Halokaltim.com – DPRD Kutai Timur (Kutim) belum lama ini memanggil manajemen PT Kaltim Prima Coal (KPC) untuk melakukan hearing dengan masyarakat dari forum kelompok tani di Dusun Batota, Kutim. Masalah yang dibahas adalah soal ganti rugi lahan.
Dalam sebuah rapat dengar pendapat di Sekretariat DPRD Kutim, Arfan mengatakan, pihaknya membahas soal pembebasan lahan di Dusun Batota untuk meluruskan sengketa. Permasalahan ini sudah lama tak ditindak lanjut pihak KPC.
Dusun Batota yang dimaksud, diketahui merupakan wilayah dari Desa Swarga Bara, Kecamatan Sangatta Utara, Kutim.
“Kami harap pihak KPC bisa lebih responsif menanggapi persoalan yang ada di masyarakat. Karena masalah ini muncul akibat perusahaan KPC melakukan operasional penambangan di kawasan Batota, tapi tak semuanya sudah digantirugi lahan milik warga,” ungkapnya.
Anggota DPRD Basti Sanggalangi menegaskan, agar kiranya pihak perusahaan bisa memberi kepastian kepada masyarakat. Sebab masalah ini sudah berlarut hingga beberapa tahun.
“Jangan sampai mereka (warga) menunggu terus tanpa kejelasan. Kami dari Komisi A DPRD Kutim akan turun ke lapangan mengecek lokasi yang dimaksud,” tegas Basti.
Sementara itu, Camat Bengalon Suharman Chono menambahkan, selaku pemerintah memandang bahwa standar operasional prosedur (SOP) adalah urusan perusahaan.
Dia menyadari, alasan dari pihak KPC tentang hal itu adalah karena belum adanya rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB)-nya.
“Namun yang jangan terlalu kaku adalah di sekeliling kawasan itu sudah dibebaskan, sementara kawasan di tengahnya tidak,” ucap Chono.
Warga dari Kelompok Tani Mutiguna di Dusun Batota, Najamudin mengaku, kurang puas dengan jawaban pihak KPC mengenai pembebasan lahan. Sebab, kawasan yang dibebaskan tak secara menyeluruh. Pada sisi sebelah kiri maupun kanan, sudah terbayar, namun kawasan tengah yang dimiliki Najamudin tidak dibayar.
“Mereka sudah mendatangi kami di dalam kawasan kebun itu. Sudah beberapa kali diukur, tapi tak ada lanjutannya untuk pembayaran,” tukas Najamudin kepada halokaltim.com sesuai rapat hearing.
Kapolsek Bengalon AKP Achmad mengatakan, bahwa tentu masyarakat tidak menginginkan konflik. Namun perlu disadari bersama, dalam menuntut hak itu prosesnya panjang. Penegakan hukum kepada siapapun itu adalah alternatif terakhir, karena kami utamakan pencegahan dulu.
“Banyaknya masalah lahan yang dialami berkaitan dengan perusahaan, baik KPC maupun perusahaan lainnya cenderung bisa terselesaikan,” papar Achmad.
Syahrul, perwakilan Manajemen KPC di Bengalon mengatakan, bahwa kawasan yang dimaksud untuk dibebaskan di Dusun Batota tersebut letaknya relatif jauh dari wilayah operasional tambang KPC.
“Terkait masalah sosial dan lingkungan yang muncul, dari poin penyampaian dari Komisi A-DPRD, bahwa selama 10 tahun beliau di Kutim banyak sekali masalah lahan. Tapi semua masalah itu selesai. Beberapa masalah, kami dijustifikasi,” ucapnya saat menyampaikan di dalam forum. (adv/ash)