Polemik Kasus Rifan: Terdakwa Tanpa Bukti Narkotika, Berdasarkan Tuduhan Saksi dan Kejadian Masa Lalu

Advokat Peradi Kutai Timur, H. Khoirul Arifin, SH., S.Sos., M.H.

Halokaltim, Sangatta – Kasus dugaan tindak pidana narkotika yang menjerat Muhammad Rifan Prahwono yang menimbulkan persoalan. Pasalnya terdakwa membantah dirinya dituduh sebagai kurir sabu oleh tersangka kepemilikan sabu bernama Poniran, yang mengaku membeli narkoba tersebut dari Supri (Narapidana Lapas Bontang) via telepon.

Melalui Kuasa Hukum terdakwa, Khoirul Arifin, Rifan ditangkap tanpa barang bukti kepemilikan sabu, dan menjalani proses hukum di persidangan hanya berdasarkan tuduhan seseorang yang mengaku saksi dan kejadian di masa lampau. Adapun kasus ini menurut Khoirul adalah perkara yang tidak semestinya Rifan menjadi pesakitan di pengadilan.

 

Satu Saksi Bukan Saksi

Menurut Khoirul, keterangan saksi poniran hanya 1(satu) orang yaitu dirinya sendiri tanpa ada kesesuaian dengan saksi lainnya atau petunjuk lainnya, Dalam hukum acara pidana, asas “unus testis nullus testis” (satu saksi bukan saksi) berlaku, yang berarti kesaksian Poniran saja tidak cukup untuk membuktikan keterlibatan M Rifan dalam perkara a quo, kecuali didukung alat bukti lain seperti komunikasi langsung antara M Rifan dan Supri atau bukti transaksi narkotika lainnya.

Dijelaskannya, hal tersebut juga terdapat dalam Putusan MA No. 1174 K/Pid.Sus/2020 yang Menyatakan bahwa kesaksian satu orang tanpa didukung bukti lain tidak dapat dijadikan dasar menghukum terdakwa, serta Putusan MA No. 1844 K/Pid/2018 yang Menyatakan bahwa jika keterangan saksi tidak diperkuat alat bukti lain, maka tidak memenuhi syarat minimal pembuktian pidana, Alat bukti yang diperoleh dari proses yang melanggar hukum harus dianggap tidak sah, sesuai dengan prinsip “fruit of the poisonous tree” (bukti yang didapat secara tidak sah menjadi tidak sah juga ) dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK No. 21/PUU-XII/2014) menegaskan bahwa bukti yang diperoleh secara tidak sah tidak boleh digunakan untuk membuktikan kesalahan terdakwa.

 

Tuduhan Berdasarkan Kejadian Masa Lampau

“Memang terdakwa mengaku pernah disuruh seseorang melempar barang yang diduga shabu, tapi di waktu yg sudah lama hanya karena ketagihan mengkonsumsi barang yang dirasa bisa menghilangkan stresnya, dan di bujuk rayu oleh orang yang mengaku bernama Supri melalui telepon, dan saat itu terdakwa juga tidak ada bermasalah dengan hukum pada saat melempar hanya kejadian masa lalunya yang juga keterangan terdakwa perlu ada pembuktian,” jelas Khoirul.

Lebih lanjut disampaikan, karena dalam hukum pidana, prinsip utama yang berlaku adalah asas legalitas dan asas praduga tak bersalah, Seseorang tidak bisa dihukum hanya berdasarkan pengakuan masa lalunya jika tidak ada alat bukti yang cukup dalam kasus yang sedang dihadapi sekarang. Berdasarkan Pasal 183 KUHAP, seorang terdakwa hanya dapat dipidana jika ada minimal dua alat bukti yang sah dan didukung keyakinan hakim, Menurut Pasal 184 KUHAP, alat bukti yang sah adalah:

  • Keterangan saksi
  • Keterangan ahli
  • Surat
  • Petunjuk
  • Keterangan terdakwa

Terkait hal tersebut Khoirul menyimpulkan jika kasus saat ini yang dihadapi terdakwa M. Rifan tidak memiliki alat bukti yang cukup, maka tuduhan tersebut lemah. “Pengakuan seseorang yang pernah melakukan tindak pidana di masa lalu bukan alat bukti yang sah jika tidak didukung oleh alat bukti lainnya,”terangnya.

“Jika tidak ada saksi, barang bukti, atau petunjuk yang relevan dengan perkara baru yang dituduhkan, maka hukum tidak dapat menjatuhkan pidana hanya berdasarkan pengakuan terdakwa di masa lalu atau pengakuan yang sudah lampau, dalam Pasal 189 ayat (4) KUHAP, pengakuan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan kesalahannya, kecuali didukung oleh alat bukti lain,” tambah Khoirul, sembari memberikan pencerahan atas pembelaannya.

Sebagai Gambaran: Ada seseorang mengaku saat telah membunuh seseorang dijalan yang tidak dikenal karena mau dirampok, lalu mayatnya dibuang ke jurang, dan dia mengakui kesalahannya, tapi saat dicari alat bukti atau petunjuk lainnya tidak ditemukan, seperti tidak ada saksi yang melihat, tidak ada mayat yang ditemukan, tidak ada petunjuk lain maka pengakuan tersangka tidak cukup untuk bisa menghukum tersangka karena syarat sah nya seseorang ditetapkan sebagai tersangka adalah dengan minimal 2 alat bukti.

 

Berdasarkan Ketentuan dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) – Pasal 185 ayat (2) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya, berlaku asas “unus testis nullus testis” (satu saksi bukan saksi), yang berarti kesaksian Poniran yang menuduh Rifan sebagai kurir tanpa didukung saksi lain atau petunjuk lainnnya tidak cukup untuk membuktikan keterlibatan M Rifan dalam transaksi antara poniran dengan supri yg hanya dijadikan DPO oleh penyidik, padahal jelas supri ada di Lapas Bontang. Kalo memang pemberantasan narkoba ini benar dilakukan harusnya supri ini di cari dan diselidiki siapa bandar besarnya atau pemasoknya karena masak seseorang di dalam lapas masih bisa jualan narkoba. Sehingga upaya pemberantasan narkoba ini bisa maksimal memburu di bagian hulunya( produsen, bandar, pemasok, dll) bukan hanya formalitas mengejar kuantitas utk hanya bisa mengungkap narkoba tiap bulan harus ada yang ditangkap tapi yg ditangkap hanya bagian hilirnya saja (Pemakai, kurir, korban dll) justru para penegak hukum sekarang juga harus ada melakukan upaya pencegahan dan pembinaan bagi generasi bangsa ini agar tidak terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba, bukan selalu dilakukan penindakan hukum yg hanya tebang pilih atau tertentu saja.

Dalam pasal 191 ayat (1) KUHAP Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa haruslah diputus bebas dan tidak terbukti bersalah

“Maka dalam upaya terakhir kuasa hukum terdakwa adalah meminta keadilan dari majelis hakim, dengan menyampaikan bukti-bukti formil dan materiil yg diungkap di fakta-fakta persidangan,” pungkasnya.

Dalam sistem peradilan pidana Indonesia, prinsip bahwa fakta hukum yang sah adalah yang terbukti di persidangan telah ditegaskan dalam berbagai putusan Mahkamah Agung (MA). Salah satu yurisprudensi yang menegaskan prinsip ini adalah Putusan Mahkamah Agung Nomor 770 K/Pid/2014. Dalam putusan tersebut, MA menyatakan bahwa jika dalam persidangan tidak terdapat bukti yang cukup untuk mendukung dakwaan, maka terdakwa tidak dapat dinyatakan bersalah.

 

Pernyataan JPU: Dakwaan Terhadap Rifan Dinilai Cukup Bukti 

Namun sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Avianto Sukmaarto, saat ditemui secara terpisah seusai jalannya persidangan menyatakan sudah ada dua alat bukti yang cukup untuk melakukan penuntutan. “Ada bukti petunjuk bahwa Rifan adalah perantara dari saudara Supri yang berstatus DPO,” kata Sukmaarto.

Bukti petunjuk yang dimaksud berupa kesamaan bungkusan plastik narkotika—bungkusan setela ungu—yang dikonfirmasi oleh Rifan dan Poniran, serta adanya komunikasi panggilan tak terjawab di antara mereka.