Kapitalisme Tumbuh Suburkan Peredaran Narkotika

Fani Ratu Rahmani, Aktivis dakwah dan Pendidik. (halokaltim)

Halokaltim – “Drugs are a bet with your mind”, Narkoba adalah taruhan dengan pikiranmu (Jim Morrison, Penyanyi, penyair dan copywriter dari Amerika Serikat 1943-1971)

Kata-kata motivasi untuk menghindari narkoba sudah sering kita baca. Bahkan, poster hingga baliho juga kerap kita dapatkan baik di jalan raya, tempat-tempat umum, hingga sekolah. Namun, masalah narkoba tidak juga berakhir.

Sebagaimana sebuah data dari bulan Januari hingga Juni 2023, tercatat 72 Kasus Narkotika di Kota Beriman. Pengungkapan tersebut didominasi oleh narkotika jenis sabu, dengan lokasi pengungkapan terbanyak yakni di wilayah Kecamatan Balikpapan Barat. Wakasatresnarkoba Polresta Balikpapan, AKP Tri Ekwan menyimpulkan jika memang peredaran narkotika memang belum surut di Balikpapan.    

Dari peristiwa ini membuktikan bahwa kasus ini belum begitu surut ditambah menunjukkan efek jera, baik bagi pengedar dan pelaku. Alih-alih kapok, kita sering saksikan para artis saja terjebak di kesalahan yang sama untuk perihal ini. Alih-alih ditolak masyarakat, ada juga bandar narkoba yang masih eksis karena kepedulian sosial yang dimilikinya pada warga sekitar.

Ditambah, kita tidak menutup mata dari segi pundi-pundi yang didapatkan dari bisnis haram ini. Mengutip Asean Drug Monitoring Report, dikatakan keuntungan perdagangan narkotika di ASEAN tahun 2018 mencapai Rp 550 triliun. Demikian halnya dengan sabu yang juga menghasilkan keuntungan. (Sumber : Investor.id)

Narkoba memang komoditas bisnis yang sifatnya global, sistematis dan menghasilkan keuntungan fantastis. Narkoba bahkan sudah bukan barang mewah, karena penggunanyapun ada dari kalangan bawah. Masyarakat pun berminat besar dalam pusaran bisnis ini karena yang didapat tidak main-main.

Kita tidak perlu heran atau tertegun dengan pusaran bisnis barang haram yang terus eksis. Dalam sudut pandang sistem ekonomi kapitalisme, semua hal bisa dijadikan komoditas bisnis. Selama bisa menghasilkan keuntungan, maka komoditas tersebut akan terus diproduksi bahkan difasilitasi peredarannya. Sebab, dalam kamus kapitalisme, tujuan dari segala tujuan hanyalah soal keuntungan, tentang besaran manfaat yang bisa diraih dari bisnis-bisnis yang ada.

Kita harus pahami pula bahwa meningkatnya permintaan terhadap narkotika karena memang masyarakat kini adalah masyarakat sekuler. Masyarakat yang menuhankan prinsip kebebasan dibandingkan yang lain. Masyarakat yang tidak menjadikan agama untuk mengatur kehidupan, agama hanya diakui tanpa harus terikat padanya. Masyarakat yang tidak punya tujuan hidup selain hanya duniawi, sehingga jika ada masalah maka akan mencari kebahagiaan semu seperti mengonsumsi narkoba.

Jadi, selama sistem yang dipergunakan negeri ini atau bahkan dunia ini masih kapitalisme, peredaran narkoba akan terus ada. Narkoba akan tetap terus eksis dan sampai ke tangan masyarakat. Karena cara berpikir masyarakat yang masih sekuler ditambah bisnis kelas kakap yang terus dibuka lebar-lebar meski di pasar gelap.

Oleh sebab itu, untuk menghentikan lingkaran setan narkoba ini memang harus dengan perubahan mendasar dan sistematis. Perubahan yang mengarah pada kebaikan yaitu Islam, bukan perubahan pragmatis sebatas janji seorang calon pemimpin untuk memberantasnya. Sebab domain pemimpin dalam sistem kapitalisme tetap akan jadi pelayan sistem, tidak mampu lakukan perubahan hakiki. Jadi, kembali pada syariah secara kaffah adalah satu-satunya solusi problematika hidup manusia, mari kita perjuangkan bersama. Wallahu a’lam bish shawab.