SAMARINDA – Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim Setyo Budi Basuki mengharapkan seluruh kabupaten kota di Kalimantan Timur dapat mengeliminasi atau bebas dari malaria pada tahun 2027. Dan saat ini, ada empat daerah yang telah mendapatkan sertifikat bebas malaria yaitu Samarinda, Balikpapan, Bontang dan Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2021 lalu.
“Alhamdulillah, kita bisa mendorong kabupaten kota tersebut mendapatkan sertifikasi bebas malaria,” jelas Setyo Budi Basuki, beberapa hari lalu.
Selain 3 kota dan 1 kabupaten tersebut, Lanjut Setyo Budi, saat ini juga dilakukan proses pra eliminasi untuk Kabupaten Mahakam Ulu dan Kabupaten Kutai Timur, untuk terus didorong agar bisa mendapatkan sertifikasi bebas malaria pada tahun 2023 mendatang.
“Kita targetkan tahun 2027, seluruh kabupaten di Provinsi Kaltim sudah bebas dari malaria,” tegasnya.
Untuk mewujudkan dan merealisasikan Provinsi Kaltim bebas malaria, lanjut Setyo Budi tentu diperlukan komitmen bersama, bukan hanya pemerintah provinsi, dan kabupaten kota juga dukungan dari stakeholder dan pihak swasta.
“Kita tahu penyakit malaria, tidak bisa dikerjakan semata oleh Dinas Kesehatan, karena sebagian besar, kasus gigitan terjadi pada hutan dan lingkupnya lebih banyak di perkebunan, kehutanan serta sektor lainnya. Oleh karena itu untuk mengeliminasinya perlu dilakukan secara bersama-sama,” tandasnya.
Ditambahkan, rata-rata kasus malaria di Kaltim adalah populasi khusus, artinya tidak di lingkup masyarakat langsung, tetapi masyarakat yang bekerja di hutan. Maka perlu keterlibatan semua stakeholder terkait untuk menjamin agar masyarakat yang beraktivitas di hutan itu tidak berplasmudium, sehingga tidak menjadi tempat penularan dari nyamuk anopheles penyebab malaria.
“Kita harapkan ada pos malaria hutan, sehingga orang yang mau masuk beraktivitas di hutan dilakukan skrining. Kalau orang tersebut memang positif malaria, maka seyogyanya tidak boleh masuk ke hutan. Dia harus dirawat dulu sampai sembuh, karena kalau dia berplasmudium atau berparasit (sakit malaria) kemudian masuk di hutan, sementara di hutan banyak nyamuknya, maka akan terus menjadi sumber penularan kepada yang lain,” paparnya.
Untuk megeliminasi malaria, kata Setyo Budi menjadi tanggung jawab semua pihak. Karena itu peran serta aktif masyarakat dalam upaya kesehatan secara promotif dan preventif harus terus ditingkatkan karena mencegah lebih baik dari pada mengobati.
“Serta manfaatkan pemberdayaan masyarakat secara optimal melalui Desa Siaga dan Kelurahan Siaga Aktif, Posyandu, dan Pos Malaria Desa dalam upaya penyuluhan untuk pencegahan penyakit malaria,” kata Setyo Budi Basuki.(mar/sul/adpimprov kaltim)