Opini oleh: Isadiningtyas, SEI. (Pemerhati lingkungan)
Halokaltim, Samarinda – Wilayah Indonesia yang beriklim tropis terdiri dari dua musim, musim kemarau dan musim hujan. Musim hujan di Indonesia umumnya terjadi pada bulan Oktober sampai April setiap tahunnya dengan curah hujan 1600 mm per tahun.
Wilayah yang bermusim penghujan memiliki beberapa keuntungan, di antaranya: Menyuburkan tanah, Menjadi sumber air minum bersih, Membantu kelangsungan hidup makhluk hidup, Membantu mencegah banjir dan longsor, Membantu mencegah erosi tanah, Membantu mencegah pemanasan global, Membantu menjamin kelayakan hidup makhluk hidup, dan lain lain.
Artinya berada di musim penghujan menjadi berkah karena banyak sekali kebaikan yang bisa dirasakan baik oleh manusia, tumbuhan, hewan-hewan.
“Curah hujan tinggi yang terjadi beberapa waktu terakhir menyebabkan banjir di beberapa daerah, terutama di wilayah utara seperti Samarinda, Kutai Kartanegara (Kukar), Kutai Barat hingga Kutai Timur,” kata Kepala BPBD Kaltim.
Selain Samarinda, beberapa wilayah lain seperti Kutai Kartanegara dan Kutai Timur juga mengalami dampak banjir baru-baru ini. Namun, ia menyebutkan bahwa pemerintah daerah setempat telah mengambil langkah-langkah yang diperlukan.
Alasan hujan lebat sebagai pemicu banjir di Samarinda jelas tidak dibenarkan. “Seperti melupakan ulah manusia yang menjadi penyebab bencana banjir di Kota Tepian. Narasi seperti itu hendaknya dibuang jauh agar empati terbangun secara benar,” tegas Syahril, Ketua HMI Kaltim.
Syahril mengungkapkan, setiap tahun, banjir relatif terjadi di wilayah yang sama. Pernyataan ini menjadi menarik sebab saat banjir terjadi selalu hujan yang disalahkan, padahal Indonesia wilayah yang terdiri dari dua musim maka menyalahkan hujan adalah opini yang dibangun untuk menjauhkan kita dari pemikiran yang benar terkait dengan penyebab banjir.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan siklus hujan hanya saja tidak adanya penyerapan air yang cukup akibat dari pengelupasan lahan serta salah kelola dan kesalahan dalam memetakan sumber daya alam.
Keserakahan manusia dalam mengelola sumber daya alam menjadikan hutan Kalimantan menjadi rusak dieksploitasi oleh pembukaan lahan hutan besar-besaran serta penambangan batubara, tanpa memperhitungkan efek dan kerusakan lingkungan yang akan diderita oleh masyarakat.
Selain itu saat banjir terjadi penanganan banjir juga tidak tepat dikarenakan kesalahan dalam menilai siklus hujan. Seharusnya penanganan banjir dimulai dari hulu ke hilir mengembalikan kembali alam kekayaan alam Borneo menjadi hutan yang akan menjadi serapan air. Di mana seluruh masyarakat bergantung kepada hutan Kalimantan.
Inilah saatnya kita bertobat meminta ampun kepada Allah sang pencipta alam semesta dan mengembalikan pengaturan kekayaan sumber daya alam kepada sang pencipta. Sesungguhnya Allah menciptakan alam, hutan dan seisinya adalah untuk kebaikan hidup manusia sehingga menjadikan berkah bukan musibah.
Keberkahan ini akan diperoleh jika kita menggunakan alam sesuai dengan porsinya tanpa keserakahan dan eksploitasi. Di sinilah kita membutuhkan pengaturan penguasa yang membangun tanpa merusak alam. Menikmati sebagian ciptaan Allah tanpa mengeksploitasi alam.
Wallahualam bishawab.