Halokaltim, BALIKPAPAN – Persiapan pelaksanaan haji 2026 menjadi fokus evaluasi Komisi IV DPRD Kalimantan Timur. Dalam rapat kerja bersama Kementerian Agama (Kemenag) Kaltim dan Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Pemprov Kaltim di Platinum Hotel & Convention Hall Balikpapan, Rabu (13/8/2025), sejumlah persoalan mencuat, mulai dari transisi pengelolaan haji ke Badan Penyelenggaraan Haji (BPH), masa tunggu jamaah yang mencapai 45 tahun, fasilitas Embarkasi Haji Balikpapan yang dinilai tertinggal, hingga potensi penyalahgunaan dana program umroh gratis.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Andi Satya Adi Saputra, mengingatkan agar peralihan pengelolaan haji mulai 2026 diantisipasi sejak dini. “Mulai 2026, haji tidak lagi diurus Kemenag. Kita harus tahu siapa yang memegang kendali di daerah, apa mekanismenya, dan bagaimana jaminan pelayanan bagi jamaah,” tegasnya.
Ia juga mengkritik pembentukan syarikah di Arab Saudi yang dinilai tanpa koordinasi matang, sehingga merugikan jamaah. “Transisi pengelolaan harus memperbaiki, bukan menambah masalah,” tambahnya.
Fasilitas Embarkasi Balikpapan menjadi sorotan anggota DPRD lainnya. Hj. Syahariah Mas’ud menilai kondisinya jauh dari standar pelayanan prima. Fadly Imawan menambahkan, Embarkasi adalah wajah pelayanan kita. Jangan sampai jamaah merasa dianaktirikan dibandingkan daerah lain.
Program Jospol yang memberikan umroh gratis bagi marbot masjid dan penjaga rumah ibadah non-muslim juga dibahas. Anggota Komisi IV, Damayanti, menolak bantuan dalam bentuk uang tunai karena rawan penyalahgunaan. “Harus dalam bentuk paket perjalanan agar tepat sasaran,” ujarnya.
Mewakili Kepala Biro Kesra Kaltim, Lora Sari memaparkan anggaran perjalanan religi naik dari Rp31 miliar pada 2025 untuk 896 orang menjadi Rp47,6 miliar pada 2026 untuk 1.360 orang. “Kita ingin pastikan uang rakyat ini benar-benar digunakan untuk ibadah,” katanya.
Kepala Kemenag Kaltim, Abdul Khaliq, menjelaskan penambahan kuota haji reguler merupakan kewenangan pusat. “Kami akan mengusulkan surat bersama ke Kemenag RI, tapi keputusan tetap ada di pemerintah pusat,” jelasnya.
Rapat menghasilkan delapan rekomendasi, termasuk dorongan lahirnya Perda khusus Jospol di bidang keagamaan, keterlibatan DPRD dalam pendataan penerima manfaat, perbaikan fasilitas embarkasi, serta pengawasan ketat pengelolaan perjalanan religi.
Menutup rapat, pimpinan rapat H. M. Darlis Pattalongi memberi pesan tegas. “Ibadah adalah hal sakral. Jangan sampai anggaran besar ini berubah menjadi peluang bisnis gelap. Kita harus menjaga amanah umat dan memastikan pelayanan terbaik bagi jamaah,” tandasnya. (adv dprd kaltim)
