Ketua DPRD Kutim Tanggapi Kelangkaan Solar yang Menyulitkan Nelayan di Daerah Pesisir

Ketua DPRD Kutim, Jimmi. (Ist.)

Halokaltim, Sangatta – Ketua DPRD Kutai Timur (Kutim) Jimmi, menyoroti kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar di Kutai Timur kian menyulitkan para nelayan, khususnya di wilayah pesisir Kenyamukan, Sangatta Utara.

Alhasil, kondisi ini memaksa mereka untuk menempuh perjalanan jauh ke kota hanya demi mendapatkan pasokan solar yang dibutuhkan untuk operasional perahu. Bagi para nelayan, solar adalah elemen vital yang menentukan keberlangsungan usaha mereka di laut.

Menanggapi hal tersebut, Jimmi menyatakan bahwa pihaknya telah berupaya melakukan koordinasi dengan Pertamina agar pasokan solar di daerah tersebut segera diatasi. Menurutnya, Pertamina di Kenyamukan sebenarnya sudah ada, namun masalah operasional masih menjadi kendala utama yang belum terselesaikan.

“Kami sudah berbicara dengan pihak Pertamina. Mereka terbuka bagi siapa saja badan usaha yang ingin mengoperasikan Pertamina Kenyamukan. Sayangnya, sampai saat ini belum ada investor yang bersedia,” jelas Jimmi saat ditemui awak media, Selasa 05/11/2024).

Jimmi juga menjelaskan bahwa SPBU di Kenyamukan sebelumnya dimiliki oleh swasta. Namun, agar dapat beroperasi kembali di bawah naungan Pertamina, ada proses hukum yang perlu ditempuh terlebih dahulu.

“Awalnya memang ini milik swasta, dan untuk pengalihan ke Pertamina tentu perlu ada penyelesaian hukum. Ini yang masih menjadi penghambat utama,” lanjutnya.

Kendala lainnya, kata Jimmi, adalah sudah hampir lima tahun SPBU tersebut tidak beroperasi, sehingga kondisi fisik serta kelayakan stasiun pengisian perlu ditinjau kembali. “

Sudah lima tahun tidak beroperasi, dan meskipun Pertamina membuka peluang, hingga kini belum ada badan usaha yang mau berinvestasi di sana,” ujarnya.

Ia juga mengakui bahwa pihaknya mendesak Pertamina untuk segera mencarikan solusi, agar para nelayan tidak terus menerus terbebani oleh kelangkaan solar ini.

“Kami di DPRD akan terus berupaya agar persoalan ini bisa ditangani secepatnya. Ini menyangkut kesejahteraan nelayan yang penghasilannya tergantung pada ketersediaan bahan bakar,” ungkapnya.

Sementara itu, salah satu nelayan mengeluhkan setiap saat ingin melaut, harus terlebih dahulu ke kota untuk mencari solar yang memakan waktu cukup lama.

“Setiap kali ingin melaut, kami harus ke kota mencari solar. Perjalanan ini memakan waktu dan biaya tambahan, sementara hasil tangkapan tidak sebanding dengan pengeluaran yang semakin besar,” ujar Hasan, salah satu nelayan Kenyamukan, yang mengeluhkan situasi ini.

Para nelayan berharap, persoalan solar di daerah mereka dapat segera dituntaskan agar mereka bisa melaut tanpa harus khawatir soal pasokan bahan bakar.

“Kami ini butuh kejelasan, apakah Pertamina Kenyamukan akan beroperasi atau tidak. Kalau memang beroperasi, kami akan sangat terbantu,” tandasnya.