Halokaltim, Berau – Ramai tersiar kabar PT Berau Coal yang bergerak dibidang batu bara diduga melakukan perampasan lahan milik Kelompok Tani (Poktan) Usaha Bersama Maraang (UBM) yang dikabarkan belum melakukan ganti untung pemakaian tanah milik masyarakat.
Pihak perusahaan yang dinilai tak ada itikad baik terkait perselisihan tanah tersebut akhirnya berujung gugatan dugaan perampasan atau pemakaian lahan yang diajukan Kuasa Hukum Poktan UBM terhadap PT Berau Coal, Selasa (15/10/2024).
Team Hukum Badrul Ain Sanusi Al Afit, S.H, M.H & Rekan (BASA) yang bermarkas di Banjarbaru – Kalimantan Selatan mengatakan tertanggal (15/10/2024) pihaknya sudah mengajukan gugatan terkait persoalan lahan milik Poktan UBM yang dikuasai oleh PT Berau Coal selama hampir 20 tahun.
“Dasar masyarakat mengajukan itu kan sudah jelas, kami pun telah mengundang semua data-data itu dari mereka. Selain hasil hearing di DPR Provinsi juga masyarakat memiliki legalitas surat secara fisik atas sebidang tanah seluas 1.290 hektar,” ujar Hafidz Halim.
Kemudian, pihaknya juga menemukan beberapa data dan alat bukti dimana perusakan itu (Berau Coal) diduga tidak melakukan prosedur yang benar terhadap lahan-lahan masyarakat di Kampung/Desa Tumbit Melayu. Bahkan perusahaan pun tidak memiliki bukti atau legalitas atas lahan yang mereka duduki selama ini.
“Seharusnya sesuai prosedur yang ada baik itu dalam Undang-Undang Mineral Batu Bara (Minerba) nomor 32 tahun 2020 itu sudah jelas bahwa harus menyelesaikannya permasalahan lahan dengan masyarakat juga tidak terlepas dari implementasi undang-undang tersebut yaitu peraturan pemerintah. Disitu aturannya jelas harus dilepaskan atau dibebaskan dahulu ketika mengajukan IUP atau IUPK,” sambungnya.
Secara prinsip, kata Hafidz Halim ada dugaan dugaan ke ranah pidana yang dilakukan PT Berau Coal. Pasalnya pihak PT Berau Coal tidak memiliki bukti otentik legalitas pembebasan lahan itu.
“Dengan siapa dan bagaimananya kan Poktan tidak tahu dan tidak merasa pernah dibebaskan. Intinya yang kami temukan bahwa lahan ini sejak hak ulayat bahkan berbagai macam administrasi sampai berganti kepala desa, lahan ini sah milik Poktan UBM,” katanya.
Oleh karena itu hasil dari musyawarah bersama pihak masyarakat (Poktan UBM) bersama kuasa hukumnya memutuskan untuk menempuh langkah hukum ke perdataan terlebih dahulu. Sehingga untuk membuktikan itu maka harus ke persidangan karena akan lebih objektif jika pihaknya dapat membuktikan dulu secara keperdataannya.
“Bisa saja kami langsung gugat secara pidana, hanya saja agar lebih tepat sasaran maka kami memilih perdata dulu baru pidana,” tandasnya.