banner 1024x768
Opini  

Biasnya Tanggung Jawab Ketahanan Pangan Dalam Kapitalisme

Yuni Yartina
banner 1024x768

Opini Oleh : Yuni Yartina (Aktivis Muslimah)

Pj Gubernur Kaltim mengajak organisasi masyarakat di Kaltim termasuk Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (Iwapi) Provinsi Kaltim untuk mengembangkan usaha greenhouse, sebagai upaya membantu pemerintah mewujudkan ketahanan pangan. “Kita harus perkuat ketahanan pangan di Kaltim dengan ragam inovasi yang variatif. Inovasi hortikultura ini, serta memudahkan cara menanam karena lebih modern, baik untuk jenis buah-buahan maupun sayur-sayuran,” jelas Akmal Malik saat menerima audiensi ketua dan anggota Iwapi Provinsi Kaltim di Ruang VVIP, Rumah Jabatan Gubernur Kaltim, Selasa (21/11/2023).

Sekilas, kita melihat pemerintah mulai kembali perhatian dengan program turunan tersebut. Negara sudah seharusnya memegang tanggung jawab tersebut dengan memberikan fasilitas yang dibutuhkan. Bukan hanya menyerahkan kepada komunitas, apalagi dititikberatkan pada perempuan.

Dalam sistem ekonomi yang syarat akan kebijakan para kapitalis, kebijakan dan langkah-langkah yang diambil selalu mengesampingkan aturan sang pencipta. Muncul dampak-dampak negatif dari kesalahan pengelolaan lingkungan dan SDA. Lahan pertanian mulai berkurang karena banyak dialihfungsikan menjadi ladang bisnis properti perumahan dan yang lainnya. Hingga berdampak pada hilangnya ketahanan pangan. Lalu, perempuan yang harusnya fokus pada fitrahnya dimanfaatkan agar meringankan tanggung jawab negara.

Sebenarnya, tidak masalah perempuan terlibat dalam mewujudkan ketahanan pangan. Namun, akan muncul masalah baru jika aktivitas utama dari fitrah perempuan terlalaikan. Nah, keadaan seperti inilah yang terabaikan dari sudut pandang sekuler, yakni memisahkan agama dari kehidupan.

Sedangkan Islam, sudah sejak masa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam hingga Khalifah-khalifah setelahnya telah memberikan teladan terbaik bagaimana seharusnya negara menjaga ketahanan pangan dalam negeri. Tak perlu memanfaatkan perempuan apalagi membuat perempuan menjadi lalai terhadap tugas utamanya sebagai ibu pengurus anak dan rumah tangga. Islam memandang tugas perempuan sangatlah mulia, tidak bisa diremehkan apalagi dikalkulasi dengan sebuah penghasilan.

Dasar kedaulatan pangan terdapat dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 233 berkaitan dengan ibu yang menyusui dan Ath-Thalaq ayat 6 berkaitan suami harus menyiapkan rumah bagi istrinya. Dalam Islam, negara wajib perduli bagaimana setiap individu mampu memenuhi kondisi tersebut. Karena landasannya adalah ketaatan dan ibadah terhadap Allah.

Kemudian, pertanian merupakan salah satu pilar ekonomi. Sebab, dari pertanian lah bahan-bahan pangan akan terproduksi. Sehingga jika pertanian melemah, akan menganggu stabilitas negara yang membuatnya bergantung dengan negara lain. Islam tidak akan membiarkan negara bergantung dan menjadikan negara didominasi kebijakannya oleh segelintir orang-orang yang berkepentingan. Karena yang terpenting diatas kebijakan adalah ketaatan pada hukum Allah dan terpenuhinya hak-hak rakyat baik secara jamaah maupun individu. Sehingga, import adalah opsi terakhir untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Untuk menjaga lahan tetap produktif dengan aktivitas pertaniannya, negara memberikan kebebasan penggunaan lahan kepada siapa saja yang memiliki kemampuan untuk mengelola. Tanpa harus membeli ataupun menyewa lahan tersebut. Hal ini berdasarkan riwayat yang bersumber dari ucapan Umar bin Khatab yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda :

“Karena itu siapa saja yang menghidupkan tanah mati maka tanah itu untuk dirinya (menjadi miliknya) dan tidak ada hak untuk orang yang memagari setelah tiga tahun.”.

Dalam hadist tersebut dimaksudkan bahwa siapa saja boleh memanfaatkan lahan pertanian. Ketika lahan tersebut kosong selama tiga tahun, statusnya menjadi tanah mati dan dikembalikan kepada negara untuk kemudian diserahkan kepada yang mampu mengelola. Dengan demikian, lahan akan terus berproduksi.

Pada masa Khilafah kepemimpinan Umar bin Khatab, pernah terjadi krisis pangan akibat kemarau panjang. Hingga selama paceklik, Umar bin Khattab memiliki suatu kebiasaan baru, yaitu setelah selesai mengimami salat isya beliau langsung pulang dan melakukan salat malam sampai menjelang subuh. Kemudian Khalifah Umar keluar menelusuri lorong-lorong jalan untuk mengontrol apakah ada rakyatnya yang kelaparan.

Kemudian Khalifah Umar mengirim surat ke beberapa Gubernur di berbagai wilayah kekhilafahan Islam. Dia meminta mereka mengirimkan bantuan makanan dan pakaian untuk menutupi kebutuhan masyarakat Hijaz. Di antara yang dikirimi surat adalah Amr bin Ash di Mesir, Muawiyah bin Abi Sufyan di Syam, Sa’ad bin Abi waqqash di Irak.

Hal ini juga menunjukkan sekaligus memberikan contoh bahwa pemimpin dan negara wajib memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya. Memastikan tiap individunya tumbuh menjadi SDM unggul dan bertakwa. Semua tentunya hanya akan terwujud dengan aturan yang pasti benar dari Allah SWT. Wallahu’alam bish shawab.