Mendulang Suara di Kalangan Gen Z Dan Milenial di Provinsi Kaltim

Isadiningtyas.

Opini Oleh: Isadiningtyas, SEI.

 

Halokaltim – Provinsi Kalimantan Timur Tengah bergembira di antara dinamika politik yang terus berkembang seiring dengan penambahan jumlah populasi masyarakat di Kaltim dan penambahan jumlah genz dan milenial. Di Kalimantan Timur 53% penduduknya terdiri dari genzi dan milenial yang tersebar di berbagai kota dan kabupaten. Hal ini menjadikan kedudukan mereka sangat strategis, pokok dan sentral dalam kemajuan dan keberlangsungan demokrasi di Kaltim.

Pilkada yang akan digelar 27 November mendatang menjadi peluang bagi generasi z dan milenial untuk berkontribusi dan berdemokrasi mewujudkan pemilu yang aman dan damai. Partisipasi generasi muda diwujudkan dalam bentuk dukungan berupa pilihan yang sehat sesuai dengan hati dan pilihan masing-masing.

Berbagai cara dilakukan oleh pasangan calon gubernur/ walikota semisal menyelenggarakan Mabar, e-sport, turnamen olahraga, balap motor, dan lain-lain, acara-acara ini tidak lain adalah untuk menggalang suara agar gen z dan milenial memberikan dukungan kepada calon walikota/ gubernur.

Tawaran menarik yang diberikan oleh calon gubernur/ walikota memberikan harapan pada gen z pada kehidupan yang lebih baik, pekerjaan, bantuan UMKM, kemudahan berbagai sarana penyaluran bakat dan kompetensi bagi gen z, mewarnai janji-janji manis para calon gubernur/walikota.

Di dalam sistem demokrasi masyarakat dan gen z milenial menjadi salah satu hal terpenting yang dibutuhkan dalam mensukseskan proses demokrasi. Suara masyarakat dan gen z sangat menentukan kemenangan calon gubernur atau walikota. Proses berdemokrasi itu sangat ditentukan atas pilihan pemilih di dalam bilik, aktivitas berdemokrasi hanya sebatas memilih calon pemimpin saja. Selebihnya setelah pemimpin terpilih masyarakat tidak lagi dilibatkan tinggal menunggu janji keputusan, kesesuaian penerapan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh penguasa. Inilah cacatnya demokrasi bahwa proses berdemokrasi hanya dilakukan saat pemilihan saja bukan sepanjang pejabat berkuasa.

Gen z yang memiliki potensi besar untuk memilih atau tidak memilih calon pasangan gubernur atau walikota harus memiliki pandangan yang benar tentang demokrasi. Harus disadari bahwa demokrasi hanya memanfaatkan suara mereka saja untuk kepentingan kemenangan calon pasangan. Seperti yang sudah-sudah dan berulang terus terjadi saat pemilu bahwa suara masyarakat atau gen z hanya dibutuhkan satu kali selama 5 tahun.

Rusaknya pemahaman tentang demokrasi ini harus kemudian diganti dengan pemahaman lain yang baru, benar shahih bahwa proses pemilihan adalah bentuk kepedulian kita terhadap arah perpolitikan, pengaturan urusan masyarakat dan bernegara.

Gen z memiliki sifat open think atau berpikiran terbuka maka pemikiran-pemikiran baik harus mengisi dan mendominasi cara berpikir mereka menggantikan pemikiran demokrasi yang rusak dan merusak. Pemikiran yang baik tidak lain adalah bersumber dari ilahi yaitu pemikiran Islam di mana Islam menjadikan pembahasan politik bukan hanya perkara pemilihan 1 tahun sekali akan tetapi bagaimana masyarakat atau gen z menginginkan diterapkan hukum-hukum Alquran atas hidup mereka.

Sebagaimana halnya politik yang berarti pengaturan hidup maka gen z harus memiliki keinginan untuk mengatur hidupnya dengan nilai-nilai halal dan haram baik dan buruk, sesuai dengan hukum Islam. Janji-janji manis akan kesejahteraan mereka sesungguhnya hanyalah isapan jempol belaka karena terbukti demokrasi dengan sistem kapitalismenya menjauhkan masyarakat dari kesejahteraan kepada masyarakat atau pun kepada gen z. Di sinilah pentingnya gen z ikut serta dalam perpolitikan dimulai dari pemahaman yang benar tentang demokrasi, menyadari kerusakan demokrasi dan menggantinya dengan sistem Islam yang mulia dan luhur, yang telah terbukti adil dan mampu memberikan kesejahteraan kepada masyarakat.

Wallahualam bishawab

 

Penulis: Isadiningtyas