Halokaltim, Kutai Timur – Dakwaan atas kasus dugaan tindak pidana narkotika yang menjerat Muhammad Rifan Prahwono menimbulkan persoalan. Pasalnya terdakwa membantah dirinya dituduh sebagai kurir sabu oleh tersangka kepemilikan sabu bernama Poniran, yang mengaku membeli narkoba tersebut dari Supri (Narapidana Lapas Bontang) via telepon.
Saat diwawancarai usai sidang di Pengadilan Negeri Sangatta, Senin 8 April 2025, Rifan mengaku pernah menggunakan sabu sekitar dua bulan sebelum dirinya ditangkap. Ia mengakui pernah menerima suruhan oleh orang tak dikenal untuk mengambil dan melempar barang sebanyak dua kali pada akhir Agustus dan awal September 2024 tapi tidak tahu maksud dan tujuannya kemana.
Namun dalam perkara ini, ia membantah isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) atas dirinya, dan mengaku tak pernah berkomunikasi dengan Poniran. “Saya tidak pernah komunikasi dengan Poniran, baik lewat telepon maupun chat, sehingga saya tidak terima jika dituduh sebagai kurirnya,” ungkap Rifan.
“Saya memang dalam BAP merasa ditekan dan diintimidasi serta ditakut-takuti oleh polisi sehingga disuruh tandatangan aja BAP karena saya juga tidak didampingi oleh penasehat hukum, ternyata dalam BAP keterangannya merugikan saya karena tuduhan Poniran,” bebernya.
Alhasil, perkara tersebut menimbulkan kontroversi. Sebagaimana dilansir dari Beranda Indonesia pada edisi 10 April 2025, dalam kasus itu Kuasa hukum terdakwa, Khoirul Arifin, mengungkapkan sejumlah kejanggalan pada kasus yang dinilai merugikan kliennya. Sementara itu Kapolsek Kaliorang, AKP Jaelatu, senada dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Avianto Sukmaarto, yang menganggap tak ada hal yang harus dipersoalkan dalam perkara tersebut. Disisi lain keluarga terdakwa beri pengakuan mengejutkan selama proses hukum berlangsung.
Bantah Dakwaan JPU, Kuasa Hukum Ungkap Kejanggalan pada Kasus Rifan
Khoirul Arifin selaku Kuasa Hukum (Advokat) mengajukan eksepsi atas dakwaan jaksa, yang dinilai kabur atau obscuur libel “Dalam dakwaan yang disampaikan JPU, tidak dijelaskan secara rinci mengenai waktu dan tempat kejadian tindak pidana. Ini jelas melanggar ketentuan Pasal 143 ayat (3) KUHAP dan harus dinyatakan batal demi hukum,” ujar Khoirul saat ditemui usai sidang.
Dijelaskannya, kasus ini bermula saat Muhammad Rifan Prahwono ditangkap pada 18 September 2024 sekitar pukul 09.30 WITA di rumahnya di Jalan Dahlia RT 004, Desa Bumi Sejahtera, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur. Rifan didakwa sebagai perantara dalam jual beli narkotika jenis sabu.
Menurut Khoirul, ada sejumlah kejanggalan dalam kasus ini. Pertama, saat penangkapan tidak ditemukan barang bukti narkotika pada Rifan. Kedua, polisi tidak menunjukkan atau membawa surat penangkapan. Ketiga, terdakwa dikaitkan dengan peristiwa pada 12 September 2024, padahal saat ditangkap pada 18 September 2024.
Diketahui, Rifan sedang berada di rumah pada saat tanggal 12 setember 2024, dan terdakwa tidak ada keluar rumah dan tidak ada bukti komunikasi apapun antara Rifan dengan saksi poniran (yang membeli narkoba) dan Supri (DPO) yang menjual narkoba. “Namun Poniran menuduh Rifan sebagai kurirnya Supri, hanya pengakuan sepihak tanpa didukung alat bukti atau petunjuk lain, kami sudah buktikan itu difakta – fakta Persidangan”, ungkap Khoirul.
“Terdakwa dituduh menjadi perantara atau kurir narkoba dari seseorang bernama Supri yang sampai saat ini masih berstatus DPO. Supri saat ini berada di Lapas Bontang karena kasus narkoba, namun polisi dan Jaksa Penuntut Umum sengaja mengaburkan fakta ini,” jelas Khoirul.
Pernyataan JPU: Dakwaan Terhadap Rifan Dinilai Cukup Bukti
Jaksa Penuntut Umum (JPU), Avianto Sukmaarto, saat ditemui secara terpisah seusai jalannya persidangan menyatakan sudah ada dua alat bukti yang cukup untuk melakukan penuntutan. “Ada bukti petunjuk bahwa Rifan adalah perantara dari saudara Supri yang berstatus DPO,” kata Sukmaarto.
Bukti petunjuk yang dimaksud berupa kesamaan bungkusan plastik narkotika—bungkusan setela ungu—yang dikonfirmasi oleh Rifan dan Poniran, serta adanya komunikasi panggilan tak terjawab di antara mereka.
Tanggapan Kapolsek Kaliorang: Bantah Penyampaian Kuasa Hukum Rifan
Di sisi lain, AKP Jailatu, Kapolsek Kaliorang, membantah adanya pelanggaran prosedur dalam penangkapan Rifan. AKP Jailatu juga menyampaikan bahwa penangkapan kasus ini dilakukan pada Kapolsek sebelum dirinya menjabat. Ia menegaskan bahwa kasus tersebut merupakan satu laporan polisi yang di-split (dipisah) karena perbedaan waktu kejadian.
“Kasus ini adalah satu LP yang di-split karena perbedaan waktu kejadian. HP yang disita dari Rifan menjadi bukti komunikasinya dengan tersangka lain, Poniran. Tidak ada cerita ditahan tanpa barang bukti. Bukti komunikasi berupa HP sebagai bukti permulaan,” jelasnya.
Menurut Jailatu, barang bukti narkotika ada pada tersangka Poniran, dan Muhammad Rifan berperan sebagai pengantar barang tersebut. Hal ini menurutnya sesuai dengan laporan dari personilnya mengenai permasalahan Rifan.
Mengaku Sempat Dimintai Uang dan Mobil Hendak Disita, Ayah Rifan Harapkan Keadilan
Sementara itu hal tak mengenakan lainnya dalam kasus ini turut dikemukakan oleh ayah terdakwa Rifan, Nur Said Sudiro, yang membeberkan dugaan adanya permintaan uang dari oknum kepolisian selama proses hukum berlangsung.
Hal lain yang menjadi sorotan adalah status mobil pick up usaha air minum milik keluarga Rifan yang hendak disita sebagai barang bukti oleh polisi, meski tidak jelas kaitannya dengan kasus ini. Merasa digertak, ia kemudian minta pertolongan (back-up) oleh salah satu tokoh masyarakat di Kaliorang sehingga penyitaan urung dilakukan.
Meskipun demikian Nur Sa’id juga mengakui bahwa dirinya tidak memiliki bukti penguat statementnya mengenai permintaan uang. Karena menurutnya dalam proses permintaan tersebut, dirinya tidak diperkenankan membawa handphone, tapi secara lisan.
“Awalnya ada yang minta uang Rp100 juta dari seseorang yang mengaku bernama inisial YD dari kepolisian. Kemudian saat akan menghadap jaksa, dia menunjukkan surat dari jaksa terkait P-19 yang mengatakan akan melimpahkan berkas perkara ke jaksa dan ada permintaan lagi uang sejumlah Rp25 juta. Permintaan tersebut tidak ada yang kami penuhi, juga termasuk masalah disuruh nyerahkan mobil untuk disita,” jelas Nur Said.
Ia juga berharap pengadilan bisa menjadi pengadil yang adil dan bijaksana dalam perkara yang melibatkan anaknya tersebut. Dirinya juga meminta agar masalah ini menjadi lebih terang, tersangka Supri yang menurutnya berasal di Lapas Bontang dihadirkan, sehingga bukan hanya anaknya yang harus menjadi korban dari sindikat narkotika dan berurusan dengan hukum, namun penjual ataupun bandarnya dapat diberantas.
“Kalau memang anak saya terbukti bersalah saya tidak masalah anak saya dihukum, tapi ini anak saya tidak ada barang bukti dan tidak bersalah jadi kami minta untuk di bebaskan, kalau jelas-jelas penjual narkoba itu namanya Supri (DPO) yang sekarang di lapas, kenapa itu tidak ditangkap? Siapa dibelakangnya dan pemasok atau produsen narkoba nya?, dari lapas kok masih bisa mengedarkan. Apakah Supri hanya tokoh fiktif yang sengaja diciptakan oleh para penjahat narkoba untuk lempar batu sembunyi tangan?. Jadi berantas narkoba di hulu nya jangan hanya di hilirnya. Kami sangat mendukung upaya pemberantasan peredaran narkoba, apalagi anak saya ini seperti dijebak dan dijadikan umpan saja,” papar Nur Said didampingi kakaknya Rifan, Agus, saat dikonfirmasi sebelum jalannya persidangan di Pengadilan Negeri Sangatta.
Putusan Sela
Untuk diketahui, dalam laman website sipp.pn-sangatta.go.id terkait kasus Muhammad Rifan Prahwono terdapat putusan sela terkait penolakan keberatan yang dilayangkan oleh Kuasa Hukum tersangka tertanggal Selasa (4 Maret 2025) yang berbunyi:
“Menyatakan keberatan dari Terdakwa dan atau Penasihat Hukum Terdakwa Muhammad Rifan Prahwono als Rifan Bin Nur Said tersebut tidak dapat diterima; Memerintahkan Penuntut Umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara Nomor 38/Pid.Sus/2025/PN Sgt atas nama Terdakwa Muhammad Rifan Prahwono als Rifan Bin Nur Said tersebut di atas; Menangguhkan biaya perkara sampai dengan putusan akhir.”