Opini Oleh: Hairunnisa Husain (Dosen Fisip (Ilmu Komunikasi) Universitas Mulawarman-Mahasiswa Program Doktoral Komunikasi Pembangunan, FEMA-IPB University)
Halokaltim, Samarinda – Perkembangan teknologi dan informasi semakin laju di era digital saat ini, banyak manfaat yang kita rasakan dengan pesatnya kemajuan tersebut dalam kehidupan kita sehari-hari, salah satunya adalah menunjang kecepatan dan ketepatan pekerjaan kita di berbagai bidang tanpa terkecuali Literasi dan Edukasi Budaya Lokal Kaltim. Media sosial telah merevolusi cara kita berkomunikasi secara luas dan kontinyu, tidak terkecuali dalam konteks lintas budaya. Media sosial pun telah mengubah lanskap komunikasi lintas budaya secara fundamental. Media sosial memiliki peran ganda dalam komunikasi lintas budaya. Di satu sisi dapat memfasilitasi pertukaran budaya yang positif dan memperkaya khasanah budaya manusia. Namun di sisi lain juga dapat menimbulkan dampak negatif jika tidak dikelola dengan bijak.
Pesatnya teknologi informasi dan komunikasi saat ini membawa perubahan yang signifikan dalam setiap bidang kehidupan, diantaranya pelestarian dan penyebarluasan budaya lokal. Di era digital, media sosial berperan penting sebagai medium komunikasi yang mampu menjangkau masyarakat luas dalam waktu singkat. Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) dengan kekayaan budaya lokal yang dimiliki seperti budaya Dayak, Kutai, dan Banjar, mengambil peluang untuk menyebarluaskan informasi keragaman budayanya dengan memanfaatkan media sosial sebagai jembatan budaya untuk meningkatkan literasi dan edukasi kepada Masyarakat secara luas. Artikel ini akan membahas peluang dan tantangan media sosial dalam mendukung literasi serta edukasi budaya di Kaltim pada perspektif komunikasi dan budaya.
Pertama-tama yang akan kita bahas terlebih dahulu adalah bagaiman peran media sosial sebagai jembatan informasi budaya (khususnya Budaya Lokal Kalimantan Timur). Terdapat beberapa peran utama Medsos secara umum (sebagai penyebaran informasi budaya lokal Kaltim) diantaranya adalah:
- Sebagai pertukaran informasi secara luas, cepat dan menyeluruh, media sosial memungkinkan informasi, ide, dan peristiwa/berita menyebar dengan sangat cepat dan mampu menjangkau audiens secara global. Tentu saja hal ini merupakan fasilitas utama dalam pertukaran pengetahuan dan pengalaman antar budaya secara cepat. Budaya Kaltim yang beragam dan unik dapat diperkenalkan secara konsisten di platform media sosial dengan kemasan epik dan menawan, ini bertujuan untuk mempublikasikan kekhasan budaya lokal Kaltim yang memiliki beraneka ragam pesan tentang keindahan dan pesona Suku Dayak, Suku Kutai, Suku Banjar Kutai yang mempesona.
- Penyebaran budaya populer, salah satu kelebihan dan kekuatan media sosial adalah menjadi platform penting untuk penyebaran budaya populer, seperti musik, film, mode, dan trending topic lainnya. Konten-konten berkaitan dengan hal tersebut dapat dengan mudah melintasi batas-batas geografis dan budaya, mempengaruhi preferensi dan gaya hidup masyarakat di berbagai negara. Kelebihan dan kekuatan media sosial ini dapat kita gunakan untuk memperkenalkan (dengan menyebarluaskan informasi budaya-budaya lokal Kaltim) agar lebih di kenal masyarakat tidak hanya nasional tetapi juga internasional. Informasi budaya lokal tersebut meliputi tentang ritual suku Dayak, rumah adat Dayak, seni tato Dayak, alat musik tradisional Dayak (Sampe), tarian legendaris Dayak seperti tari Hudoq, Enggang dan Gantar, tenun Ulap Doyo, ukiran kayu Dayak yang terkenal rumit dan penuh makna, anyaman dari rotan atau bambu, Festival Erau (acara budaya terbesar suku Kutai yang diadakan setiap tahun di Tenggarong, menampilkan berbagai tarian tradisional, upacara adat/melabuh naga di Sungai Mahakam, fashion show pakaian adat Kustin (Kutai) serta menampilkan kuliner Kalimantan Timur. Media sosial menjadi salah satu saluran informasi penyebaran budaya, pengemasan yang apik dapat menjadikan ragam budaya lokal ini menjadi budaya populer.
- Merupakan jembatan untuk percepatan adaptasi budaya, peran media sosial dalam proses percepatan adaptasi budaya dari berbagai latar belakang dapat lebih mudah dalam berinteraksi dan berbagi pengalaman di platform ini. Sehingga dapat mendorong terjadinya akulturasi, yaitu proses saling mempengaruhi antar budaya yang menghasilkan unsur-unsur budaya baru seperti budaya Banjar Kutai, adalah hasil akulturasi budaya Kutai (budaya asli Kaltim) dengan suku Banjar (Kalimantan Selatan) di beberapa daerah di Kabupaten Kutai Kertanegara salah satunya di Desa Pela yang merupakan Desa Wisata Nasional di Indonesia. Dalam konteks komunikasi budaya media sosial berfungsi sebagai alat penghubung/jembatan yang menjadi wadah bagi masyarakat untuk mengenal, memahami, dan mendiskusikan warisan budaya mereka secara terbuka. Media sosial sebagai bagian dari network society dapat menjadi sarana efektif dalam membangun kesadaran kolektif terhadap identitas budaya local (Castells, 2010). Platform seperti Facebook, Instagram, TikTok, dan YouTube memungkinkan masyarakat dan komunitas budaya di Kaltim berbagi informasi terkait sejarah, tradisi, seni, dan kearifan lokal lainnya melalui berbagai format digital, seperti video, gambar, dan teks interaktif.
- Memfasilitasi terjadinya dialog dan kolaborasi budaya lokal, media sosial menjadi wadah interaksi dialog dan kolaborasi antar individu dan kelompok dari berbagai budaya tanpa terkecuali. Di ruang tersebut mereka dapat berdiskusi tentang isu-isu global (khususnya budaya lokal Kaltim) , saling berbagi perspektif budaya dan komunikasi serta bekerja sama dalam kegiatan/event yang melibatkan lintas budaya. Jika media social digunakan secara tepat dan bijak untuk menyebarluaskan informasi budaya local Kaltim yang kaya, maka akan memperkaya khasanah dan wacana berbudaya masyakat Indonesia secara luas, juga menumbuhkan rasa empati setiap warga pada masing-masing budaya local di Indonesia tanpa terkecuali.

Paparan tersebut diatas merupakan peluang masyarakat Kaltim sebagai agen sosial budaya untuk daerahnya dalam memberikan literasi dan edukasi pada masyarakat luas tentang keaneka ragaman budaya lokal yang dimiliki dan upaya untuk melestarikan keluhuran dan keindahan budaya Kaltim yang sarat makna. Literasi dan edukasi budaya lokal ini juga untuk menarik minat generasi muda agar menyukai dan menghargai serta mencintai budaya sendiri. Maraknya konten-konten kreatif yang unik diharapkan mampu menggugah rasa memiliki budaya lokal secara intens. Media sosial juga bisa menjadi wadah generasi muda untuk menciptakan rasa dan karsa melalui kreasi video yang mereka buat untuk penyebarluasan informasi budaya lokal.
Budaya lokal Kalimantan Timur merupakan perpaduan unik antara tradisi suku Dayak, Kutai, Banjar dan pengaruh budaya pendatang seperti Bugis dan Tionghoa. Ritual adat, seni, kerajinan, tarian, musik hingga kuliner, setiap aspek budaya mencerminkan kekayaan alam dan kearifan lokal masyarakat setempat. Melestarikan budaya ini adalah tanggung jawab bersama untuk memastikan bahwa warisan ini tetap hidup dan dihargai oleh generasi mendatang. Di tengah lajunya perkembangan teknologi informasi, tantangan dalam literasi dan edukasi budaya Kaltim melalui media sosial semakin kompleks dan beragam. Sebagai platform yang memiliki jangkauan luas dan pengaruh penyebaran yang besar, media sosial seharusnya dapat menjadi alat yang efektif untuk mempromosikan dan melestarikan budaya Kaltim.
Namun tentu saja terdapat beberapa tantangan yang menghambat upaya-upaya tersebut diantaranya, rendahnya tingkat literasi digital di kalangan masyarakat Kaltim, terutama di daerah pedalaman. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2022, tingkat literasi digital di Kaltim masih berada di bawah rata-rata nasional, terutama di kalangan generasi tua dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil. Hal ini menyebabkan kurangnya pemahaman tentang bagaimana memanfaatkan media sosial secara efektif untuk edukasi budaya. Dengan kondisi ini perlu diimbangi dengan menggalakan program pendampingan literasi dan edukasi digital untuk semua kalangan terutama orang tua dan masyarakat yang tinggal di pedalaman dan tempat-tempat terpencil di Kalimantan Timur.
Saat ini media sosial dipenuhi dengan berbagai jenis konten, beberapa konten yang mengangkat budaya lokal Kaltim masih sangat terbatas dan seringkali kurang berkualitas. Banyak konten yang dibuat hanya bersifat permukaan tanpa penjelasan mendalam tentang makna dan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Hal ini menyebabkan minimnya minat generasi muda untuk mempelajari dan melestarikan budaya mereka sendiri, atau dengan kata lain konten kurang menarik dan minim informasi, sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi para penggiat media sosial untuk mengikuti pelatihan profesional dalam membuat dan menghasilkan video, gambar, cerita menarik untuk disebarluaskan secara kontinyu di media sosial.
Tentu saja kegiatan ini perlu campur tangan dan cawe-cawe Pemerintah Daerah untuk berkolaborasi dengan pihak swasta dalam meningkatkan soft skill generasi muda (penggiat medsos budaya Kaltim). Edukasi budaya melalui media sosial tentunya memerlukan kolaborasi antara pemerintah, komunitas budaya, akademisi, dan masyarakat umum. Kenyataannya di Kaltim kolaborasi ini relatif sangat sedikit dan masih kurang optimal. Seringkali Pemerintah Daerah hanya fokus pada pembangunan fisik, sementara komunitas budaya dan akademisi kurang mendapat dukungan untuk mengembangkan konten budaya yang kreatif dan edukatif. Pemerintah daerah dapat mendukung pengembangan platform digital khusus yang berisi informasi budaya Kaltim, seperti aplikasi mobile atau website interaktif.

Tantangan lain yang tak kalah penting yaitu keterbatasan sumber daya manusia dan infrastruktur di Kaltim. Banyak daerah di Kaltim yang masih mengalami kesulitan dalam mengakses internet, terutama di wilayah pedalaman. Efek dari kurangnya pelatihan dan dukungan untuk pelaku budaya untuk memanfaatkan media sosial secara optimal juga menjadi kendala. Kondisi inilah terkadang membuat upaya edukasi budaya melalui media sosial menjadi tidak merata. Ke depan ditahun 2025 menyongsong Indonesia Emas 2045 bukan saja masyarakat Kaltim (pelaku budaya dan penggiat media sosial budaya) yang mampu dan bersemangat mengejar ketertinggalan untuk publikasi budaya Kaltim ke kancah Nasional dan Internasional tetapi juga keseriusan perhatian Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur untuk berperan aktif membantu meningkatkan keterampilan generasi mudanya sehingga dengan kecakapan dan keterampilan yang dimiliki, budaya lokal Kaltim dapat menjadi salah satu ikon budaya unik di Indonesia selain Bali, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda yang saat ini mendominasi. Bravo Budaya Kaltim, Maju Bersama Indonesia, Maju Bergerak Menuju Nusantara yang Gemilang.