Sikapi Kewajiban THR di Era Pandemi, Bakri Hadi Harap Ada Toleransi Win-win Solution untuk Pengusaha

Halokaltim.com – Menjelang Lebaran Idulfitri 1442 Hijriah, para pekerja tentu menantikan tunjangan hari raya (THR) dari pemilik usaha yang mempekerjakannya. Namun sudah setahun lebih pandemi covid-19 mendera Tanah Air, kalangan pengusaha rupanya mengaku babak belur terdampak wabah tersebut.

Cekatnya kas perusahaan, juga dirasakan sejumlah pengusaha di Kaltim. Seperti salah satunya, pengusaha asal Kabupaten Kutai Timur yang juga Ketua BPD Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kaltim, Bakri Hadi.

Lelaki yang juga tokoh kepemudaan itu mengaku, dirinya sudah tahu dan mengerti aturan terkait kewajiban perusahaan untuk membayar THR kepada karyawan.

Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016, bahwa pekerja atau buruh yang mempunyai masa kerja satu bulan berhak mendapatkan THR Keagamaan dari perusahaan. Pekerja atau buruh yang bermasa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih maka mendapat THR sebesar satu bulan upah.

Hanya saja, lanjut Bakri, pandemi covid-19 ini justru membuat usaha tak tumbuh sesuai rencana. Laba tidak sehat menggerogoti catatan kas perusahaan. Badai pandemi covid-19 membuat ruang gerak usaha terbatas sehingga pendapatan menurun.

“Kemampuan pengusaha untuk membayar THR karyawan pada masa pandemi ini sangat lemah, ini ibarat buah simalakama bagi pengusaha. Jika tidak dibayarkan terkena sanksi, namun untuk membayarkan THR hampir tidak ada pos anggarannya, akibat penurunan pendapatan serta pengetatan biaya produksi perusahaan,” papar Bakri kepada halokaltim.com melalui keterangan resminya, Senin (3/5/21).

Menurutnya, para pengusaha ini seharusnya juga didengar oleh pemerintah. Utamanya memberi toleransi lantaran terkena imbas pandemi covid-19. Misalnya agar mengeluarkan aturan bahwa THR boleh dicicil, atau THR dibayarkan 50 persen dahulu, atau dibayar setelah Idulfitri. Sampai nanti pengusaha mampu membayar THR tuntas.

“Kemampuan pengusaha memang bebeda-beda, jika terjadi kondisi seperti ini seharusnya kami selaku pengusaha juga harus didengar pemerintah, walaupun THR sudah jadi kewajiban untuk dibayar,” pintanya.

Jika ada pengusaha di Kaltim yang mengalami kondisi seperti itu, menurut Bakri, sebaiknya membangun komunikasi baik antara pekerja dan pemerintah khususnya OPD yang menangani soal ketenagakerjaan. Jika perlu lebih transparan soal keuangan (cash flow) yang dimiliki perusahaan, paling tidak dua tahun terakhir. Dengan harapan kondisi saat ini yang dialami pengusaha juga diketahui pekerjanya.

“Saya mengimbau para pengusaha yang tak mampu membayar THR, agar berkomunikasi dengan semua pihak termasuk serikat buruh. Harapannya, menemukan langkah (win-win solution) agar kedua belah pihak sama-sama diuntungkan,” ulasnya.

“Jika dipaksakan membayar THR dengan kondisi perusahan yang sedang tidak sehat, ya perusahaan bisa pailit, hilang juga lapangan pekerjaan,” tambah Bakrie. (*)

Editor : Raymond Chouda