Opini Oleh: Asniati, S.Pd.I (Praktisi Pendidikan)
Seminar kewirausahaan perempuan dengan tajuk mempercepat kesetaraan dan mempercepat pemulihan dalam meningkatkan kualitas keluarga. Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kalimantan Timur (Kaltim) Noryani Sorayalita mengupayakan memperkuat kewirausahaan perempuan jelang peringatan Hari Ibu ke-94 yang jatuh pada 22 Desember 2022. Saat ini DKP3A tengah berupaya menumbuhkan jiwa kewirausahaan kepada para perempuan di Kaltim karena dinilai partisipasi perempuan pada angkatan kerja masih rendah.
Hal ini serupa dengan pernyataan “Keterlibatan perempuan dalam ekonomi merupakan salah satu kunci dari pertumbuhan ekonomi. Ketika lebih banyak perempuan yang bekerja ekonomi akan tumbuh. Kenaikan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja akan mengantar pada penurunan kesenjangan antara partisipasi perempuan dan laki-laki dalam angkatan kerja. Hal ini pada gilirannya akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat.” (Kementerian PPPA: Statistik Gender Tematik, Potret Ketimpangan Gender dalam Ekonomi).
Kutipan tersebut senantiasa menjadi dalih agar porsi perempuan bekerja diperbanyak untuk menghapus diskriminasi serta meningkatnya kualitas keluarga. Benarkah bekerjanya perempuan dapat meningkatkan kualitas keluarga?
Memahami Akar Masalah
Ketika kapitalisme gagal memberi kesejahteraan, dibuatlah program pemberdayaan agar perempuan berdaya secara ekonomi dan dapat menjadi penopang ekonomi keluarga sehingga atas dasar perempuan berdaya secara ekonomi dapat membangun keluarga yang sejahtera yang sejatinya program ini menjadikan perempuan keluar dari fitrahnya yang sesungguhnya yaitu menjadi penanggung jawab terhadap rumah dan anak-anaknya.
Mantra menipu ini sengaja dihembuskan demi melanggengkan hegemoni kapitalisme yang gagal memberi solusi bagi perempuan. Kapitalisme yang berulah menciptakan kesenjangan sosial dan kemiskinan, mengapa perempuan yang harus membereskan kekacauan ideologi ini?
Pelibatan perempuan dalam partisipasi kerja sejatinya memangkas perannya sebagai ibu sehingga memunculkan bahaya bagi keluarga (terjadinya perceraian) dan generasi (korban broken home dan kurang pendidikan keluarga) yang merupakan kewajiban utamanya.
Permasalahan ekonomi hari ini yang kita saksikan bukanlah karena minimnya perempuan dalam partisipasi kerja, melainkan sistem kapitalisme yang hari ini berperan menjadikan sulitnya masyarakat meningkatkan kesejahteraan. Lantas bagaimana seharusnya perempuan bersikap?
Perspektif Islam
Syariat Islam menempatkan perempuan dalam kedudukan mulia. Segenap aturan yang mengikat perempuan sejatinya dalam rangka menjaga kemuliaan mereka sebagai “pabriknya” generasi. Merekalah penentu bangkit dan runtuhnya sebuah peradaban.
Di antara ketentuan tersebut ialah pertama, sebagai ummun warabatul bait, yaitu ibu generasi dan pengelola rumah tangga. Sebagai ibu, perannya tidaklah mudah. Di tangan merekalah generasi terbentuk. Baik buruknya generasi bergantung pada pola pendidikan dan pengasuhan yang diberikan kaum ibu. Jadi, tidak berlebihan jika sebuah peradaban ditentukan dari para perempuannya.
Kedua, pemberdayaan perempuan dalam Islam adalah mengoptimalkan potensi dan peran publiknya untuk kemaslahatan umat, yaitu berdakwah, melakukan amar makruf nahi mungkar, dan membina umat dengan tsaqafah (pemikiran) Islam.
Ketiga, perempuan bekerja hukumnya mubah. Pekerjaan tidak boleh melalaikannya dari tugas utamanya sebagai ibu dan pendidik generasi. Dalam Islam, kewajiban nafkah hanya dibebankan kepada laki-laki. Oleh karenanya, negara akan memberikan kesempatan dan lapangan kerja kepada laki-laki
Keempat, Islam memberikan hak yang sama pada perempuan dalam menempuh pendidikan. Perempuan boleh menjadi guru, dokter, insinyur, dll. untuk mendedikasikan ilmunya demi kemaslahatan umat. “Bekerjanya” perempuan bukan untuk mencari uang, tetapi sebagai ibu arsitek peradaban.
Inilah pandangan Islam tentang peran aktif perempuan. Hanya Islam yang mampu menempatkan perempuan pada kedudukan mulia. Dengan penerapan sistem Islam secara kafah, tidak akan ada perempuan yang terpinggirkan. Mereka juga tidak dibebani dengan persoalan ekonomi. Wallahu a’lam bishawab. (*)