Halokaltim – Kelangkaan solar dan pertalait terjadi dimana-mana. Sebagai Sekertaris DPD KNPI Kutai Timur, Kahiruddin mengaku sangat prihatin dengan kondisi itu.
Tiap hari, menurutnya, banyak warga mengantre berjam-jam lamanya untuk mengisi bahan bakar minyak (BBM) solar dan pertalite. Syukur kalau dapat, namun tentu ada yang sampai tak dapat.
“Pertanyaannya, kenapa kalaupun ada cepat habis, sehingga banyak juga warga yang dia sederhana akhirnya harus membeli jenis minyak yang harganya lebih tinggi,” tegas Kahiruddin.
Mengingat saat ini sedang ada momen kunjungan RI-1, Presiden Joko Widodo ke Kaltim, maka dirinya ingin menyampaikan pesan. Bahwa, persoalan tersebut jangan sampai tidak tersorot. Presiden diharap tidak menutup mata dan telinga mengenai persoalan rakyat.
“Ironinya, di tempat-tempat penjual ecaran bensin itu pada numpuk, pada prinsipnya sih tidak menyalah-nyalahkan mereka para pedagang ecaran. Namun controling dari dinas terkait dan pemerintah harus dipertanyakan,” tukas dia kesal.
Kahiruddin menilai, fenomena di Sangatta dan Kutim tersebut boleh dinamakan paksaan untuk membeli di tempat ecaran dengan harga yang lebih tinggi.
“Para pelaku usaha perminyakan atau para pemilik tempat pembelian bensin yang resmi ini melalui pom-pom jangan sampai malah menyalahi asas dan manfaat kehadirannya buat rakyat,” ucapnya.
Dia juga berpesan kepada para wakil rakyat di tingkat lokal, provinsi, maupun pusat DPR-RI dari Kaltim, khususnya yang duduk di Komisi VII.
“Apakah diam saja melihat rakyat harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli bensin dengan harga lebih mahal?” tegasnya.
“Para aparat keamanan yang punya kewenangan apakah membiarkan hal yang seperti ini terus terjadi? Khususnya ini terjadi di jalan protokol, antrean mengular dan razia atau pengawasan terjadi seperti musiman, tidak ada efek dari peran aparat,” lanjutnya menegaskan.
Jadi, lanjutnya, niat baik Presiden Jokowi berbicara tentang satu harga, itu menjadi sia-sia dan tak bermanfaat terhadap rakyat.
“Pesan ini buat presiden yang datang ke Kaltim dan perlu melihat Kutim wilayah sumber energi yang kaya hasil alam, tapi masyarakatnya masih ngatre BBM, dan mafia BBM masif beroperasi. Kasihan masyarakat jika seperti ini,” pungkas Kahiruddin. (*)