Opini oleh: Ratna Sari ( Pemerhati Sosial Masyarakat)
Halokaltim, PPU-Paser – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dengan tegas menolak rencana penyelenggaraan kontes waria yang dikabarkan akan digelar pada Kamis, 26 Desember 2024. Informasi mengenai kontes tersebut diperoleh Ketua MUI PPU, KH Abu Hasan Mubarok, dari salah seorang jamaahnya. MUI PPU, lanjutnya, telah mengeluarkan imbauan kepada Kapolres PPU, meminta agar kepolisian tidak memberikan izin atas penyelenggaraan kontes waria tersebut. Selain itu, MUI juga akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai fatwa MUI yang melarang aktivitas seksual sesama jenis.
Akan adanya acara kontes waria adalah sebuah musibah, meski tidak jadi terlaksana tetapi ini menunjukkan bahwa mereka sudah mulai berani menunjukkan keberadaan mereka. Karenanya, hal ini sangat berbahaya jika terjadi akan menyebabkan kerusakan tatanan kehidupan, penyakit sosial ditengah – tengah masyarakat seperti penyakit penyimpangan perilaku LGBT, narkoba, pergaulan bebas, dan lain-lain. Dan akan semakin berkembang karena mereka merasa diberi panggung oleh masyarakat.
LGBTQ lahir dari sebuah sistem kehidupan sekuler yang memisahkan agama dan kehidupan dimana ide kebebasan berprilaku menjadi salah satu ide yg sangat diagung2 kan, begitu juga dengan HAM sebagaimana kesetaraan dan moderasi merupakan gerakan politik global yang hanya bisa dilawan dengan kesadaran keimanan dan penerapan syariat Islam kaffah.
Tidak akan ada kontes waria dan sejenisnya karena Islam jelas melarang, negara dalam Islam pun jelas bersikap.sebagaimana Hukum waria/ LGBTQ dalam Islam. Ibnu Abbas RA telah berkata : “Rasulullah SAW mengutuk laki-laki yang berperilaku menyerupai wanita dan mengutuk wanita yang berperilaku menyerupai laki-laki.” Sabda Rasulullah SAW,”Keluarkanlah mereka dari rumah-rumah kalian.” Maka Rasulullah SAW pernah mengusir si Fulan, demikian juga Umar pernah mengusir si Fulan. (HR Ahmad, no 1982).
Jika kita pahami hadis di atas dan mencoba menerapkan kandungan hukumnya pada masyarakat sekuler saat ini, akan kita dapati banyak sekali penyimpangan syariah dalam hal menyerupai jenis lain tersebut. Misalnya saja eksistensi waria (wanita pria) yang sesungguhnya berjenis kelamin laki-laki, tapi berpenampilan seperti wanita. Waria ini berdandan, berbicara, berpakaian, seperti wanita. Ini jelas haram.
Sebagai agama fitrah yang sehat, Islam tidak membiarkan adanya orang-orang yang jiwa dan perilakunya menyimpang dalam masyarakat. Laki-laki yang berperilaku seperti perempuan, atau perempuan yang berperilaku seperti laki-laki, wajib diusir dan dikucilkan dari masyarakat ramai. Ini merupakan jenis sanksi ta’zir yang dijatuhkan oleh Qadhi Hisbah (Muhtasib) atas mereka.
Sejarah Islam pernah mencontohkan bagaimana ketegasan pemimpin dalam mengatasi masalah waria hingga keakar-akarnya. Dalam satu riwayat Ibnu Abbas radhiyallahu anhu meriwayatkan Nabi Muhammad SAW telah melaknat laki-laki banci (mukhannats) yang berlagak seperti perempuan dan perempuan yang berlagak seperti laki-laki. Bahkan Nabi Muhammad SAW mengatakan : “Keluarkan mereka dari rumah-rumah kalian.” (akhrijuuhum min buyuutikum). Maka Nabi Muhammad SAW telah mengeluarkan si Fulan, dan Umar pun pernah mengeluarkan si Fulan. (HR Ahmad dan Bukhari). (Imam Syaukani, Nailul Authar, hal. 1306).
Nabi Muhammad SAW telah mengusir Anjasyah, seorang budak hitam yang berlagak seperti banci. Demikian juga Umar bin Khaththab telah mengusir Mati’, dan beberapa orang lainnya (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, al-Baihaqi, dan lain-lain) (Abdurrahman al-Baghdadi, Emansipasi Adakah dalam Islam, hal. 73).
Semuanya hanya bisa di wujudkan jika ada kepemimpinan islam;khilafah yang mampu mengatasi persoalan waria dengan pondasi keimanan yang luar biasa.. Wallahu alam.