Halokaltim – Petani kelapa sawit di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) hingga saat ini masih menggunakan peralatan manual dalam proses produksinya. Hal ini menyebabkan produktivitas dan kualitas produksi mereka menjadi kurang optimal.
Kepala Dinas Perkebunan Kutim, Sumarjana, mengatakan bahwa hal ini disebabkan oleh keterbatasan biaya yang dimiliki oleh para petani. Namun, pihaknya terus berupaya untuk membantu para petani dalam mendapatkan peralatan yang dibutuhkan.
“Kita sudah menganggarkan bantuan peralatan untuk para petani. Namun, karena keterbatasan anggaran, maka kita akan bertahap memberikan bantuan tersebut,” ujar Sumarjana saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (5/11/2023).
Ia juga menyampaikan, ada beberapa anggaran melalui pokok-pokok pikiran DPRD Kaltim. Selain itu terdapat bantuan dari perusahaan – perusahaan.
Proses panen kelapa sawit meliputi beberapa tahap seperti memotong Tandan Buah Sawit (TBS) yang sudah matang, mengutip brondolan, memotong pelepah, mengangkut buah ke Tempat Pengumpulan Hasil (TPH), dan mengirim buah ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS).
“Pada proses panen, para petani menggunakan peralatan manual seperti dodos, egrek, gancu, kapak, parang, angkong, dan tojok. Alat-alat ini memiliki keterbatasan dalam hal kecepatan, ketepatan, dan efisiensi,” ujarnya.
Misalnya, dodos dan egrek yang digunakan untuk memotong TBS hanya dapat digunakan pada tanaman yang memiliki ketinggian tertentu. Jika tanaman sudah terlalu tinggi, maka para petani harus menggunakan tangga atau memanjat pohon. Hal ini tentu saja membutuhkan waktu dan tenaga yang lebih banyak.
Selain itu, alat-alat manual juga lebih rentan terhadap kerusakan. Jika tidak dirawat dengan baik, maka alat-alat ini akan cepat tumpul dan tidak dapat digunakan secara optimal.