Halokaltim.com – Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Timur bersama Persekutuan Dayak Kalimantan Timur (PDKT) melaksanakan sidang adat Dayak di Lamin Adat Dayak Bahau, Museum Art Galeri Syaharie Jaang, Samarinda, Kaltim, Sabtu (23/01/21).
Sidang adat ini digelar atas peristiwa pada 5 Desember 2020 di lingkungan PT Indominco wilayah Kutai Timur (Kutim). Bahwa, lelaki atas nama Hendra menjadi oknum yang diduga membawa nama etnis Dayak, lengkap dengan atributnya. Dia mengaku memiliki jabatan tertentu pada sub-etnis Dayak.
Dalam sidang ditunjuk sembilan hakim adat, dengan Ketua Hakim Elisason. Setelah menghimpun informasi kejadian dan saksi, hakim adat menyebutkan bahwa terduga pelaku menggunakan nama Dayak, aksesoris Dayak yang disakralkan, mengaku kepala adat dan panglima adat. Bertindak tidak sesuai dengan hukum adat yang berlaku di masyarakat.
“Permalukan lembaga adat, Pencatutan lembaga adat, tetapi bertindak tidak sesuai hukum adat. Sehingga ini membuat ketersinggungan di masyarakat,” ungkap Elisason.
Diketahui, peristiwa itu bermula ketika Hendra mendatangi PT Indominco di Kutim. Meminta uang pesangon terhadap sejumlah karyawan agar segera dibayarkan. Sambil mencabut parang, mengaku kepala adat, menggunakan pakaian adat yang disakralkan pada proses ritual tertentu.
Menurut hakim adat, lanjutnya, boleh saja mengaku seperti itu jika bertindak benar.
“Ini bicara tidak tepat. Kita jaga jangan sampai adat dibuat orang yang tidak tepat begitu,” tuturnya.
Atas perbuatannya, melalui putusan hakim adat, dari sekian banyak kesalahan yang tidak sesuai dengan adat dan harus bertanggung jawab untuk pemulihan. Diputuskan, dari tiga jenis benda denda adat. Dirupiahkan menjadi Rp 128 juta.
“Dia juga harus menyelesaikan atau pemulihan, menyiapkan hidangan untuk kumpulan seperti ini (Lamin) sebagai simbol perdamaian, dan semua jabatan adat yang melekat kepadanya tidak diakui,” beber Elisason.
Pihak kedua adalah Rustani, namanya mencuat dalam sidang tersebut. Disebut-sebut, Rustani dalang dari pemberian jabatan kepada Hendra.
Padahal, terang hakim adat, Rustani membuat lembaga adat, mengaku kepala adat Tunjung Benuaq Bentian, tetapi tidak pernah dimusyawarahkan untuk dapat dukungan.
“Oleh Tunjung Benuaq Bentian dia tidak mengakui itu dan menolak pencatutan nama sub-suku,” ungkapnya.
Dari sub-suku itu meminta lembaga diakuinya dibekukan, sebagai ketua dan sebagai kepala adat, tidak diakui.
“Dari sejumlah kesalahan yang dibuat, dendanya bila dirupiahkan sebesar Rp 77.550.000,” sebut Elisason.
Kemudian perusahaan juga kena denda. Karena dianggap lalai sehingga membiarkan peristiwa itu terjadi.
“Karena kelalaian perusahaan. Didenda Rp 16.500.000 atas kelalaiannya,” tuturnya.
Ketua Umum DAD Kaltim Zainal Arifin mengatakan, sidang ini merupakan sidang yang pertama digelar. Sebagai momentum untuk membenahi penerapan adat istiadat Dayak. Karena banyak pihak yang tidak bertanggung jawab menggunakan adat.
Olehnya ia meminta agar semua pihak menghormati putusan sidang.
“Karena ini akan berdampak pada kondusifinya daerah kita,” bebernya.
Setelah hakim adat mengeluarkan putusan, pihak yang terkena sanksi adat diberi waktu selama satu minggu untuk segera menyelesaikan kewajibannya.
“Hasil putusan ini akan kita tembuskan kepada semua pihak pemangku kepentingan, gubernur, Bupati dan Walikota se-Kaltim, sampai ke camat, dan tokoh-tokoh adat,” jelas Zainal.
Hal itu dilakukan supaya setiap keputusan tidak berhenti di sini, tetapi harus diketahui masyarakat Kaltim.
“Kita juga akan laporkan ke Majelis Adat Nasional,” tuturnya. (*)
Editor : Raymond Chouda