Melihat Camilan Bahari Khas Kutai Gula Gait di Rumah Produksi Sangkulirang bersama AJKT

Halokaltim.com – Berkunjung ke Kecamatan Sangkulirang, Kutai Timur, Kaltim, kurang lengkap rasanya bila tidak menikmati camilan bahari khas Kalimantan timur yang satu ini, gula gait. Oleh-oleh khas Sangkulirang ini memang menjadi salah satu pusat perhatian para wisatawan yang berkunjung.

Belum lama ini, ketika matahari berada di tengah-tengah teriknya, beberapa rekan-rekan media sedang bersantap makan siang pada sebuah warung makan di sudut depan pasar tradisional Sangkulirang.

Nampak sesuatu yang menarik perhatian kepada siapa saja yang masuk ke warung makan tersebut. Sebuah mika berukuran kecil yang berisi beberapa camilan yang sekilas terlihat seperti beberapa batang kayu, yang membuat salah satu rekan media tergugah untuk mengambil dan membukanya di atas meja anggota-anggota yang lain. Ya, itulah gula gait, makanan khas Kutai di Sangkulirang.

Karena penasaran, rekan-rekan jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Kutai timur (AJKT) yang dipimpin Ketua Sukriadi turun langsung menyambangi rumah produksi gula gait yang ada di Sangkulirang. Beralamat di Jalan M Alwie, RT 13, Desa Benua Baru Ulu, Sangkulirang.

Rumah produksi itu hanya rumah biasa seperti pada umumnya. Tempat membuat gula gait pun berada di dapur, tidak ada ruangan khusus yang luas dengan segala perabot canggih. Di sana hanya terdapat sebuah loyang, kompor, baki, gunting, dan tiang pengaitnya yang terbuat dari kayu.

Pemiliknya adalah Rohani, perempuan yang sudah menekuni produksi gula gait itu puluhan tahun. Dia mengisahkan, camilan ini telah ditekuni lama, dan berasal dari keahlian sang nenek yang diturunkan kepadanya, hingga kini terus dipelihara dan dipasarkan.

Rohani adalah salah satu generasi dari keluarganya yang masih meneruskan usaha gula gait ini di antara saudara-saudaranya. Hanya dia yang terus konsisten menekuni bidang ini.

Dia tak segan membagi resep camilan khas ini kepada awak media, serta tahapan awal pembuatannya.

“Gula merah saja, gula aren campur gula pasir sama air, sudah. Gula merahnya 2 kilogram, gula pasirnya 1 kilogram, begitu,” terang Rohani di hadapan awak media.

“Terus nanti direbus sekitar satu jam. Nah, kalau ini sekarang tahap pendinginan”, lanjut dia sambil menjawab beberapa pertanyaan dari jurnalis Halokaltim.com, Andika.

Adapun tahapan pendinginan, menurutnya hanya 20 menit.

“Nggak usah dibolik-balik, gini aja sampai kental, baru nanti digait,” jawab Rohani sembari memperhatikan adonanya yang mulai mengental, ketika ditanya apakah harus diaduk atau tidak.

Menurut penjelasan Rohani, makanan ini diberi nama gula gait karena camilan lawas orang Kutai ini berbahan dasar gula aren dan gula pasir yang digait hingga berbentuk serat, lalu dipotong menyerupai batang kayu kecil. Gula merah yang digunakan pun tidak boleh sembarangan, karena akan mengubah cita rasa dan wujud serat gula gait itu.

“Nah, sekarang kita sampai di bagian intinya inti.”

“Gait… Gait….. Gait.”

Rohani menerangkan, pada tahapan ini adonan yang tadi didinginkan dan sudah mengental, kemudian digait atau ditarik menggunakan alat pengait tradisional yang ada di dapurnya. Adapun alat tersebut adalah kayu berupa tongkat yang diletakkan secara horizontal pada sebuah tiang yang menopangnya.

“Ayo, siapa yang mau nyoba gaitnya sini gak papa,” ucap Rohani menawarkan kepada rekan-rekan media yang kemudian saling menunjuk satu sama lain.

Direktur media Kronikkaltim.com Arman Amar pun menggugah rasa penasarannya dengan turut mengaitkan adonan ke alat pengait melalui instruksi Rohani.

“Ya begitu, tarik ke sebelah kiri, ya, baru masukkan ya,” kata rohani sambil diiringi gelak tawanya.

Setelah digait hingga berbentuk menyerupai serat kayu, adonan dihampar memanjang ke atas alas, yang kemudian gula gait pun dipotong kecil seperti batang kayu sebelum akhirnya dikemas.

Rohani memberi harga untuk setiap biji gula gait dengan harga Rp 1.000. Tak heran bila banyak para wisatawan dari luar Sangkulirang yang datang memborong gula gait milik Rohani.

Camilan yang satu ini memang dijamin akan memanjakan lidah penikmatnya, hingga tak jarang para wisatawan yang mencobanya terpikat dengan rasa manisnya yang legit. Kebanyakan para pengunjung menjadikan Gula gait sebagai oleh-oleh untuk sanak saudara serta kerabat saat pulang ke daerahnya.

“Saya mau beli bu, buat bawa ke Sangatta, tapi yang baru ini ya,” kata ketua AJKT Sukriadi.

“Ah sama aja yang ini kah yang itu,” sahut Ardhan, redaktur Fokuskaltim.co yang bergurau diiringi dengan gelak tawanya. (*)

Penulis : Andika Putra Jaya