Halokaltim, Sangatta – Embun belum sepenuhnya menguap dari rerumputan di kawasan Polder Ilham Maulana Sangatta, Kamis pagi (5/6/2025), ketika belasan peserta apel mulai berdatangan. Suasana peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025 di ibu kota Kabupaten Kutai Timur (Kutim) itu terasa berbeda. Lebih membumi, lebih aksi ketimbang seremoni.
Di antara deretan pejabat yang hadir, tampak Bupati Kutim Drs. H. Ardiansyah Sulaiman, M.Si dan Ketua Fraksi Demokrat DPRD Kutim Pandi Widianto, S.IP. Keduanya duduk berdampingan di barisan depan. Namun sorotan hari itu mengarah kuat pada sosok Pandi, yang tampil dengan gaya khas. Yakni, kaus hitam berkerah, celana panjang kain abu-abu putih berkantong, dan sepatu kets. Seragam santai, tapi siap kerja.
Bukan hanya hadir sebagai simbol, Pandi ikut langsung dalam aksi bersih-bersih kawasan Polder Ilham Maulana Sangatta. Ia berjalan menyusuri tepian polder, memungut sampah, dan berbaur bersama para pelajar serta relawan yang antusias. Tidak ada jarak, tidak ada batas jabatan.
“Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan masyarakat dapat lebih peduli terhadap lingkungan dan berperan aktif dalam menjaga kebersihan daerah,” ujarnya setelah kegiatan apel.
Pandi meyakini bahwa penanganan sampah dan persoalan lingkungan tidak cukup diselesaikan di meja rapat. Harus dimulai dari bawah – dari kesadaran warga, dari edukasi yang nyata, dan terutama dari teladan para pemimpinnya.
“Lingkungan hidup ini menyangkut masa depan kita semua. Jangan tunggu sampah menumpuk baru kita bergerak. Ini pekerjaan yang harus dimulai dari sekarang,” tegasnya, sambil mengeringkan peluh di lehernya dengan tangan kosong.
Baginya, peringatan Hari Lingkungan bukan sekadar agenda tahunan. Ini adalah refleksi: apakah sudah cukup kontribusi kita terhadap bumi yang semakin ringkih ini?
Pakaian santai, sepatu kets, dan sikap tanpa basa-basi-semuanya menunjukkan bahwa Pandi tidak sedang ‘tampil’ di hadapan kamera. Ia sedang bekerja. Tugasnya sebagai anggota DPRD bukan hanya bicara di ruang sidang, tapi juga hadir dan melihat langsung kenyataan lapangan.
Dengan partisipasi aktif, wakil rakyat Dapil 1 Kutim ini ingin mendorong kebijakan yang tidak berhenti pada proposal atau presentasi. Ia menyebut pentingnya mengawal anggaran, regulasi, dan program-program pengelolaan sampah dan lingkungan hidup ke arah yang lebih operasional dan terukur.
Usai bersih-bersih, Pandi bersama rombongan menuju Pasar Induk Sangatta. Di sana berdiri fasilitas tempat pembuatan sampah terpadu, proyek percontohan yang ditargetkan jadi model penanganan sampah di wilayah perkotaan Kutim.
Pandi berharap bahwa tempat pembuatan sampah terpadu di Pasar Induk itu dapat menjadi model pengelolaan sampah yang efektif dan efisien di Kutim.
Baginya, kegiatan ini bukan sekadar rutinitas tahunan. Lebih dari itu, ini adalah salah satu cara untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan hidup dan mengelola sampah dengan lebih bijak.
“Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan masyarakat dapat lebih peduli terhadap lingkungan dan berperan aktif dalam menjaga kebersihan daerah,” ulangnya lagi, kali ini dengan suara lebih dalam, seakan ingin menanamkan pesan itu ke setiap orang yang mendengarnya.
Perubahan budaya memang tidak instan. Tapi pagi itu, Pandi menunjukkan bahwa semua bisa dimulai dari langkah kecil. Dari satu kantong sampah yang diangkat sendiri. Dari satu sentuhan nyata kepada fasilitas publik. Dari satu kalimat ajakan yang diucapkan bukan di mimbar, tapi di tengah jalan becek dekat tempat pembuangan.
Dan ketika semua orang pulang membawa oleh-oleh selfie, Pandi pulang dengan satu beban tambahan. Yakni, memastikan bahwa hari ini bukan hanya seremoni.(*)