Halokaltim, Bontang — Anggota DPRD Bontang Muhammad Yusuf mengkritisi anggaran kesehatan yang dialokasikan pemerintah tahun ini. Penyebabnya, klaim Pemkot bahwa telah mengalokasikan anggaran kesehatan 15 persen dari APBD atau setara Rp 495 miliar namun tak berbanding lurus dengan tren kasus stunting.
Kasus stunting di Bontang terus menunjukkan peningkatan. Berdasarkan data terbaru, prevalensi stunting di kota ini mencapai 20,6 persen, naik dari 18 persen pada Juli lalu. Wilayah pesisir, seperti Kelurahan Bontang Lestari terdeteksi jumlah kasus stunting tertinggi. Sebanyak 166 balita dari total 431 anak terdiagnosis stunting.
Muhammad Yusuf menilai, kenaikan angka stunting ini dipicu oleh kurang maksimalnya alokasi anggaran untuk penanganan masalah tersebut. Menurutnya, anggaran seharusnya disusun melalui perencanaan dari tingkat paling bawah, seperti Posyandu dan RT. Hasilnya kemudian diajukan pada saat Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di tingkat kelurahan.
“Sebenarnya yang terkait anggaran itu harus ada perencanaan dari bawah ke atas. Terkait dengan stunting, seharusnya sudah ada pengajuan dari Posyandu ataupun RT saat Musrembang kelurahan,” kata Yusuf belum lama ini.
Namun, Yusuf menyebut, hingga kini usulan terkait penanganan stunting sering kali tidak diajukan. Dampaknya, anggaran yang disediakan lebih dominan digunakan untuk proyek fisik.
“Kalau mereka tidak mengajukan anggaran penanganan stunting, ya anggaran yang lebih banyak akhirnya digunakan untuk proyek fisik,” sambungnya.
Yusuf juga menegaskan bahwa DPRD Kota Bontang, terutama dirinya, tetap berkomitmen untuk menurunkan angka stunting.
Ia berharap, ke depan perencanaan dan pengajuan anggaran dapat lebih tepat sasaran untuk menangani masalah stunting yang kian mengkhawatirkan.