Oleh : Raymond Chouda
Halokaltim, Sangatta – RIBUAN pasang mata terhipnotis oleh pertunjukan adu kekuatan dukungan politik dari parpol maupun relawan, antara Ardiansyah Sulaiman-Mahyunadi (ARMY) dan Kasmidi Bulang-Kinsu (KB-Kinsu). Kedua pasangan calon yang akan berlaga di pilkada Kutim 2024 tersebut, telah resmi mendaftarkan diri di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kutai Timur, 27 dan 28 Agustus. Tidak ada poros ketiga maupun keempat di Pilkada Kutim.
Tiada lain tiada bukan, kedua paslon tersebut juga hasil dari pilkada sebelumnya pada 2020, yakni Ardiansyah Sulaiman-Kasmidi Bulang (ASKB) dan Mahyunadi-Kinsu (Makin), yang kala itu dimenangkan oleh ASKB. Artinya, Ardiansyah dan Kasmidi adalah sesama incumbent, lalu berpisah pada pilkada ini, kemudian mengambil wakil dari stok paslon tersisa dari pilkada sebelumnya. Keempatnya masih tergolong OP alias over power.
Hal itu menandakan, Kutim saat ini masih perlu melahirkan lebih banyak tokoh politik untuk pilkada periode berikutnya. Meski sebelumnya sempat bermunculan sejumlah bakal calon wakil bupati. Seperti beberapanya yaitu Ketua NasDem Arfan, Ketua PPP Uce Prasetyo, Legislator Gerindra David Rante, Ketua Gapeksindo Kutim Kadar, hingga puteri mantan Gubernur Awang Faroek yang juga Ketua Kadin Kaltim Dayang Donna, dll. Tapi tetap saja, seleksi alam memfilter, pilkada kali ini kembali akan mempertandingkan tokoh-tokoh hasil pilkada 2020, namun bertukar pasangan.
Hal itu juga pertanda, keempatnya adalah putra terbaik Kutim, yang secara bersamaan akhirnya menjadikan poros ketiga hanya wacana. Semua kelompok politik lebih memilih untuk memberi kekuatan kepada ARMY maupun KB-Kinsu.
Memang, sebelumnya sempat muncul isu lahirnya poros ketiga, yakni Irwan alias Irwan Fecho ketua Partai Demokrat Kaltim yang dijagokan sebagai bakal calon bupati. Bahkan Ketua Demokrat Kutim Ordiansyah sempat merilis, bahwa pihaknya hanya akan mengusung calon dari kader Demokrat sendiri. Namun pada akhirnya, memilih jalur yamg lebih realistis, menyokong kekuatan kepada salah satu dari dua poros yang ada saat ini Demokrat mengusung ARMY.
Kini peta politik jika ditinjau dari 40 kursi parlemen DPRD Kutim adalah, ARMY diusung 17 kursi dari empat parpol, sedangkan KB-Kinsu diusung oleh 23 kursi dari enam parpol. Ini artinya KB-Kinsu unggul enam kursi. Meski ini tak dapat dijadikan patokan, namun hal ini hanya menjadi salah satu tolok ukur.
ARMY diusung PKS (7 kursi), Perindo (1), Demokrat (6), dan Gerindra (3). Sedangkan KB-Kinsu diusung Golkar (7 kursi), NasDem (6), PPP (4), PAN (2), PDI Perjuangan (3), dan Gelora (1). Masing-masing paslon juga disupport partai pendukung nonparlemen.
Adapun Ardiansyah maupun Kasmidi, sebagai calon bupati yang akan head to head, mempunyai catatan di atas kertas sama-sama sudah pernah menjadi anggota DPRD kabupaten dengan masing-masing empat kali menjabat, dan sama-sama sudah pernah jadi wakil bupati.
Ardiansyah, politisi usia 60 tahun dengan basic guru yang kini di bawah naungan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sebenarnya sudah dua kali menjabat bupati Kutim. Sebelum ASKB periode 2020-2024, ia telah menggantikan Isran Noor yang mengundurkan diri dari bupati pada 30 Maret 2015. Ardiansyah menjadi pelaksana tugas (Plt) bupati sampai resmi dilantik sebagai bupati definitif pada 9 Juni 2015 – 12 Februari 2016, atau sekitar delapan bulan. Pendeknya usia jabatan itu pula yang memberi ia peluang untuk bisa kembali mencalonkan diri sebagai bupati di pilkada 2024.
Adapun Kasmidi, politisi 48 tahun yang juga lahir dari dunia organisasi kepemudaan itu, saat ini merupakan ketua Partai Golkar Kutim yang sudah dua kali menjabat wakil bupati. Dia sudah tidak mungkin lagi menjabat posisi yang sama, sehingga sudah harus naik ke jenjang calon bupati. Kasmidi juga sempat menjadi Plt bupati pada 3 Juli 2020 – 17 Februari 2021, atau sekitar tujuh bulan, mengisi kekosongan jabatan yang ditinggalkan mantan bupati Ismunandar.
Maka, keduanya memiliki peluang yang sama. Bahkan, elektabilitas maupun popularitas keduanya boleh dibilang sengit. Lalu, yang akan membedakan tak hanya kemeriahan dukungan kelompok-kelompok relawan dan pendukung yang berwarna-warni. Tapi juga keberanian pemimpin mengambil kebijakan, yang bukan sekadar janji-janji.
Dewasa ini, masyarakat tak hanya melihat tokoh calon pemimpin dari program maupun visi yang ditawarkan. Tapi juga lebih melihat pada brand figur atau citra personal, serta pengalaman dan sepak terjang yang ada. Juga yang tak kalah penting, pola komunikasi yang dilakukan kepada masyarakat. Dari situ kemudian rakyat akan menilai ketokohan, popularitas, kemudian menjadi elektabilitas. Akhirnya menentukan perolehan suara.
Meski persoalan daya magnet kedua paslon terhadap perolehan suara tak dapat dikupas tuntas dalam sebuah artikel opini seperti ini, saya ingin memastikan, kepentingan rakyat Kutai Timur haruslah menjadi prioritas utama kedua paslon. Kita haruslah sama-sama berharap agar semua masyarakat bisa benar-benar ikut andil dalam menyalurkan hak suaranya sehingga menekan angka golput, menjadikan pesta demokrasi lebih sehat dan menghasilkan pemimpin baik yang berkualitas, serta peduli dan benar-benar bisa bekerja sebagai pemimpin.
Maka itu, masyarakat jangan apatis, jangan malas mengenal calon pemimpin beserta visinya. Harus percaya dengan pilihannya. Sebab, Kutim juga akan menjadi salah satu daerah penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kaltim, sehingga daerah ini bisa benar-benar berkembang dan menjadi penting. Hal itu hanya dapat dicapai dengan adanya pemimpin yang kompeten, dan peran serta masyarakat menyalurkan suara pada hari H pemungutan di TPS pada Rabu, 27 November 2024. Pastikan, pemenangnya adalah rakyat. (*)