Halokaltim.com – Rasionalisasi APBD Kutai Timur (Kutim) 2020 atas keputusan dari pemerintah pusat tak bisa ditolak, dampak pandemi covid-19. Hal ini membuat sebagian besar kegiatan kerja sama Pemkab Kutim dengan pihak ketiga menjadi terkena imbasnya.
Tim halokaltim.com mencoba mengonfirmasi secara langsung kepada Bupati Kutim Ismunandar, kala dirinya menghadiri suatu acara di Kantor Disdukcapil Kutim, Rabu (24/6/20) pagi. Namun dia enggan menjawab rinci.
“Kalau itu tanya ke Pak Sekda saja,” ucap Ismu sambil buru-buru hendak naik ke mobilnya, usai acara tersebut.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kutim, Musyaffa, bersedia memberi penjelasan saat ditemui jurnalis media ini di ruang kerjanya, Rabu (24/6/20) siang.
“Rasionalisasi anggaran itu memang benar adanya, karena itu adalah rentetan dari keputusan pemerintah pusat,” ungkap Musyaffa.
Rentetan keputusan yang dimaksud nya, yaitu Perpres Nomor 78 Tahun 2019 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, ditambah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 35 Tahun 2020 tentang Perubahan Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2020. Ditambah lagi adanya Keputusan Bersama Menteri Keuangan (Menkeu) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 119/2813/SJ Nomor 177/KMK.07/2020
tentang Percepatan Penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2020 dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), Serta Pengamanan Daya Beli Masyarakat dan Perekonomian Nasional.
“Keputusan Bersama Menkeu dan Mendagri itu mengharuskan pemerintah daerah melakukan rasionalisasi belanja barang jasa dan belanja modal sekurang-kurangnya 50 persen. Makanya kami melakukan breakdown atas keputusan bersama itu, dan rasionalisasi anggaran tak bisa ditolak,” bebernya.
Jika menolak, lanjutnya, maka ancamannya adalah penundaan terhadap dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH). Makanya di dalam DPA (dokumen pelaksanaan anggaran) dirasionalisasi sebesar 50 persen,” ucap dia.
Makanya, terang Musyaffa, bupati mengambil kebijakan untuk membantu pihak ketiga, agar ini tidak dipangkas, tapi ditunda pembayarannya.
“Tapi sebelum itu diberi pilihan kepada kontraktor, kalau mau lanjut (mengerjakan proyek) nanti dibayar 50 persen di APBD Perubahan 2020, atau jika keuangan tak memungkinkan maka dibayar 100 persen di 2021. Tapi kalau kontraktor tak sanggup ya tidak bisa,” paparnya.
Dia memperjelas, jikalau kondisi APBD Perubahan 2020 mendatang bagus dan transfer lancar, maka pembayaran bisa disegerakan dengan skema pembayaran 50 persen dari total nilai kegiatan. Jika tidak, maka dibayarkan pada APBD 2021 secara full. Jadi kegiatan itu tidak hilang, sekalipun nanti ada moment Pilkada, andai kata bupati berganti orang, pembayaran tetap dilakukan.
“Hal ini akan tetap dibahas di APBD Perubahan bersama DPRD, ini dituangkan ke APBD Perubahan. Jadi sekalipun bupati berganti orang tahun depan, kebijakan ini tetap berlaku. Ini Menteri Keuangan Sri Mulyani juga sudah tahu bahwa kegiatan pemerintah daerah telah berkontrak, jadi akan tetap dibayar,” paparnya.
“Kalau kami dari TAPD maunya ini anggaran dipangkas berdasarkan Keputusan Bersama pemerintah pusat itu, dirasionalisasi 50 persen dihabiskan, supaya kami lebih ringan kerja. Tapi kebijakan bupati tidak memangkasnya, tapi ditunda pembayarannya,” pungkas Musyaffa. (ash)