Halokaltim, Sangatta – Puluhan tahun hidup di permukiman yang minim sentuhan infrastruktur dan perhatian pemerintah, ratusan warga Bukit Kayangan, Singa Gembara, Sangatta, bahkan tak pernah menikmati akses listrik negara dan air PDAM.
Tak habis di situ, kehidupan masyarakat setempat yang penuh keterbatasan itu semakin memprihatinkan akibat dampak buruk aktivitas pertambangan perusahaan batu-bara terbesar di Indonesia yang mengisolir kawasan tersebut.
Menanggapi hal itu, Ketua RT.28 Singa Gembara, Hadi, bersama para warganya kompak menyuarakan keluh kesah mereka kepada awak media. Aktivitas tambang yang lokasinya cukup dekat dengan permukiman kerap mengganggu ketenangan warga. “Dari rumah saya itu sekitar 70 meter. Kalo malam itu bising,” beber Hadi.

Selain itu warga juga harus menanggung dampak lingkungan akibat aktivitas tambang. Air sungai yang selama ini menunjang keperluan warga sehari-hari sudah berubah keruh sejak adanya aktivitas tambang setahun belalangan.
“Air yang biasa untuk masak, mandi, minum, sekarang keruh sungainya karena terdampak kegiatan batu bara ini. Terus kalau lagi kemarau debunya itu ke permukiman,” ungkap Hadi.
Kondisi air sungai yang sudah tak layak, semakin menyulitkan warga yang selama ini tak pernah merasakan akses air bersih dari pemerintah. Kebanyakan dari mereka beralih memanfaatkan hujan dan membuat sumur untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Adapun sejumlah warga yang masih tetap menggunakan air sungai untuk mandi, sering mengeluhkan gangguan kesehatan seperti gatal-gatal dan penyakit kulit lainnya. “Ini warga disini kalau mandi disungai itu gatal-gatal semua badannya habis mandi di sungai, dulu gak seperti itu,” tambah Hadi.
Masyarakat Bukit Kayangan menuntut pemerintah dan perusahaan tambang untuk mengambil tindakan dan memberikan solusi. Mereka berharap hak dasar mereka sebagai warga negara dapat terpenuhi.
“Pemerintah cobalah tinjau ke sini, di sini juga warganya kan. Pemerintah lihatlah daerah kita sudah kena dampaknya. Kalau bisa perusahaan nggak usah bertele-tele lah, langsung ganti rugi atau cepat bertindak gitulah, kasihan warga sini juga,” harap salah satu warga setempat, Yuli Mutiawati.
Diketahui kawasan Bukit Kayangan terdiri dari tiga Rukun Tetangga (RT) dengan perkiraan jumlah penduduk capai ratusan jiwa dari 3 RT di wilayah terisolir tersebut. “Jumlah KK RT.28 ada 94 KK. Di sini ada tiga RT, dan yang hadir ini baru warga RT.28,” tuturnya.