Halokaltim.com – Ketua DPD KNPI Kutai Timur (Kutim) Felly Lung menanggapi respons pihak pengguna gedung KNPI Kutim di Jalan Soekarno Hatta, Sangatta Utara, Kutim. Menurutnya, pihak pengguna gedung tersebut tidak taat terhadap surat bupati yang meminta untuk mengosongkan gedung.
“Surat bupati seyogyanya bukan candaan yang bisa diolah-polah untuk mendapat pengakuan pemerintah. Lebih baik taat untuk kosongkan gedung tersebut, fokus sesuai pembahasan perintah surat, ketimbang melakukan klaim pengakuan dari pemerintah,” ucap Felly.
Saat ini, lanjutnya, masyarakat memerlukan aksi nyata pemuda, terlebih jika mengatasnamakan organisasi kepemudaan yang bahkan mengaku memiliki SK Kemenkumham.
“Lebih baik aksi pemuda yang konkret, dan taat terhadap bupati selaku orang tua, untuk mengosongkan gedung KNPI yang merupakan aset pemerintah. Apalagi bila menyeret nama bupati ke ranah hukum, maka konsekuensinya kita semua harus taat terhadap isi perintah dalam surat buoati tersebut,” tegas Felly.
Dia menyatakan, tidak ada pernyataan bupati yang memberi pengakuan, namun lebih menekankan posisi hukum yang diajukan penggugat. Sehingga konsekuensinya wajib taat atas perintah pengosongan gedung tersebut sebagai asas netralitas pada objek bangunan gedung, dan aset bergerak lainnya.
“Bukan pada aspek keberadaan mereka di Kutim, jelas dari awal tidak ada satupun unsur pemerintah maupun FKPD yang hadir dalam musda mereka,” papar Felly.
“Tidak ada dalam dalil bahwa bagi mereka yang bayar air dan listrik serta kebersihaan maka mereka yang memiliki atau boleh menguasai gedung. Sebab, pada dasarnya gedung itu adalah aset pemerintah yang tetap milik pemerintah,” lanjutnya.
Felly menilai, selama ini gedung tersebut tampak terlantar, tak digunakan dengan maksimal. Sehingga langkah pemerintah untuk ambil alih dipandang sangat tepat dan benar.
“Perlu dicek dan audit, jika ada dugaan kerugiaan negara maka bisa diproses secara hukum. Jadi tidak, ada cerita karena sudah bayar air dan listrik gedung bisa jadi hak milik,” ucap Felly.
Dia juga menegaskan, adanya klaim bahwa gedung merupakan warisan beberapa generasi kepengurusan sebelumnya justru perlu dipertanyakan. Sebab, tidak ada proses warisan dalam urusan KNPI. Apalagi gedung merupakan aset pemerintah, bukan barang warisan.
“Sudahlah, legowo dan ikuti saja surat pemerintah selaku pemilik aset. Kalau gugat lagi sebagai klaim kepemilikan, malah nanti mereka dinilai masyarakat tidak dewasa, lebih bagus berbuat positif, kurangi nongkrong,” imbuhnya.
Felly menegaskan, tampak tidak sinkron penggugat yang menggugat bupati, kemudia malah berharap bupati dapat menjadi penengah dan orang tua.
“Hanya anak durhaka yang membawa orangtuanya ke depan meja pengadilan, tolong dicatat bahwa mereka telah memilih Pengadilan Negeri Samarinda sebagai penengah dan tidak pernah menghargai Bapak Bupati sebagai orangtua pemuda (pengayom) di Kutai Timur. Sampai saat ini baik bupati sampai gubernur diseret ke pengadilan, apa korelasi orangtua kita pada proses dinamika pemuda.” tukas Felly.
Dirinya kembali menegaskan, Pemkab Kutim sudah menandatangi surat kesepakatan atau pakta itegritas bersama dengan KNPI Kutim, yang disaksikan oleh unsur Forkopinda pada musda ke-VII yang dilakukan oleh pengurus DPD KNPI Kaltim yang diketuai oleh Arif Rahman Hakim. Bahwasanya tak ada musda lagi atau KNPI lainnya.
“Berkaitan untuk pengosongan kesekretariatan, serta penyerahan aset yang bergerak dan tidak bergerak, itu sudah tepat dilakukan oleh Pemkab Kutim. Begitupun OKP dan organisasi lainnya, apapun itu tak boleh menggunakan, karena OKP juga bagian dari dari KNPI, sampai proses hukum di pengadilan inkracht atau berkekuatan hukum tetap,” lugasnya.
Dirinya berharap, pihak pengguna gedung KNPI Kutim saat ini tidak perlu berlindung pada kegiataan OKP yang menggunakan gedung KNPI, karena OKP-OKP tersebut tidak ikut dan tidak tahu-menahu atas gugatan yang diajukan ke pengadilan. Maka Felly meminta agar mereka menghadapi sendiri, tanpa melibatkan OKP, dan supaya segera mengosongkan gedung.
Adanya permohonan melakukan musda ulang secara bersama-sama, dirinya menanggapi tegas, bahwa tidak ada pemilihan yang dilakukan berulang-ulang, sebab ada AD/ ART dan proses yang sudah sesuai konstitusi organisasi. Bukan atas dasar selera atau warisan.
“Jadi silahkan mereka berpegang saja dengan klaim SK Kemenkumham, dan mereka sudah merasa benar hingga bisa menyeret bupati dan gubernur ke meja persidangan,” tukasnya.
“Saya perlu menegaskan hal ini dan sekali lagi kita dukung Surat Bupati tanpa perlu diolah-polah, apalagi mencari-cari dukungan dan playing victim. Jangan banyak kesah, lebih baik berbuat aksi nyata buat masyarakat, dan semua bisa menilai. Pemuda Kutai Timur sudah berubah, jadi tinggalkan pola-pola lama, kita bagian dari agen perubahaan dan KNPI laboraturium pemuda buat semua,” pungkas Felly. (*)
Editor : Raymond Chouda