Halokaltim.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyelidikan terhadap Bupati Kutai Timur (Kutim) Ismunandar dan istrinya Ketua DPRD Kutim Encek UR Firgasih, sejak Februari 2020, setelah mendapat laporan masyarakat. Ada sejumlah proyek infrastruktur yang menjadi penyebab pasangan suami istri tersebut terseret ke Gedung KPK di Jakarta.
Wakil Ketua KPK Imam Nawawi dalam rilis resminya menjelaskan, kasus yang diusut KPK secara spesifik melibatkan proyek pada 2019-2020. KPK menetapkan tujuh tersangka dari 16 orang Kutim yang turut dipanggil untuk atas belanja barang dan jasa sejumlah proyek infrastruktur di Kutim.
Dalam kasus yang diungkap KPK kali ini, bahwa sejumlah proyek tersebut melibatkan peran AM dan DA selaku kontraktor rekanan. Ketujuh tersangka akhirnya menjadi saling tertopang dan terikat baik secara langsung maupun tidak, dari proyek-proyek infrastruktur yang dimaksud.
“Bahwa 11 juni 2020, diduga terjadi penerimaan hadiah atau janji yang diberikan AM selaku rekanan Dinas PU Kutim, sebesar Rp 550 juta dan dari DA selaku rekanan Dinas Pendidikan Rp 2,1 miliar Kepada ISM selaku bupati Kutim melalui SUR, selaku kepala BPKAD, dan MUS selaku Kepala Bappenda bersama EU selaku ketua DPRD Kutim,” jelas Nawawi.
Rilis KPK memaparkan, sejumlah proyek Dinas PU Kutim dari jalur AM menjadi rangkaian penyebab terseretnya bupati Kutim dan ketua DPRD beserta tiga kepala dinas dan 11 orang lainnya. Proyek itu antara lain :
1. Pembangunan Embung Desa Maloy Kecamatan Sangkulirang sebesar Rp 8,3 miliar di kerjakan oleh (CV Permata Group MHN)
2. Pembangunan Rumah Tahanan sebesar Rp 1,7 miliar (CV Bebika Borneo)
3. Peningkatan Jalan Poros Rantau Pulung sebesar Rp 9,6 miliar (CV Bulanda)
4. Pembangunan Kantor Polsek Kecamatan Teluk Pandan sebesar Rp 1,8 miliar (CV Bulanda)
5. Optimalisasi Pipa Air Bersih PT GAM senilai Rp 5,1 miliar (CV Cahaya Bintang)
6. Pengadaan dan Pemasangan Lampu Penerangan Jalan Umum (LPJU) di Jl APT Pranoto Sangatta, sebesar Rp 1,9 miliar (PT Pesona Prima Gemilang)
Sedangankan peran DA, yang menjadi rekanan untuk proyek di Dinas Pendidikan senilai Rp 40 miliar, yang belum bisa dijelaskan KPK secara spesifik proyek yang dimenangkan. Dari sinilah peran MA dan DA menjadi penting dalam meningkatkan pundi-pundi saldo rekening dari para pejabat negara yang ikut terikat dalam korupsi infrastruktur ini.
“Atas tindakan mereka, kami menyimpulkan adanya dugaan tindakan korupsi, terkait pekerjaan 2019-2020,” jelas Nawawi.
Kelima tersangka yang juga pejabat negara akan dikenakan Pasal 12 Ayat (1) huruf B atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan, para tersangka pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf A atau B atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Lantas, Nawawi menyatakan, KPK melakukan tindakan penahanan terhadap tujuh tersangka yang selama 20 hari, yakni pada 3-22 Juli 2020, yang tersebar di sejumlah blok di rumah tahanan (rutan) KPK dan rutan Polri. (ash)














