Opini  

Mempertanyakan Konektivitas Kekayaan SDAE dengan Kemiskinan Warga

Rahmi Surainah, M.Pd

Opini oleh: Rahmi Surainah, M.Pd (Alumni Pascasarjana Unlam Banjarmasin)

PEMERINTAH Kabupaten Kutai Timur (Kutim) di usianya yang mencapai tahun ke-23, masih menghadapi beberapa isu dalam pembangunan daerah.

Bupati Kutim, Ardiansyah Sulaiman menyebut bahwa konektivitas jalan antar wilayah hingga hilirisasi sektor pertanian menjadi isu penting yang perlu ditingkatkan. Berkaitan dengan konektivitas antar wilayah, masih adanya jaringan jalan dalam kondisi rusak dan rusak berat.

Isu lainnya kebutuhan infrastruktur dasar masyarakat, akses air bersih dan cakupan elektrifikasi di sebagian wilayah Kabupaten Kutai Timur yang masih terus ditingkatkan.

Mempertanyakan Kemiskinan Padahal Kaya SDAE

Kutim kaya akan SDAE, tetapi tidak menjadikan Kabupaten Kutim layak terkait infrastruktur terutama jalan. Justru kemiskinan ekstrem terjadi di sana.

Misalnya, di Muara Ancalong dan daerah lain di Kutim hasil dari pendataan penerima bansos covid-19 menunjukkan total penduduk 14.605 jiwa dan angka kemiskinan mencapai 29,4 persen.

Wakil Bupati Kutim, Kasmidi Bulang pun mengkritisi angka kemiskinan ekstrem yang dimiliki pemerintah pusat tersebut. Kasmidi menyebutkan hampir mustahil terdapat angka kemiskinan ekstrem di kecamatan tersebut, yang mayoritas pengusaha sawit.

Bahkan menurutnya rata-rata rumah yang berada di Kecamatan Muara Ancalong memiliki truk pengangkut sawit yang menandakan perekonomian yang baik.

Oleh karena itu, orang nomor dua di Kutim ini meminta seluruh jajaran khususnya camat dan kepala desa untuk kembali mengkonfirmasi data tersebut. Menurutnya, akan sangat memalukan dengan potensi kekayaan yang dimiliki Kutim namun angka kemiskinan di 18 kecamatan yang tinggi. (TribunKaltim,18/10/2022)

Akibat Sistem Ekonomi Kapitalisme

Sungguh ironis Kutim yang dikenal kaya akan SDAE namun tidak menjadikan warganya sejahtera. Pemerintah lamban dalam menangani infrastruktur terkait kebutuhan warganya. Berbeda dengan infrastruktur yang berkelas dan menghasilkan untung pemerintah ngotot membangunnya.

Hal ini menunjukkan visi pembangunan infrastruktur dalam kapitalisme hanya untuk meraup untung, menjadikannya ladang bisnis, dan proyek-proyek para elite demi ambisi dan kepuasan mereka sendiri.

Logika kapitalisme yang menyerahkan seluruh urusan publik pada swasta, menjadikan kepedulian penguasa pada publik hanya retorika saja. Dengan dalih pertumbuhan ekonomi yang menghantarkan pada kesejahteraan rakyat, pembangunan infrastruktur penunjang investasi cepat digenjot, termasuk pembangunan IKN baru yang kejar tayang. Sedangkan infrastruktur yang benar-benar untuk rakyat dikesampingkan.

Penerapan ekonomi Kapitalisme telah melumpuhkan peran negara sebagai pelayan rakyat termasuk dalam pemenuhan infrastruktur yang vital seperti jalan, akses air bersih, listrik, sekolah layak, dsbnya.

Infrastruktur dalam Islam Menyejahterakan 

Hal tersebut di atas berbeda dengan visi pembangunan infrastruktur dalam Islam. Yakni mewujudkan rahmatan lil ‘alamin.

Infrastruktur dan pelayanan publik dalam Islam Islam memberi pelayanan terbaik, sepenuh hati, dan bermaslahat bagi generasi mendatang.

Islam memberi kesejahteraan kepada rakyat dengan membangun ekonomi di wilayahnya. Kekayaan alam akan digunakan sepenuhnya untuk rakyat.

Infrastruktur dalam Islam merupakan prasarana yang dibuat demi kemaslahatan umat. Sehingga pembangunannya tak berpusat pada sentra ekonomi, tapi menyebar merata pada setiap pemukiman warga. Maka, pembangunan di kota dan di desa tidak akan timpang.

Secara umum, infrastruktur merupakan fasilitas umum yang dibutuhkan oleh semua orang, sehingga termasuk dalam kategori marâfiq al-jamâ’ah, seperti air bersih, listrik, dan sejenisnya.

Begitu juga termasuk fasilitas umum yang tidak mungkin dimonopoli oleh individu, seperti jalan raya, laut, udara, dan sejenisnya. Semuanya ini merupakan bagian dari infrastruktur yang dibutuhkan oleh seluruh manusia dan wajib disediakan oleh negara. Karena ini merupakan fasilitas umum, maka penggunannya pun gratis, tanpa dipungut biaya.

Sistem ekonomi Islam menjadikan Baitulmal yang dikelola negara sebagai jantung peredaran perekonomian. Adapun pembangunan dalam sistem Khilafah tidak terlepas dari sistem ekonomi berbasis Islam.

Negara Khilafah tidak akan membiayai pembangunan dengan utang, investasi, hingga membebani APBN. Sebagai gantinya, Khilafah akan memberlakukan sistem ekonomi Islam yang menyeluruh dan murni. Hal ini terkait erat dengan kepemilikan, pengelolaan kepemilikan, serta distribusi dan jasa di tengah-tengah masyarakat.

Tidak hanya itu, negara juga akan memastikan berjalannya politik ekonomi dengan benar. Dengan penerapan sistem ekonomi Islam, Khilafah akan memiliki sumber kekayaan yang cukup untuk membiayai infrastruktur dan berbagai fasilitas lainnya.

Demikianlah visi, pendanaan dan pembangunan infrastruktur dalam Islam. Infrastruktur dalam Islam betul-betul memperhatikan umat sehingga jaminan kesejahteraan akan dirasakan.

Wallahu’alam. (*)