HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI) CABANG SANGATTA DARI KOALISI,” jelas edaran yang beredar kemarin pasca mediasi HMI dan Polres Kutim.
Unjuk rasa tanpa ‘rasa’ , Timbulkan Masalah Internal Massa
Aksi demonstrasi sekelompok massa dari gabungan sejumlah organisasi mahasiswa dan masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kutim Menggugat yang berlangsung pada Kamis (12/10/2023) lalu, gagal menyampaikan aspirasi tuntutannya terhadap Pemerintah Kabupaten Kutim, melalui aksi yang seharusnya dilangsungkan di titik pusat unjuk rasa, yakni kawasan Setkab Kutim.
Tidak terpenuhinya seluruh rangkaian unjuk rasa yang direncanakan para demonstran, dikarenakan aksi terlalu bersemangat dari sejumlah massa yang memaksa bergerak maju saat dihalangi aparat kepolisian dan bersikeras melewati pihak keamanan di simpang 4 kawasan menuju perkantoran Bukit Pelangi.
Dalam menghadapi aksi unjuk rasa, pihak aparat kepolisian dinilai melakukan tindakan represif terhadap para demonstran sehingga menimbulkan kericuhan dalam unjuk rasa Koalisi Masyarakat Sipil yang berakhir tanpa ‘rasa’ tidak tuntas dalam melaksanakan aksi yang direncanakan mulai pukul 07 pagi hari sampai dengan menang.
Bukannya tertuju segala aspirasi dan ‘rasa’ pada pemerintah dengan tujuan memenangkan segala tuntutan yang dibawa, justru gagal menunjukkan rasa dan berakhir tanpa ‘rasa’ dan hanya menuai pesoalan baru yang turut berdampak kepada sesama massa aksi itu sendiri.
Namun itulah dinamika berorganisasi yang kelak menjadi catatan sejarah bagi anak-anak mahasiswa dan aktivis gerakan aksi, yang menumbuhkan semangat patriotisme dan rasa persatuan untuk kedepannya, bahwa mereka pernah melewati masa sulit yang hasilnya justru nyaris menuai perpecahan antara mereka sendiri.
Sekiranya demikian informasi yang berhasil saya himpun dari deretan fakta peristiwa Aksi unjuk rasa Koalisi Masyarakat Sipil yang ternyata gagal dalam aksi akibat pemilihan momentum yang kurang tepat, serta beberapa permasalahan yang timbul pasca aksi.