Halokaltim – Diungkapkan Kapolres Bontang AKBP Yusep Dwi Prastiya melalui Kasat Reskrim Iptu Hari Supranoto, bahwa anak di bawah umur ditawarkan kepada lelaki hidung belang di sebuah hotel di wilayah Berbas Tengah, Bontang Selatan. Selanjutnya, tersangka adalah seorang wanita berinisial DJA (24) warga Berbas Pantai ditangkap di depan hotel bersama uang tunai senilai Rp 2 juta, hasil dari prostitusi anak di bawah umur yang dilakukan DJA. Selain uang, polisi juga mengamankan dua unit handphone. Tersangka dijerat pasal 2 Ayat 1 UU nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman 6 tahun penjara.
Di kesempatan lain, PKK Bontang, khususnya Pokja I melakukan rapat daring di Pendopo Rumah Jabatan Wali Kota. Hal ini dilakukan dalam rangka mendukung Verifikasi Lapangan Hybrid (VLH) evaluasi Kota Layak Anak (KLA) tahun 2023. Rohana, Ketua Pokja I mengungkapkan, bahwa mewujudkan KLA merupakan bentuk dari gotong royong yang sesuai dengan bidang mereka yaitu keagamaan dan gotong royong.
Mereka juga telah membuat kesepakatan dengan dinas serta lembaga terkait seperti BNN, untuk menghindari penyalahgunaan narkoba, kemudian sosialisasi ke kelurahan serta kecamatan juga rutin dilakukan. Adapun pertemuan-pertemuan di kecamatan, kelurahan, dan RT sekaligus sebagai bentuk kontrol terjadinya kekerasan serta perdagangan anak di wilayah tersebut.
Disaat ada penghargaan KLA atau kota tersebut berusaha mewujudkan KLA. Namun disaat yang sama kota tersebut rentan dengan adanya prostitusi anak. Dengan upaya-upaya mewujudkan KLA saja belum cukup untuk mengatasi adanya prostitusi anak atau penyimpangan anak yang lainnya. Harus dibersamai dengan upaya-upaya pencegahan prostitusi yang nyata. Karena upaya pencegahan adalah hal yang terpenting sekarang ini.
Tugas negara ialah untuk melindungi setiap warga negara. Namun Negara telah gagal melindungi generasinya. Bukan hanya terjadi di Bontang saja, kejahatan prostitusi anak dan perdagangan anak banyak terjadi di berbagai daerah tetapi Negara tidak berdaya menghentikannya.
Pemerintah telah menerbitkan UU Nomer 21/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Undang-Undang Nomor 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Pasal 12. Adapun Tindak Pidana Perdagangan Orang terjadi pada anak, mereka termasuk anak yang memerlukan perlindungan khusus, ada dalam UU Nomor 35/2014 tentang Perlindungan Anak tepatnya Pasal 76 huruf F. Peraturan perundangan tersebut sudah tersedia, akan tetapi mengapa kasus perdagangan dan prostitusi anak tidak bisa teratasi?
Hal ini tidak lepas dari peran sistem yang diterapkan saat ini yaitu kapitalisme sekuler (memisahkan aturan agama dari kehidupan). Dimana hal itu menjadikan cara pandang bukan lagi bersandar pada halal dan haramnya sebuah perbuatan melainkan asas manfaat dan materi. Sehingga orang tanpa ragu menabrak norma agama dan masyarakat demi mendapatkan materi. Bahkan hingga memanfaatkan anak yang masih di bawah umur sebagai ladang bisnis prostitusi.
Di samping itu hal ini juga membuktikan bahwa negara gagal menjaga masyarakat terutama generasi. Tidak di pungkiri bahwa terjunnya seseorang dalam bisnis prostitusi biasanya dilatarbelakangi oleh ekonomi. Yang mau tidak mau dijalani karena ekonomi yang terus menuntut untuk dipenuhi. Sehingga jalan pintaslah yang diambil. Padahal harusnya negara menjadi institusi yang paling bertanggungjawab untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Namun faktanya rakyat dibiarkan hidup mandiri, terseok-seok dalam memenuhi tuntutan ekonomi yang semakin tahun semakin mencekik.
Islam Solusinya
Islam menetapkan beberapa mekanisme untuk memberantas prostitusi pada anak.
Pertama, penegakan hukum dalam hal ini sanksi tegas bagi para pelaku prostitusi dan mucikari. Islam mengatur bahwa para pelaku zina di kenai sanksi hukuman cambuk bagi pelaku yang belum pernah menikah dan hukuman rajam bagi yang sudah menikah. Hal ini dilakukan sebagai upaya pencegahan sekaligus penanggulangan, karena hukuman ini dilakukan di depan umum sehingga akan menimbulkan efek malu dan jera bagi pelaku dan masyarakat yang melihat berfikir ulang untuk melakukan perbuatan tersebut.
Kedua, Islam menjadikan negara sebagai pengatur dan pengurus urusan umat, termasuk didalamnya berkewajiban memberikan jaminan kesejahteraan kepada masyarakat dalam hal sandang pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Sehingga ini meminimalisir pelaku prostitusi yang terjun karena latar belakang ekonomi.
Ketiga, memberikan pendidikan yang berbasis Islam .Pendidikan dengan dasar aqidah Islam yang memahamkan bahwa keridhoan Allah adalah satu-satunya hal yang harus diraih bukan materi atau manfaat. Sehingga semua standar aktivitasnya di dunia didasarkan pada halal dan haramnya dalam agama.
Keempat, mengatur pergaulan antara laki-laki dan perempuan.
Kelima, adanya kebijakan hukum terkait bisnis prostitusi dalam segala bentuk. Dengan adanya kepastian hukum pagi pelaku bisnis haram ini, siapa pun yang terlibat akan mendapatkan sanksi tegas dan hal ini perlu diwujudkan dalam bentuk UU yang tentunya berasal dari syariat Islam.
Inilah sejumlah mekanisme yang diatur oleh syariat terkait masalah prostitusi. Terlihat jika negara menerapkan sistem syariat Islam dan menanamkan tentang akidah Islam. Maka bukan hanya KLA yang terwujud, tetapi prostitusi anak juga tidak akan terjadi.
Wallahi a’lam bishawab